Setelah Idrus Marham “Tersengat” Listrik, Siapa Bakal Menyusul?

Selasa, 4 September 2018 | 10:25 WIB
0
667
Setelah Idrus Marham “Tersengat” Listrik, Siapa Bakal Menyusul?

Entah kebetulan atau tidak, yang jelas, setelah ada suara “keras” dari politisi senior Partai Golkar Fadel Muhammad dan Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie (ARB), kasus proyek PLTU Riau-1 mulai melebar ke aktivitas Golkar.

Ketika pengukuhan sebagai Guru Besar di Universitas Brawijaya, Kota Malang, belum lama ini, Fadel Muhammad sempat mengkritisi pilihan Joko Widodo sebagai petahana capres pada Pilpres 2019 kepada Rois Aam PBNU Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya.

Mestinya, Golkar yang berpeluang lebih besar daripada parpol Koalisi Jokowi lainnya. Inilah yang dikritisi oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut. Sikap kritis lainnya telah pula ditunjukkan ARB, mantan Ketua Umum DPP Golkar belum lama ini.

Sikap yang disampaikan oleh Ketua Wanbin Golkar itu yang menolak tindakan represif dan premanisme terhadap Gerakan #2019GantiPresiden, walaupun saat ini partai yang dipimpin Airlangga Hartarto telah mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019.

Meski Golkar yang paling pertama dan terdepan mendukung Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya selama dua periode, pihaknya menolak dengan keras cara-cara represif dan premanisme terhadap gerakan #2019GantiPresiden tersebut.

“Karena kebebasan menyatakan pendapat dijamin dan diatur oleh undang-undang,” katanya, Senin (27/8/2018). ARB juga mengecam aksi pelarangan Neno Warisman untuk menghadiri acara deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru.

Begitu juga pengepungan Ahmad Dhani di Surabaya. “Itu dilakukan dengan cara represif dan membiarkan tindakan premanisme ini tidak sejalan dengan iklim demokrasi yang sedang kita bangun serta tidak menunjukkan netralitas aparat dalam mengayomi masyarakat,” tegasnya.

ARB menganggap membiarkan tindakan main hakim sendiri masyarakat dan represif aparat tersebut sama saja menusuk Jokowi dari belakang. Karena, menurut penilaian ARB, ini sama sekali tidak menggambarkan cara mendukung yang baik dan benar.

“Meskipun berbeda pilihan akan tetapi kita harus saling hormat dalam perbedaan itu dan kebebasan dalam menyatakan perbedaan itu dapat dijamin,” ujarnya. Selain menolak keras cara-cara represif untuk menekan kebebasan berpendapat, ARB juga menyesalkan ucapan provokatif yang disampaikan oleh Ahmad Dhani.

Akan tetapi aparat juga hendaknya memberikan pembelajaran demokrasi kepada masyarakat dengan tidak memihak, dan bisa memfasilitasi serta mengatur masing-masing unjuk-pendapat sehingga terhindar dari konflik di lapangan.

“Kami juga mengimbau kepada aktivis #2019GantiPresiden untuk tetap bergerak dalam koridor peraturan perundangan dengan cara-cara santun, bermartabat, dan kepatuhan terhadap hukum,” katanya.

ARB meyakini pada 2019 nanti merupakan pesta demokrasi yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dia mengingatkan, jangan sampai cara-cara represif dan provokatif menodai ajang pesta demokrasi tersebut.

“Mari kita sama-sama saling menjaga aset bangsa terbesar kita yaitu demokrasi agar tidak rusak dan ternoda oleh tindakan provokatif dan represif,” tutupnya. Inikah yang membuat “bola panas” kasus korupsi PLTU Riau-1 meluas ke Golkar?

Yang jelas, tiga petinggi Golkar akan dipanggil KPK terkait suap proyek PLTU Riau-1 yang terlibat dalam Munas Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada 19-20 Desember 2017. Munaslub telah mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Golkar.

Petinggi Golkar yang disebut masuk dalam daftar agenda pemeriksaan, antara lain, Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang selaku Ketua Organizing Committee (OC) Munaslub 2017, dan Nurdin Halid selaku Ketua Penyelenggara Munaslub Golkar 2017.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, “Ya tentu saja (akan diperiksa), itu nanti akan dilihat oleh penyidik apakah keterangan yang terlibat di Munaslub ada relevansinya dengan perkara yang ditangani,” kata Alex, di Jakarta, Sabtu (1/9/2018).

Menurut Alex, penyidik memiliki alasan kuat dalam memanggil seseorang menjadi saksi. Terpenting, saksi yang dipanggil memiliki keterkaitan dengan perkara tersebut.

“Kalau dinilai bahwa ada korelasinya memanggil dan tidak hanya keterangan satu dua orang tapi alat bukti cukup ya akan kita panggil juga,” ujar Alex seperti dilansir Zamane.id, Sabtu (1/9/2018).

Untuk itu, Alex berharap agar Idrus bisa terbuka dan mengungkap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap proyek bernilai US$900 juta tersebut. Kejujuran Idrus dibutuhkan agar kasus suap proyek milik perusahaan plat merah ini menjadi terang.

“Lebih baik yang bersangkutan (Idrus) terbuka, kooperatif mengungkapkan kalau memang ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat,” katanya. Baik Airlangga maupun Agus Gumiwang sendiri sudah membantahnya.

Tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengungkap kucuran dana suap PLTU Riau-I yang diterimanya dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) mengalir ke acara Munaslub Partai Golkar.

Airlangga telah membantah ada aliran Rp2 miliar yang masuk ke pendanaan Musyawarah Munaslub Golkar yang mengukuhkan dirinya menjadi Ketua Umum. “Ketua OC Pak Agus Gumiwang (kini Menteri Sosial) mengatakan tidak ada,” kata Airlangga di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat (27/8/2018).

KPK tak memasalahkan bantahan pimpinan Golkar soal aliran dana untuk Munaslub lewat tersangka suap PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih yang menjadi bendahara di munaslub itu. KPK menegaskan semuanya akan terjawab di pembuktian.

“Semua orang boleh menyanggah, boleh membantah, tapi nanti akhirnya di pembuktian. Karena si Eni sendiri ketika ditangkap yang bersangkutan menjabat bendahara untuk penyelenggara,” ungkap Alex.

“Ya memang kita nggak bisa memisahkan uang Eni, karena yang terima Eni. Digunakan untuk apa saja yang jelas dia bendahara dan yang bersangkutan sudah menyampaikan salah satunya digunakan untuk Munaslub,” kata lanjut Alex di Pulau Ayer, Kamis (31/8/2018).

“IM (Idrus Marham) mengetahui Eni menerima uang dan sebagian dari uang itu digunakan untuk Munaslub Golkar, pada saat itu IM sebagai Sekjen Golkar,” ujar Alex.

“Ada komunikasi antara si Eni dengan IM, dan didukung juga dengan keterangan keterangan dari Johannes Kotjo. Intinya apa, si Eni itu ketika menerima uang dia selalu lapor ke Idrus Marham untuk disampaikan,” sambung dia.

Eni mengakui aliran duit senilai Rp 2 miliar untuk Munaslub Golkar dari Johannes Kotjo yang juga merupakan tersangka dalam kasus ini. Dia juga telah mengembalikan duit Rp 500 juta kepada KPK.

“Karena saya petugas partai, pasti saya kan ada perintah,” ungkap Eni, usai pemeriksaan di KPK, Rabu (29/8/2018). Mungkinkan proyek PLTU Riau-1 bakal “menyengat” tokoh Golkar seperti Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang, dan Nurdin Halid?

Bahkan, belakangan, nama Ali Mochtar Ngabalin juga mulai disebut-sebut ikut menikmati duit proyek PLTU Riau-1 tersebut. Ngabalin adalah Ahli Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi.

Berbagai kasus korupsi yang menyeret politisi Golkar ini sempat mengkhawatirkan Presiden Joko Widodo. Karena bisa memelorotkan peluang kemenangan pada Pilpres 2019. Wara wiri kasus korupsi menyeret elektabilitas partai beringin itu ke kisaran 10%.

“Kalau tren penurunan itu terus 6 persen, 5 persen, bahkan kemudian bisa di bawah 4 persen, boleh dikatakan bisa terjadi ‘kiamat' di Partai Golkar ini,” kata Akbar Tandjung kepada awak media beberapa waktu lalu.

Jokowi mengaku “was-was” dan meminta Golkar agar tidak pecah. “Harus solid, harus utuh,” ucapnya, seperti diceritakan mantan Mensos Idrus Marham. Mungkinkah kasus suap proyek PLTU Riau-1 dijadikan “sandera politik” agar Golkar tetap bersama Jokowi?

Menurut sumber Pepnews.com, kasus Eni yang menyeret Idrus terseret sebenarnya tidak ada kaitan. Tapi, dipaksakan terkait dengan bukti yang sangat lemah, “Yaitu rekaman percakapan tentang CSR listrik PLN di daerah perbatasan, dianggap membicarakan PLTU Riau-1.”

***