Dukungan kepada paslon Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno pada Pilpres 2019 secara resmi dinyatakan dalam Ijtima’ Ulama II yang diselenggarakan GNPF Ulama di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018).
Prabowo pun sudah meneken pakta integritas yang disodorkan oleh GNPF Ulama saat Ijtima’ Ulama II itu. Melansir Detik.com, Minggu (16/9/2018), ada 17 poin yang disodorkan, salah satunya tentang kepulangan Habib Rizieq Syihab.
Didampingi Waketum DPP Gerindra Fadli Zon, Prabowo langsung menandatangani pakta integritas tersebut dengan dipimpin oleh pimpinan sidang Munarman. Prabowo dan Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak kemudian bersalaman dan berpelukan.
Teriakan takbir peserta Ijtima’ Ulama II mengiringi proses tersebut. Ada 17 poin dalam pakta integritas Ijtima’ Ulama yang diteken Prabowo, yatitu: 1. Sanggup melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
2. Siap menjaga dan menjunjung nilai-nilai religius dan etika yang hidup di tengah masyarakat. Siap menjaga moralitas dan mentalitas masyarakat dari rongrongan gaya hidup serta paham-paham merusak yang bertentangan dengan kesusilaan dan norma-norma yang berlaku lainnya di tengah masyarakat Indonesia.
3. Berpihak pada kepentingan rakyat dalam setiap proses pengambilan kebijakan dengan memperhatikan prinsip representasi, proporsionalitas, keadilan, dan kebersamaan.
4. Memperhatikan kebutuhan dan kepentingan umum beragama, baik umat Islam, maupun umat agama-agama lain yang diakui Pemerintah Indonesia untuk menjaga persatuan nasional.
5. Sanggup menjaga dan mengelola Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan Ummat Islam), secara adil untuk menciptakan ketenteraman dan perdamaian di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
6. Menjaga kekayaan alam nasional untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. 7. Menjaga keutuhan wilayah NKRI dari ancaman separatisme dan imperialisme.
8. Mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina di berbagai panggung diplomatik dunia sesuai dengan semangat dan amanat Pembukaan UUD 1945. 9. Siap menjaga amanat TAP MPRS No. 25/1966 untuk menjaga NKRI dari ancaman komunisme serta paham-paham yang bisa melemahkan bangsa dan negara lainnya.
10. Siap menjaga agama-agama yang diakui Pemerintah Indonesia dari tindakan penodaan, penghinaan, penistaaan serta tindakan-tindakan lain yang bisa memancing munculnya ketersinggungan atau terjadinya konflik melalui tindakan penegakkan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11. Siap melanjutkan perjuangan reformasi untuk menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu kepada segenap warga negara. 12. Siap menjamin hak berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan.
13. Siap menjamin kehidupan yang layak bagi setiap warga negara untuk dapat mewujudkan kedaulatan pangan, ketersediaan sandang, dan papan. 14. Siap menyediakan anggaran yang memprioritaskan pendidikan umum dan pendidikan agama secara proporsional.
15. Menyediakan alokasi anggaran yang memadai untuk penyelenggaraan kesehatan rakyat dan menjaga kelayakan pelayanan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta.
16. Siap menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia;
Serta memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212 dan 313 yang pernah/sedang menjalani proses kriminalisasi melalui tuduhan tindakan makar yang pernah tersangkakan. Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang mengalami penzaliman.
17. Menghormati posisi ulama dan bersedia untuk mempertimbangkan pendapat para ulama dan pemuka agama lainnya dalam memecahkan masalah yang menyangkut kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pahami Ijtima’ Ulama
Setidaknya ada 7 poin penting yang menarik untuk disimak dari hasil Ijtima’ Ulama yang mendukung Prabowo – Sandiaga. Poin pertama, jelas komitmen “melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen”.
Dari sini bisa dibaca, Prabowo – Sandiaga tentunya dalam setiap kebijakannya akan berpijak pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan konstitusi NKRI, bukan sistem yang lain, seperti yang dikesankan selama ini.
Prabowo – Sandiaga juga memperhatikan kebutuhan dan kepentingan umum beragama, tidak hanya untuk umat Islam saja, tapi juga bagi umat agama-agama lain yang diakui Pemerintah Indonesia untuk menjaga persatuan nasional.
Poin ke-4 jelas untuk menjawab isu-isu intoleransi, radikalisme, dan pecah-belah yang sering diarahkan kepada sebagian umat Islam yang mengkritisi kebijakan Pemerintah. Ijtima’ Ulama menunjukkan, adanya upaya menjaga persatuan nasional.
Adanya kekayaan alam Indonesia yang selama ini hanya dinikmati segelintir rakyat dan luar negeri, dalam poin ke-6 justru ingin dijaga untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Pakta integritas ini sangat penting.
Pengalaman militer Prabowo sebagai mantan perwira tinggi TNI tentunya tidak ingin kalau keutuhan wilayah NKRI berada dalam ancaman separatisme dan imperialisme. Ini tertulis di poin ke-7 pakta integritas yang diteken Prabowo.
Untuk mencegah timbulnya konflik akibat dari tindakan penodaan, penghinaan, penistaan, dan tindakan-tindakan lain yang bisa memancing munculnya ketersinggungan antar umat beragama, penegakkan hukum akan dilakukan.
Pakta integritas itu tertulis pada poin ke-10. Ijtima’ Ulama meminta Prabowo – Sandiaga siap menjaga agama-agama yang diakui Pemerintah Indonesia dengan penegakkan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adanya perlakuan hukum tidak adil yang dialami Habib Rizieq Shihab dan kriminalisasi para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 melalui tuduhan tindakan makar, harus direhabilitasi, secara khusus terdapat pada poin ke-16 pakta integritas itu.
Jadi, di sini jelas ada benang merah bahwa Ijtima’ Ulama ini masih terkait dengan rangkaian Aksi Bela Islam (ABI) yang berhasil membawa Basuki Tjahaja Purnama, mantan Gubernur DKI Jakarta, sampai disidang karena penistaan agama.
Dan, perlu dicatat, GNPF Ulama saat itu adalah gerakan yang mengawal Fatwa MUI terkait penistaan agama (Islam) yang dilakukan Ahok. Perlu diingat pula, fatwa MUI yang dikawal itu adalah fatwa yang diteken KH Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI.
Catatan politiknya, dengan ABI yang dimotori GNPF itulah justru paslon Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat “tumbang” dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 dari paslon Anies Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno.
Mungkinkah paslon Joko Widodo – Ma’ruf Amin yang kini maju pada Pilpres 2019 melawan Prabowo – Sandiaga juga akan mengalami nasib seperti Ahok – Djarot? Pilihan Jokowi atas Ma’ruf Amin diharapkan bisa menyelamatkan capres petahana ini.
Namun, pilihan terhadap Rois Aam PBNU yang juga Ketua Umum MUI itu belum tentu juga bisa menjamin tingkat keterpilihannya. Pasalnya, kecuali pendukung Jokowi, sudah banyak rakyat yang merasa kecewa dengan kebijakan Presiden Jokowi selama ini.
Terutama, di kalangan umat Islam yang merasa diperlakukan “tidak adil”. Persekusi terhadap gerakan massa yang mengkritisi kebijakannya justru bisa memuluskan “keruntuhan” Jokowi. Termasuk kriminalisasi atas ulama dan aktivis selama ini.
Karena itulah, wajar jika dalam Ijtima’ Ulama ini tertulis klausul: “penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang mengalami penzaliman”. Prabowo – Sandiaga juga diikat dengan poin ke-17 yang melibatkan semua pemuka agama.
Ijtima’ Ulama menunjukkan plularismenya: “Menghormati posisi ulama dan bersedia untuk mempertimbangkan pendapat para ulama dan pemuka agama lainnya dalam memecahkan masalah yang menyangkut kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara”.
Masihkah rakyat meragukan nasionalisme para ulama yang mengeluarkan Ijtima’ Ulama dan mendukung Prabowo – Sandiaga? Bukankah Jokowi – Ma’ruf mengklaim didukung ulama yang berafiliasi ke parpol pengusungnya?
Cobalah membaca dengan pikiran jernih!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews