Pada Minggu, 16 September 2019, GP Ansor dan Banser memulai acara “Kirab Satu Negeri”. Pelepasan peserta kirab dengan membawa bendera Merah-Putih dimulai dari 5 daerah terluar Indonesia .
Lima titik pemberangkatan adalah Sabang (NAD), Nunukan (Kaltara), Miangas (Sulut), Rote (NTT), dan Merauke (Papua). Peserta kirab akan memasuki semua daerah di Indonesia dan di setiap daerah akan disambut oleh Ansor dan Banser sebagai panitianya.
Adapun acara yang mereka selenggarakan di daerah dalam pagelaran Kirab Satu Negeri ini di Pekanbaru. Dalam Kirab Satu Satu Negeri akan diadakan acara Dzikir Kebangsaan. Pamflet sudah dicetak panitia.
Di pamflet itu ada penampakan Bupati Siak Syamsuar dan Istana Siak. Adanya penampakan Istana Siak beserta Bupati Siak ternyata memantik reaksi Kesultanan Siak. Kesultanan Siak menolak acara dzikir kebangsaan dalam rangka Kirab Satu Negeri Ansor.
Mereka menanyakan alasan memuat foto Bupati Siak dan Istana Siak yang dianggap sebagai legitimasi acara tersebut seolah disetujui oleh Bupati dan Istana Siak. Empat orang Tengku dari perwakilan kerabat Kesultanan Siak sepakat menolak acara pencatutan itu.
“Meminta klarifikasi kepada GP Anshor Riau untuk menjelaskan kepada masyarakat Riau, khususnya masyarakat Siak, terlebih dalam informasi jemputan tersebut mencantumkan gambar Istana Siak dan foto Bupati Siak sebagai legitimasi kegiatan,” tulis Kesultanan Siak
Keluarga besar kerabat Kesultanan Siak, merasa keberatan dan tidak mengizinkan simbol kebesaran Siak dalam hal ini Istana Siak dipakai pada tempat yang tidak tepat, seolah-olah Kesultanan Siak adalah bagian dari kegiatan tersebut.
Kesultanan Siak juga menolak kegiatan zikir yang dilabeli dengan Nusantara. “Kami kerabat Kesultanan Siak adalah keturunan Habaib, penjaga Habaib dan ulama, penganut Islam Ahlussunnah waljamaah yang taat,” lanjut Kesultanan Siak.
Mereka menolak Siak dikaitkan dengan kegiatan zikir yg tidak diajarkan dalam Islam. Sebab, “Kami hanya mengenal zikir kepada Allah, bukan zikir kebangsaan dengan label nusantara,” tegas mereka, seperti dilansir Swamedium.com, Minggu (16/9/2018).
“Jangan ajarkan kami kebangsaan dengan pemahaman kalian, sebab kami orang Melayu Riau dan keluarga kerabat Kesultanan Siak sudah lebih dahulu mempraktikkan kebangsaan dan nasionalisme yang benar dalam kehidupan kami sehari-hari sejak Republik Indonesia ini berdiri,” tegas Kesultanan Siak.
“Kami disini damai, dan jangan usik kedamaian kami dengan pemahaman kalian,” demikian peringatan keras yang disampaikan empat orang Tengku dari perwakilan kerabat Kesultanan Siak, Tengku Habibie, Tengku Wira Shahab, Tengku Said Eka Nusirhan, danTengku Ikhwan Shahab.
Dari apa yang Kesultanan Siak tuliskan, terlihat ada kemarahan atas apa yang mereka tegaskan. Kemarahan ini bukan berarti mereka membenci acara, mereka hanya tidak bisa melupakan bagaimana perlakuan Ansor di Pulau Jawa yang mengusir ulama kebanggaan masyarakat Riau Ustadz Abdul Somad (UAS).
Pihak yang telah lakukan persekusi pada ulama yang mereka hormati, malah berlagak berjiwa kebangsaan di daerah yang mereka diami. Menurut Kesultanan Siak, “Seolah mereka tampil tanpa dosa ketika menggunakan simbol Istana Siak dalam acara yang mereka lakukan.”
Atas aksi yang telah dilakukan Ansor dan Banser pada UAS di pulau Jawa, Kesultanan Siak bersikap, “Menolak Kedatangan Yaqut, Ketua Ansor di Bumi Lancang Kuning”. Yaqut yang dimaksud adalah KH Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum GP Ansor.
“Selain itu kami juga tidak mengijinkan Ketua GP Ansor saudara Yaqut Cholil menginjakkan kaki di bumi Melayu selagi tindakan persekusi terhadap dakwah ulama kami kalian lakukan lewat tekanan ormas kalian di Jawa sana,” tegas mereka.
Menurut Kesultanan Siak, Ansor dan Banser seharusnya paham, keberadaan mereka di luar pulau Jawa saat ini bisa di terima masyarakat setempat karena masyarakat memahami arti perbedaan dan menjunjung tinggi persaudaraan.
Ansor dan Banser harusnya berpikir, jika aksi persekusi pada ulama terus mereka lakukan bisa jadi keberadaan mereka di luar pulau Jawa akan dievaluasi dan puncaknya mereka akan diusir dari cabang-cabang yang telah ada di luar pulau Jawa.
Setidaknya, Kesultanan Siak sudah bersikap tegas. Meskipun hanya Ketua GP Ansor yang ditolak, tapi itu sudah cukup membuat mereka harus berpikir ulang. Tamparan bagi Yaqut Cholil.
Membawa acara kebangsaan tapi dirinya sendiri tidak diterima oleh daerah yang menjadi tempat acara dilangsungkan. Bukan acaranya yang salah. Tapi pihak-pihak yang memakai topeng acara itu yang harus dipertanyakan.
“Masih untung Yaqut yang dilarang datang. Coba pikir andai Ansor Riau dilarang berada di Bumi Lancang Kuning. Jika satu daerah sudah tegas, maka tunggu ketegasan daerah lainnya untuk Ansor dan Banser,” tulisnya.
Kesultanan Siak menilai, kearoganan mereka tidak pantas jika mengatasnamakan cinta tanah air, apalagi dengan menjual nama NKRI Harga Mati. Warning buat Ansor, “Kemarin kalian merasa bangga karena bisa menghadang dan melarang siapapun yang kalian tunjuk.”
“Saat ini, dari Riau memulainya. Kalian akan merasakan bagaimana rasa yang dialami oleh UAS ketika kalian usir dan persekusi seolah beliau adalah sumber masalah. Semoga kalian berubah..., menjadi santri yang seharusnya menjaga akhlak yang baik,” kritiknya.
Belakangan ini UAS membatalkan rencana tausiyahnya di sejumlah daerah menyusul dugaan ancaman dan intimidasi yang diterimanya di sejumlah daerah. Melalui akun instagramnya di @ustadzabdulsomad, dai kondang itu mencoret sejumlah jadwal di beberapa daerah.
“Saya membatalkan beberapa janji di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta," tulis UAS. Alumnus Universitas Al Azhar Kairo, Mesir itu menjelaskan, keputusan ini diambil karena alasan keamanan.
Adanya intimidasi ini membuat beban panitia penyelenggara berlipat untuk mengamankan jalannya acara. “Beban panitia semakin besar,” lanjut UAS, seperti dilansir JawaPos.com, Senin (3/9/2018).
UAS pun mempertimbangkan psikologis jamaah dan dirinya sendiri akibat ancaman yang muncul. “Kondisi psikologis jamaah dan saya sendiri (juga menjadi pertimbangan),” lanjut UAS.
Sebagaimana informasi, UAS memiliki sejumlah jadwal ceramah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tepatnya di Malang, Solo, Boyolali, Jombang, dan Kediri pada September 2018. Pada bulan berikutnya safari dakwahnya berlanjut ke Jogjakarta.
UAS akan berjumpa dengan Ustadz Zulfikar pada Desember 2018. Namun, semua jadwal tersebut terpaksa dibatalkan karena adanya ancaman. Adakah penolakan Yaqut ini terkait dengan “ancaman” yang diterima UAS? Biarlah polisi yang mengusutnya.
Tapi yang jelas, ancaman nyata sudah dilontarkan seorang netizen bernama Andre Octa via akun Twitter-nya @SEKNAS_RI. Berdasarkan jejak digital yang didapat, pelaku merupakan Relawan Joko Widodo (Jokowi).
“Masukin dalam karung, lalu gebukin pake balok dari luar, biar darahnya terasa manis,” kata Andre di akun Twitter-nya @SEKNAS_RI. Ia berkicau demikian setelah pendukung Jokowi lainnya Intan, meminta UAS dimasukan karung. “Karungin kandangin,” tulisnya.
Mengutip Ngelmu.co, cuitan Andre pada 21 Maret 2018 itu sontak saja mendapat respons dari warganet. Mereka meminta aparat kepolisian untuk segera menangkap agar tidak terjadi main hakim sendiri.
“Seperti ini yah mukanya mimin @SEKNAS_RI Tapi kasian kl di persekusi bisa kena jantung dia. Pak Pol tolong kalian yang bergerak atau umat yang bergerak mencari. Umat yang cinta ulama akan melindungi Ulama nya,” kicau akun Twitter @to_the_udi.
Replying to @Silvy_riau @DivHumas_Polri.
Akun Twitter Ayah-E-Faiq @DogelKarya82: “sdh semakin kasar cenderung beringas. Amarah diumbar utk memuaskan Nafsu. Inikah hasil #RevolusiMental yg jadi Program Pemerintahan Hari ini? Kita kehilangan #Indonesia yg dl. Pelan2 #NilaiPancasila luntur. #BhinnekaTunggalIka akan jd kenangan jika tdk segera diperbaiki” .
Bukan kali ini saja Ustadz Abdul Somad mendapat ancaman. Dai kondang itu pernah “diusir” dari Hongkong dan juga dipersekusi saat akan berceramah di Bali. Inikah wujud semboyan: #SayaPancasila itu?
Penolakan aktivitas Kirab Satu Negeri ini ternyata menjalar di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (19/9/2018). Tapi, sebelum acara dimulai, puluhan warga dengan mengendarai sepeda motor menggeruduk lokasi, meminta acara dibubarkan.
“Tidak ada Islam Nusantara, dan tidak ada GP Ansor di Langkat. Ustad Abdul Somad sudah diusir oleh mereka, kami pun akan mengusir mereka,” seru warga yang tidak terima dengan gelaran acara yang digagas GP Ansor Langkat itu, seperti dikutip Metrolangkatbinjai.com.
Suasana semakin memanas setelah salah seorang perwakilan GP Ansor mulai bicara dan mengatakan niat menggelar acara. Namun, warga tetap meminta acara dibubarkan.
“Tetap bubarkan. Kami tidak mau ada acara di tempat ini. Orang Langkat tidak mengenal Islam Nusantara," ucap pengunjuk rasa dengan tegas. Warga yang tidak terima dengan kehadiran GP Ansor di Langkat, terus berteriak dan mengusir peserta yang hadir.
Aparat kepolisian yang dilibatkan untuk menjaga keamanan juga kewalahan menjaga aksi warga. Hingga berita ini ditulis, puluhan warga masih menduduki Gedung Nasional Tanjung Pura.
Tidak hanya mengusir perwakilan GP Ansor, warga juga mengusir undangan yang hadir untuk tidak mengikuti acara yang menurut ratusan massa yang menurut massa terindikasi akan membentuk Islam Nusantara.
"Intinya mereka secara tidak langsung sudah tidak di terima di sini. Mereka juga sebelumnya pernah melakukan kegiatan di sebuah Cafe Kantor Pos dan terindikasi mereka menyebarkan Islam Nusantara," ujar Tengku Said Assegaf, Wakil dari tokoh Pemuda Tanjung Pura.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews