Walikota Ini Bikin Aturan Pejabat Eselon Wajib Shalat Subuh Berjamaah

Sabtu, 22 September 2018 | 07:36 WIB
0
860
Walikota Ini Bikin Aturan Pejabat Eselon Wajib Shalat Subuh Berjamaah

Walikota Palembang Harnojoyo mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwali) no.69 tahun 2018. Isinya mewajibkan pejabat eselon II, III dan VI untuk sholat Subuh berjamaah di Masjid dan harus absen harian.

Bahkan absensinya melalui sistem aplikasi online yang saat ini sedang ditenderkan. Nantinya pejabat-pejabat di Kota Palembang wajib absen dengan aplikasi tersebut.

Bagi pejabat yang diwajibkan sholat Subuh berjamaah di masjid, ternyata tidak sholat Subuh di masjid atau absen akan mendapat sanksi dari sang Walikota pembuat kebijakan tersebut. Sanksi terberat adalah dicopot dari jabatannya.

Biasanya sebagai seorang kepala daerah, kebijakan yang harus dilaksanakan adalah janji-janji kampanyenya. Seperti meningkatkan pelayanan untuk masyarakat, menciptakan birokrasi yang sederhana dan mencegah terjadinya korupsi di daerahnya.

Tapi sang Walikota Palembang malah membuat kebijakan yang mewajibkan pejabatnya untuk sholat Subuh di masjid dan bagi yang absen akan dikenai sanksi. Sebenarnya ini wilayah pribadi hamba dengan Tuhannya. Seperti kurang kerjaan sholat Subuh harus absen melalui aplikasi online.

Kalau hanya sholat Subuh di masjid atau berjamaah harus di absen, dan absen tersebut harus diketahui oleh sang Walikota, sama saja para pejabat itu takut kepada atasannya, bukan takut kepada Tuhannya.

Sholat adalah kewajiban bagi umat Islam, masalah mau melaksanakannya secara jamaah di masjid atau di rumah itu urusan yang sifatnya pribadi. Kalau hanya sifatnya himbuan untuk melaksanakan sholat secara berjamaah itu tidak masalah dan tidak dilarang. Tetapi tidak perlu membuat peraturan dan tidak perlu memberikan sanksi.

Karena pejabat-pejabat itu statusnya PNS atau ASN daerah, hanya dapat dikenai sanksi kalau melanggar adminitrasi seperti: kalau absen sering telat, sering tidak masuk, melakukan korupsi atau pelanggaran adminitrasi lainnya. Tetapi tidak ada sanksi bagi yang tidak melaksanakan sholat secara berjamaah.

Akhirnya menciptakan penjabat-pejabat yang takut dengan walikotanya dibanding takut kepada Tuhannya. Karena sanksi walikota bisa di copot dari jabatannya, sedangkan Tuhan yang maha pemaaf dan pemurah tidak secara langsung memberikan sanksi atau hukuman.

Sebelumnya juga ada Walikota Bengkulu Helmi Hasan, yang juga adik dari ketua MPR dan ketum PAN, memberikan hadiah umroh, haji dan hadiah Kijang Inova bagi warga masyarakat yang rajin sholat Dhuhur berjamaah di masjid At-Taqwa setiap hari Rabu.

Syarat untuk memperoleh hadiah dari Walikota Bengkulu kala itu, yaitu: sholat Dhuhur secara berjamaah berturut-turut selama 40 hari dan untuk hadiah haji gratis harus 52 hari sholat Dhuhur berjamaah dan berturut-turut tidak boleh bolong-bolong.

Tetapi apa yang terjadi? Sang walikota malah ditetapkan tersangka dengan tuduhan menyalahgunakan Bantuan Sosial atau Bansos. Tetapi setelah mengajukan praperadilan sang walikota lolos dari jeratan hukum.

Bahkan kakak dari Helmi Hasan, yaitu Zainudin Hasan yang juga seorang Bupati Lampung Selatan ditangkap oleh KPK dengan tuduhan menerima suap dari pihak swasta.

Kalau walikota Bengkulu Hilmi Hasan memberikan hadiah bagi warga masyarakat yang rajin sholat Dhuhur berjamaah di masjid At-Taqwa tiap hari Rabu, maka kakaknya Zainudin Hasan yang juga bupati Lampung Selatan lebih unik lagi, yaitu melantik pejabat eselon II dan III setelah sholat Subuh berjamaah di Masjid Kubah Intan. Bahkan juga sering memerintahkan jajaran dibawahnya untuk sholat Dhuha dan Dhuhur berjamaah.

Dari contoh diatas, religius seorang kepala daerah tidak berbanding lurus dengan perilaku dalam mengemban amanah dalam menjabat. Ternyata rajinnya sholat subuh secara berjamaah tidak membekas dalam perilaku. Seakan korupsi soal lain dan rajin ibadah soal lain. Harusnya semakin dekat dengan Tuhan atau sang Khalik lebih takut mengambil yang bukan haknya.

Mungkin inilah yang digambarkan dalam pesan agama atau Kanjeng Nabi, malam hari beriman, pagi hari kafir atau pagi hari beriman, malam hari kafir. Atau malam hari di atas mimbar khotbah: mana yang halal dan mana yang haram, tetapi pagi harinya lupa mana yang haram dan mana yang halal. Akhirnya halal-haram ditelan semua. Kalau dalam bahasa Jawa: halam-haram yoo koluu.

Mudah-mudahan kita tidak menjadi manusia-manusia yang munafik dan penjual agama. Jangan mengukur keimanan seseorang dengan ukuran keimanan diri sendiri.

Ajaklah dengan cara yang baik dan jangan dipaksa, apalagi memberi sanksi dengan dicopot dari jabatanya hanya karena tidak mau sholat berjamaah.

 

***