Darurat Sampah Popok di Sungai Jawa Tengah–Jogjakarta

Jumat, 21 September 2018 | 11:15 WIB
0
900
Darurat Sampah Popok di Sungai Jawa Tengah–Jogjakarta

Sampah popok ternyata tidak hanya ada di sungai-sungai di Jawa Timur. Di sungai yang mengalir di wilayah Jawa Tengah dan DI Jogjakarta, jembatan juga menjadi lokasi favorit bagi masyarakat untuk membuang sampah popok.

Pada umumnya masyarakat enggan membuang sampah popok di tempat sampah karena baunya dan ditambah lagi lambatnya petugas pengangkut sampah membuat masyarakat membuang sampah popok sekali pakai (pospak) ke sungai.

“Ini menunjukkan Pemprov lalai dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan sungai sebagai sumber kehidupan,” ungkap Direktur Eksekutif ECOTON Prigi Arisandi kepada Pepnews.com.

Temuan di 7 jembatan/sungai yang dijadikan lokasi sampling Brigade Evakuasi Popok (BEP) menunjukkan, semua jembatan/saluran air ditemukan sampah popok. BEP mengategorikan dalam 3 kedaruratan (table tingkat darurat popok).

Tingkat darurat jembatan/sungai yang digunakan sebagai lokasi pembuangan sampah popok di Jateng dan Jogjakarta.

Kesatu, di Jembatan Besole Klaten, termasuk kategori Darurat 3, sampah popok dimasukkan dalam satu kresek dan glangsing, dalam satu kresek berisi lebih dari 10 popok dan dalam glangsing bisa berisi lebih dari 30 piece.

Sebagian besar sampah popok yang ditemukan tidak dibersihkan fesesnya, jadi kotoran masih menempel. Tidak ditemukan tanda larangan membuang sampah. Banyak ditemukan sampah popok hanyut dan tenggelam di dasar sungai. Dominasi merk Mamypoko dan Sweety.

Kedua, di Jembatan Kali Putih (Dusun Gebayan, Desa Srahan, Kecamatan Salam, Magelang), kategori Darurat 1, terdapat tanda larangan membuang sampah ke sungai, pada musim kering air digunakan untuk kebutuhan air bersih. Sampah popok berasal dari orang lewat yang melempar ke sungai.

Ketiga, di Jembatan Gawan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, kategori Darurat 3, jembatan panjang dan terdapat ruas jembatan (lama dan baru) dengan jumlah popok mencapai ribuan. Ditemukan di tiang jembatan maupun di tebing sungai dan dasar sungai.

“Pembuang sampah popok menggunakan mobil dan motor dibuang menjelang pagi (subuh atau dini hari). “Tidak Ditemukan tanda larangan buang sampah,” ungkap Prigi Arisandi.

Keempat, di Jembatan Sempur (Jl. Jogjakarta-Magelang), kategori Darurat 2, sampah popok ditemukan dalam bungkusan plastik kresek ukuran kecil. Kelima, Jembatan Merah (samping RS JIH-Hartono Mall), kategori Darurat 1.

Ditemukan sampah popok dalam bungkusan kresek merk Mamypoko dan Sweety. Ada juga bekas tumpukan sampah popok yang dibakar.

Keenam, Saluran Mataram, kategori Darurat 1, ditemukan bekas-bekas sampah popok yang telah diangkat dari badan air ke bantaran sungai, beberapa tampak di dasar sungai, nyangkut di pintu air dan mengambang di badan air.

Ketujuh, Sungai Pelang Sardonoharjo Ngaglik – Sleman DIJ, kategori Darurat 3. Sampah popok dalam kresek dibuang di bantaran sungai. Kedelapan, di Jembatan Kali Blongkeng Magelang, Darurat 1, ada kegiatan pembakaran popok .

Kategori Kedarutatan Sampah Popok: Darurat 1, jumlah sampah Popok ditemukan 1500 piece.

Brigade Evakuasi Popok

Brigade Evakuasi Popok (BEP) pada Maret hingga Agustus 2018 melakukan kegiatannya melalui Linea Project, yaitu Litigasi, Investigasi, Edukasi, dan Evakuasi sampah popok bertujuan membebaskan sungai dari sampah popok, Linea Project adalah:

a. LITIGAPOK, Melakukan upaya Hukum berupa gugatan citizen law suit kepada Gubernur Jatim.

b. INVESTIGAPOK, Melakukan penelitian dampak sampah popok dan brand audit, perilaku konsumen dan mendata jenis merk popok.

c. EDUKAPOK, Melakukan upaya edukasi melalui sosialisasi dan publikasi informasi terkait sampah popok, melakukan penguatan terhadap komunitas perempuan dengan promosi DROPPO.

d. EVAKUAPOK, Membersihkan, memindahkan, dan mengangkut sampah popok yang ada di sungai atau Jembatan ke TPST/TPA.

Menurut ECOTON, BEP pada Juli 2018 mendorongkan gerakan Sungai Jawa Bebas Sampah Popok 2020, setelah sebelumnya pada Juli 2017 mendeklarasikan gerakan Revolusi Popok di Malang.

“Fakta pembuangan sampah popok di sungai ditemukan di semua sungai di Jawa dari Sungai Brantas, Bengawan Solo, Progo, Serayu, Ciliwung, dan Citarum, sehingga pantas disebut Sungai Jawa darurat Sampah Popok,” ungkap Azis SH, Koordinator BEP.

Menurut Azis, sampah popok adalah ancaman baru bagi ekosistem perairan karena bahan baku popok 55% adalah tersusun atas plastik. Sampah popok ini menjadi masalah serius pada tingkat global.

Data Bank Dunia 2017 menyebutkan, sampah popok merupakan penyusun sampah terbesar kedua dilautan setelah sampah organik (44%), sampah popok (21%), tas kresek (16%), bungkus plastik (5%), dan botol minuman kemasan (1%).

Besarnya kontribusi sampah popok ini mengkhawatirkan karena 55% penyusun popok adalah plastik. Indonesia juga tercatat memiliki sungai yang berkontribusi terhadap pencemaran di laut yang berasal dari Brantas, Progo, dan Serayu.

River Plastic Emissions to The world Ocean menulis, Sungai Brantas menyumbangkan lebih dari 28 juta ton/per tahun sampah plastik ke lautan.

Darurat Sampah Popok

Temuan di Jateng dan Jogjakarta menunjukkan bahwa Pemprov yang memilik wilayah telah mengabaikan kewajiban dan tugas pemerintah daerah dalam upaya pengendalian pencemaran dan upaya menjaga kualitas air dari sumber pencemaran.

“Pemprov Jateng dan Jogjakarta harus melakukan koordinasi dengan kabupaten-kota yang dilewati sungai-sungai yang menjadi sarana pembuangan sampah popok,” ungkap Amirudin Muttaqien, Koordinator Investigasi Sampah Popok Sungai di Jawa BEP.

Menurut alumni Teknik Lingkungan UPN Surabaya ini menyebutkan, Pemprov bertanggung jawab atas warga Jateng dan Jogjakarta yang membuang sampah popok ke sungai.

“Dengan instrumen UU Pengelolaan Sampah 18/2008 seharusnya ada sanksi yang diberikan kepada pembuang sampah popok ke sungai, Pemprov DI Jogjakarta dan Jateng harus proaktif melakukan upaya-upaya preemtif dan preventi sekaligus represif terhadap pelaku pembuang sampah,” lanjut Amirudin.

Sampah popok merupakan sampah residu yang tidak bisa dimanfaatkan dan diolah sehingga sampah popok harus disanitary landfill di TPA.

”Sampah popok ini adalah sampah residu yang mengandung bahan beracun serta infeksius untuk sampah popok dewasa sehingga perlu disediakan penanganan khusus berupa tempat sampah khusus, lokasi pembuangan khusus,” ungkap Azis.

Tanggung Jawab Pemerintah

BEP mendorong Pemerintah (Pemprov Jateng dan Jogjakarta) serta balai Besar Wilayah Sungai Solo, Bondoyudo, Progo, dan Serayu, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengendalikan pembuangan sampah popok ke badan air.

1. Bekerjasama dengan produsen popok untuk menyediakan dropping point popok (DROPPO) di TPS atau di jembatan dan saluran air yang sering dibuangi sampah popok.

2. Mengedukasi masyarakat terutama IRT/IRT muda bekerjasama dengan bidan, Rumah Bersalin, dan Posyandu agar tidak membuang sampah popok ke sungai dan mengurangi pemakaian popok sekali pakai dan memberikan insentif kepada IRT yang menggunakan popok kain yang bisa dipakai berulang-ulang.

3. Memasang tanda larangan pembuangan popok di sungai. 4. Memasang jarring di jembatan atau pagar penghalang untuk menyulitkan orang membuang sampah ke sungai/jembatan.

5. Melakukan penegakan hukum dengan memasang CCTV dan menerapkan sanksi denda pada para pembuang sampah popok di sungai/jembatan.

6. Pemerintah (Pusat dan Propinsi) Wajib membersihkan sampah popok yang ada di sungai-sungai di wilayah Jogjakarta dan Jateng.

Masyarakat bisa menuntut pemerintah dan melakukan gugatan jika Pemprov (Jateng dan Jogjakarta) dan Pemerintah Pusat (KLHK dan PUPR) tidak segera membersihkan sampah popok.

Karena dalam UUPPLH 32/2009, UU Pengelolaan Sampah 18/2008, dan PP Pengendalian Pencemaran Air dan Pengelolaan Kualitas Air No 82/2001 menyebutkan dengan jelas bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi hak masyarakat atas lingkungan hidup (sungai) yang sehat, melakukan pengendalian pencemaran, pemulihan pencemaran, dan kerusakan lingkungan.

Selama ini, popok sekali pakai (POSPAK) telah menjadi kebutuhan primer bagi ibu rumah tangga (IRT) jaman sekarang. Alasan Praktis dan Nyaman.

BEP melakukan penelitian pada 2 lokasi di daerah sub-urban dan urban antara IRT dan non IRT yang melibatkan 40 narasumber.

Hasil penelitian keduanya menunjukkan bila: (1) pola dan alasan konsumsi Pospak baik IRT dan non IRT sama; (2) frekuensi pemakaian bergantung pada usia bayi,untuk bayi berusia 2 tahun (50%) memakai1-2 buah/hari; (3) pemilihan merek berdasarkan ketersediaan produk dan sensitivitas anak terhadap produk.

Sebanyak 85% konsumen Pospak tidak membersihkan kotoran/feses sehingga mempersulit proses pengelolaan sampah selanjutnya. Sayangnya pengelolaan selanjutnya sangat beragam, mulai dari penimbunan pada tempat pengelolaan akhir (TPA) sampai dibuang ke sungai.

Brigade Evakuasi Popok alias “Brigade Kuapok” dalam salah satu aksinya mengumpulkan sampah Pospak dari 25 rumah tangga/2 minggu. Berat sampah Pospak yang terangkut adalah 800 kg.

Pada kawasan sub-urban, terutama kawasan yang berada di pinggiran atau perbatasan dengan kota/kabupaten lainnya tidak mendapatkan fasilitas publik yang memadai, terutama fasilitas pengelolaan sampah.

Hal ini menjadi satu dari dua alasan mengapa mereka membuang Pospak ke sungai. Mitos Suleten adalah kepercayaan lama/tradisional bahwa bayi mengalami sakit (demam, iritasi, ruam) akibat membakar sampah Pospak.

“Pencemaran sampah Pospak di sungai, tidak hanya sebatas sampah padat, tetapi juga bahan kimia yang sulit untuk diuraikan dan berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan air,” ujar Prigi Arisandi.

Ada 4 bahan pada Pospak yang berbahaya bagi manusia dan hewan air. Yaitu: serbuk gel penyerap super (SAP), bubur kayu, pewangi, dan plastik.

***