Aceh adalah kehormatan. Begitulah saya mengenal negeri paling barat Indonesia itu melalui bacaan sejarah. Kehormatan semakin menebal ketika di tahun 1998 saya menjadi editor buku “Aceh dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar sebagai Pejuang”.
Satu hari sebelum Hari Raya Idul Adha, Selasa 21 Agustus 2018, saya mengunjungi Bireuen. Bertemu ibu-ibu pengusaha mikro yang memperoleh kredit dari sebuah lembaga pembiayaan milik BUMN. Bekerja, berusaha, membantu suami menegakkan ekonomi keluarga, adalah sebuah kebanggaan, kehormatan. Rasa itu kembali menggetarkan hati.
Persis seperti kebanggaan dan kehormatan orang-orang Aceh ketika menceritakan sejarah penyebutan Aceh sebagai daerah modal. Dan pada masanya, Aceh menyandang Daerah Istimewa. Kebanggaan dan kehormatan orang Aceh bukan terletak pada tingkat keberhasilan ekonomi. Uereung Aceh Rayeuk Mat. Orang Aceh gengsinya tinggi.
Sejenak saya teringat pada kawan-kawan yang sebentar lagi berlaga di pemilihan anggota legislatif di semua tingkatan, termasuk pemilihan presiden. Jangan pernah mencoba-coba bagi-bagi sembako, atau apa pun yang sifatnya iming-iming untuk memilih salah satu calon.
Itu saya pelajari dari para ibu penerima kredit Mekaar. Kebanggan dan rasa hormat itu begitu terasa ketika mereka bisa melanjutkan usaha, lepas dari jerat kesulitan ekonomi, dengan mengandalkan kemampuannya, dan bukan belas kasihan. Apalagi pemberian-pemberian dengan tujuan tertentu.
Satu kelompok penerima kredit di Bireun yang saya jumpai, dengan bangga ingin mempopulerkan “Pli”, jenis bumbu yang diolah dari kelapa. Kelapa dibusukkan, dijemur, diperas hingga keluar minyak kelapa. Ampas minyak kelapa itulah yang kemudian diolah menjadi bumbu masakan khas Aceh. Cobalah menikmati citarasanya di berbagai rumah makan khas Aceh yang sudah banyak menyebar di berbagai kota di Indonesia.
Kalau tidak digunakan untuk bumbu dasar “Pli’u”, nama jenis masakan itu, “Pli” bisa juga diolah menjadi sambal. Kelezatannya bisa diadu dengan jenis masakan khas nusantara lainnya.
“Kami ingin ‘Pli’ bisa dikenal di seluruh Indonesia, kalau perlu sampai ke luar negeri,” ujar seorang ibu dengan penuh semangat. Produk buatannya terkenal bersih dan selalu dicari orang. Keinginan itu tak berlebihan. Apalagi bila melihat trend kegemaran makan makanan khas Aceh yang sudah menyebar di berbagai daerah.
Sejak digulirkan tahun 2015 pada pemerintahan Presiden Jokowi, kredit Mekaar sudah menyerap nasabah di seluruh provinsi di Indonesia. Di Aceh, nasabah Mekaar bukan hanya pengrajin “Pli” tetapi juga pedagang kecil, termasuk berbagai produk kerajinan.
Oh ya... satu hal lagi. Aceh bukan hanya kopi, masyarakat punya kekayaan kriya luar biasa. Sayang saya tidak sempat berkeliling, hanya sempat ke sentra pembuatan tikar pandan. Motifnya cantik-cantik. Saya membelinya untuk oleh-oleh. Jangan dibalik yaaaa... bukan saya bagi-bagi tikar?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews