Ada sesuatu yang menarik dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018) dengan tersangka Zumi Zola.
Dalam persidangan tersebut terungkap tersangka mantan gubernur Jambi itu sudah mengetahui akan terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pemprov Jambi. Dan itu disampaikannya kepada ketua DPRD Jambi Cornelis Buston. Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 2016. Sedangkan OTT terjadi pada 31 Agustus 2017, setahun kemudian.
Dalam kesaksian di persidangan, Cornelis Buston menceritakan bahwa ia ditelepon gubernur Zumi Zola pada Oktober 2016.
"Pak Zumi telepon saya, 'Pak Ketua, kemarin saya ditelepon Korsupgah (Unit Koordinasi, Supervisi, dan Pencegahan) KPK yang mampir kemarin'. Pak Gubernur sampaikan bahwa akan ada OTT di DPRD Provinsi," kata Cornelis dalam kesaksiannya di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut kesaksian Cornelis Buston, Zumi Zola sangat takut dan kaget mendengar berita atau kabar akan terjadi OTT, begitu juga Cornelis Buston juga kaget atas kabar tersebut.Baik Zumi Zola dan Cornelis Buston juga sudah sepakat tidak akan memenuhi atau menuruti permintaan para anggota DPRD soal uang ketuk palu dalam rangka pembahasan APBD Pemprov Jambi 2017.
Di sinilah menariknya, OTT di Pemprov Jambi terjadi pada 31 Agustus 2017, sedangkan informasi akan ada OTT dari KPK bidang Supervisi dan Pencegahan terjadi pada Oktober 2016. Rentang waktu termasuk lama karena hampir satu tahun.
Kenapa informasi akan adanya OTT dengan pas terjadinya OTT memakan waktu satu tahun?
Artinya KPK sudah mengendus informasi akan adanya uang ketuk palu untuk pembahasan APBD Jambi 2017 sudah lama. Karena ini nyambung dengan cerita dari ketua DPRD Jambi memang ada uang ketuk palu untuk pembahasan APBD Jambi 2017. Sekalipun terjadinya transaksi suap terjadi setahun kemudian, yaitu 31 Agustus 2017.
Dalam kesaksiannya Cornelis Buston juga menjelaskan: setelah menerima telepon dari Zumi Zola soal informasi akan adanya OTT, Cornelis dipanggil oleh wakil DPRD Jambi Zoerman Manap(sudah meninggal) dalam ruangannya. Ternyata dalam ruangan tersebut sudah kumpul para ketua fraksi dari masing-masing partai yang meminta uang ketok palu pembahasan APBD 2017.
Terkait kesaksian Cornelis Buston di persidangan, yang mengatakan ia ditelepon dan diberitahu oleh gubernur Zumi Zola akan adanya OTT di Pemprov Jambi.
Pihak KPK melalui juru bicara Febri Diansyah memberikan klarifikasi. Menurut Febri Diansyah yang sudah menanyakan kepada Korsupgah KPK, yang dilakukan oleh Korsupgah, yaitu memperingatkan kepala daerah atau para pejabat untuk tidak menerima suap dan melakukan korupsi. Dan jika masih melakukan korupsi, maka akan dilakukan OTT.
Dan menurut Frebri Diansyah, operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK bersifat tertutup dan tidak diberitahukan kepada bidang Supervisi dan Pencegahan KPK.
"Bidang Pencegahan tidak mengetahui, baik rencana atau pun operasional OTT tersebut. Jadi tidak mungkin ada pemberitahuan seperti itu. Kalau disimak dari keterangan saksi tersebut, pemberitahuan dari Gubernur Jambi terjadi sekitar Oktober 2016. Sementara, proses penyelidikan kasus suap tersebut baru dilakukan sekitar 1 tahun kemudian, yaitu 31 Agustus 2017 hingga berlanjut pada kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017," kata Febri Diansyah.
Sekalipun Febri Diansyah memberikan klarifikasi atau bantahan,tetapi kesaksian ketua DPRD Cornelis Buston soal uang ketok palu juga terhubung atau ada link dengan OTT yang terjadi pada 31 Agustus 2017.
Dan kalau benar Korsupgah KPK yang membocorkan OTT kepada gubernur Zumi Zola, maka ini juga harus mendapat perhatian khusus dari KPK. Karena lembaga ini mendapat kepercayaan yang sangat tinggi dari masyarakat. Jangan sampai sinyalemen atau kecurigaan-kecurigaan kepada KPK benar adanya.
Apalagi pernah juga Korsupgah KPK mengadakan suatu acara di Pemprov Jambi dengan mengundang gubernur Zumi Zola, padahal status sang gubernur sudah menjadi tersangka oleh KPK dengan dugaan gratifikasi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews