Kerakap Asing untuk SBY

Selasa, 18 September 2018 | 16:55 WIB
0
604
Kerakap Asing untuk SBY

Apa yang penting dari investigasi Asia Sentinel, yang kemudian laporannya ditulis sendiri oleh founder-nya John Berthelsen? Bagi saya tidak ada! Saya sudah paham jauh waktu sebelumnya, bahwa ini sebuah operasi perampokan yang terencana, terstruktur, dan terorganisasi dengan sangat baik.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya sebagian kecil dari yang terlibat di dalamnya, tapi tentu saja ia dapat porsi yang sangat besar (kalau tidak bisa dibilang paling besar).

Investigasi itu mengungkap konspirasi pencurian uang negara hingga USD 12 miliar setara Rp177 triliun itu didapatkan dari masyarakat pembayar pajak dan dicuci melalui perbankan internasional. Sebanyak 30 pejabat dituduh terlibat dalam skema tersebut, tentu SBY harus disebut.

Laporan tersebut merupakan analisis forensik yang dikenal sebagai bukti, dan dikompilasi oleh satuan tugas penyidik dan pengacara yang tersebar tidak hanya di Indonesia, tapi juga Inggris, Thailand, Singapura, Jepang, dan sejumlah negara lain.

Laporan investigasi itu juga dilengkapi 80 halaman afidavit (atau keterangan di bawah sumpah), yang menyeret keterlibatan sejumlah lembaga keuangan internasional termasuk Nomura, Standard Chartered Bank, dan United Overseas Bank (UOB) Singapura.

Pada berkas gugatan Weston Capital International, disebutkan Bank Century menjadi awal konspirasi kriminal untuk merampok uang wajib pajak di Indonesia. Terdapat rekayasa saat pemerintah menetapkan Century sebagai bank yang gagal pada tahun 2008.

Secara sangat lugas dan tegas (terlalu kasar menurut saya), Asia Sentinel menyebut Bank Century sebagai ’Bank SBY’ untuk menggambarkan adanya konspirasi seputar pendirian dan kebangkrutan Bank Century. Sebab, bank tersebut disebut menjadi medium penyimpanan dana gelap yang dikuasai Partai Demokrat.

Apa yang disebut aksi kriminalitas yang jauh lebih besar, terjadi sejak pendirian Bank Century. Terdapat rekayasa sejak awal pemerintahan SBY sebagai presiden sejak tahun 2004— terkait merger antara Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC, menjadi Bank Century.

Sebuah kelompok gabungan 30 pejabat teras di pemerintah Indonesia telah bekerja sama selama 15 tahun untuk mencuri, melakukan pencucian uang serta menyembunyikan uang yang mencapai lebih dari USD6 miliar. Kejahatan itu dilakukan atas dasar perintah Presiden SBY dan mantan gubernur BI Boediono.

Di sini sudah sangat jelas, mengapa pada periode keduanya, SBY sangat berhutang budi padanya dan memberinya jabatan sebagai Wapres. Saya mencatatnya sebagai wapres paling tidak fungsional dalam sejarah NKRI.

Cerita ini masih berlanjut, setelah Bank Century dinyatakan bangkrut pada tahun 2008, lalu diakuisisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan melakukan rekapitalisasi serta mengubah namanya menjadi Bank Mutiara.

Dalam hasil investigasi yang termaktub dalam berkas gugatan Weston Capital Internasional, kasus tersebut berlanjut saat J Trust—bank besar asal Jepang—secara misterius menawarkan dana USD 989,1 juta atau setara Rp14 triliun pada 2013 untuk membeli Bank Mutiara. Persoalannya, sumber pendanaan dalam penawaran dari J Trust tersebut tak pernah teridentifikasi.

Meski begitu, J Trust mampu mengakuisisi Bank Mutiara tahun 2014. Akuisisi yang merujuk pada laporan investigasi tersebut, disetujui oleh sejumlah pejabat Indonesia.

Para pejabat Indonesia, demikian laporan investigasi itu, menyetujui J Trust sebagai pihak yang cocok sebagai pembeli Bank Mutiara. Padahal, J trust tak mengelola bank tersebut selazimnya bank komersial.

Weston Capital sendiri adalah perusahaan yang berbasis di Mauritius, mengklaim sebanyak USD 620 juta uangnya dicuri dalam kurun waktu 2008-2015, karena dicurangi dalam penjualan Bank Mutiara.

Di sinilah masalah SBY menjadi serius: ia tidak sekedar dituduh mencuri uang negara yang berasal dari pembayar pajak, tetapi juga dana-dana internasional yang begitu saja dikerakapnya....

Saya mempercayai semua ini adalah permainan para aktor yang sungguh profesional di bidangnya, mereka yang tanpa modal apapun namun hanya dengan "pengetahuan dan pergaulannya" bisa menuntut rente (atau bagian) yang sangat besar.

Di sisi teknis inilah, sebenarnya SBY dan keluarganya bisa merasa agak aman, karena sedemikian banyaknya aktor yang terlibat dan dilibatkan. Saya senang, ketika SBY tetap bungkam tapi istrinya malah bersuara keras sekali: "Buktikan, kalau ada sepeser pun saya bersedia dihukum!"

Ini mirip suara Anas ketika minta digantung di Monas!

Buat si Ibu, kecanggihan permainan ini tentu agak kurang masuk akal, gak nyampe saking teknis dan rumitnya. Kelak kalaupun ia diadili: ia cukup bilang tidak tahu, tak ingat, tak paham, blablabla... Karena realitas sesungguhnya memang begitu.

Bahkan bagi suaminya sekalipun, yang pada masa berkuasanya justru memanipulasi diri dengan banyak bernyanyi dan membuat album yang jelek sekali itu. Melupakan keruwetan operasi senyap yang membuat mereka kaya harta tanpa banyak bekerja. Mereka ini, tipikal raja kecil, asal terima upeti, hanya terima jadi, walau tetap berkeras dapat bagian paling besar.

Hal ini menjelaskan, bahwa dalam banyak perihal keluarga ini sangat itungan, cara mikirnya njlimet, jaim-nya kebangetan, dan (yang banyak orang tak tahu) ujungnya pelit sekali....

***