Nikmatnya Saling Bully di Ajang Pilpres 2019

Sabtu, 25 Agustus 2018 | 11:46 WIB
0
660
Nikmatnya Saling Bully di Ajang Pilpres 2019

Dulu, tepat di depan jalan menuju komplek rumah ada tukang bakso yang selalu penuh dikunjungi konsumen karena rasa baksonya yang enak. Suasana antri adalah pemandangan yang lazim tiap harinya. Kerap terlihat banyak mobil mewah yang ikut parkir, tanda si mpunya sedang menikmati makan di saung warung baksonya yang reyot.

Reyot? Ya, memang reyot. Si tukang bakso hanya mempunyai saung reyot dengan dinding samping terbuka di belakang gerobaknya. Bambu-bambu penahan saung itu pun sudah tampak kusam, bahkan terkesan lapuk termakan usia. Di dalamnya, tersedia beberapa meja makan kayu sederhana saja. Ditambah jejeran batang bambu di samping saung yang dimanfaatkan sebagai meja konsumen makan bakso.

Singkat cerita, si tukang bakso usahanya maju melesat . Untuk pengembangan usahanya, tanah di sampingnya dia beli untuk memperluas lahannya. Saung reyot pun dia robohkan dan kemudian menjelma menjadi restoran bakso dengan tampilan yang sangat kekinian dan cukup mewah ber-AC.

Tapi apa yang terjadi?

Restoran bakso itu menjadi sepi pembeli. Konon, rasa baksonya tidak seenak dulu. Itu saja yang sering saya dengar alasannya.

Dalam beberapa kasus tempat makan, di samping unsur rasa dari sebuah makanannya itu sendiri, suasana warung reyot, kayu-kayu yang tampak lapuk, udara terbuka tanpa AC, adalah hal-hal yang menjadi pengalaman sendiri bagi konsumen. Bisa jadi, peluh bercururan saat makan bakso adalah ritual yang menjadikan bakso terasa enak dibanding di ruangan ber-AC.

Dalam dunia design digital, kondisi seperti itu biasa disebut sebagai UX (User Experience) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang sarat dengan sentuhan emosional.

Sementara rumah makan yang fokus memperhatikan tampilan yang terlihat atau kemasan, dalam dunia design digital disebut sebagai UI (User Interface) yaitu hal-hal yang terlihat di muka sebagai bungkus.

Wah, apa hubungannya cerita tukang bakso dengan ajang saling buli di Pipres seperti judul di atas?

Kiamat, eh… Pilpres 2019 sudah dekat, Sodara-sodara. Suka atau tidak suka, kita akan melihat keriuhan di media sosial dengan saling bully (buli) lagi antara satu kubu dengan kubu yang lainnya. Apalagi, peta pertempurannya hanya pengulangan dari Pilpres sebelumnya yaitu antara kubu Jokowi dan kubu Prabowo.

Gak bosan kalian?  Hahahaha…

Saling serang kelemahan lawan, dan saling sundul kelebihan jagoan adalah pola pertempurannya. Apakah pola itu efektif? Saya katakan tidak, itu sudah ketinggalan jaman, kawan.

Masalahnya, pola itu adalah adopsi dari konsep UI (User Interface). Konsep yang mengedepankan bungkus, belum menyentuh ke sisi emosi pengalaman target. Kecuali untuk tujuan "onani" di internal para pendukungnya.

Untuk urusan penetrasi pasar, tujuan mulianya adalah menjaring para golput dan swing voters serta memberikan ‘hidayah’ kepada pendukung lawan untuk kembali ke jalan yang lurus dan benar di jalan kubu kita.

Catat ya, itu.

Wahai para Jokower, coba anda bayangkan begini. Tanpa maksud menghilangkan rasa bangga orang Papua, misalnya untuk materi kampanye Jokowi, anda gunakan data canggih tentang keberhasilan pemerintah Jokowi dalam pekerjaan Tol Trans Papua yang dirancang sepanjang 4.320.Km (Sorong-Manokwari-Wamena-Jayapura-Merauke dan jalur Timika-Oksibil) dan sudah tersambung. Kalian semua akan bersorak.

Bagi para golput, swing voters dan kubu Prabowo yang ada di kampung Legok Hangseur, Jawa Barat, apakah data itu akan menyentuh mereka??  So what gituloh. Mereka aja untuk sekedar bisa pergi ke jalur yang ada angkotnya, harus bayar ojek untuk lewati jalan setapak dulu sepanjang 2 Km.

Jadi jangan heran ya kalau politisi sekelas Rachel Maryam selalu bermain-main di wilayah ini.

Data itu bagi mereka seperti angin lalu saja, tidak membuat tertarik melihat figur Jokowi, boro-boro mau memilihnya. Mereka akan tetap di posisi yang sama.  Data itu hanya berguna bagi kubu Jokowi sendiri, rame-rame beronani.

Dan kalian pun sama, wahai para Prabower.

Materi kampanye kalian yang hanya menyajikan data prestasi keberhasilan Prabowo yang tidak menyentuh secara personal ke pihak lawan, kalian sama saja beronani bebarengan. Para golput, swing voters dan pendukung lawan yang belum mendapat hidayah, tidak akan tertarik.

Contoh materi tentang prestasi Prabowo begini. Eu… bentar, apa ya…  Oh, ok. Tentang prestasi Prabowo saat lobby membebaskan kasus TKW di Malaysia misalnya. Tanpa maksud mengecilkan peran saudara-saudara saya yang menjadi pahlawan devisa ini, materi kampanye itu bagi banyak orang yang sudah mempunyai pekerjaan tetap tidak akan mempunyai dampak apa pun selain kesan heroik yang datang selewatan dan kemudian hilang terlupakan.  Para kaum golput, swing votersdan Jokower yang belum mendapat hidayah tidak akan tertarik sama sekali.

Lihat, materi positif saja susah untuk membuat orang tertarik, apalagi materi negatif yang sering kalian lancarkan. Materi seperti itu hanya akan membuat benteng pertahanan lawan dikuatkan untuk tidak mendengar anda. Materi seperti itu hanya cocok untuk membuat muncrat bersama-sama di lingkungan sendiri.

Lalu, mesti gimana Kakaaaaaa????

Gunakan konsep UX (User Experience). Buat materi-materi kampanye yang lebih dekat dengan target kalian. Materi-materi ringan yang berkaitan secara personal tanpa menjatuhkan lawan.

Buat para Jokower misalnya, bikinlah materi dengan konten-konten seperti saat Jokowi tergelak mendengar jawaban anak tentang ikan kon.. eh, tongkol. Itu human being banget. Jokowi tampil sebagai manusia seperti kita. Tertawa lepas tanpa beban. Anda di sana jangan terlalu lebay juga dengan menambah caption tambahan puja-puji yang nembus galaksi. Sampaikan apa adanya Jokowi.

Buat Prabower juga sama, materi kampanye anda pilih dengan konten-konten yang bisa memicu emosi sisi manusianya. Misalnya gini. Eu… bentar, apa ya. Oh, ok.. tentang misalnya bagaimana saat Prabowo merasa kelaparan dan takut disuntik saat tes kesehatan kemarin. Buat saya yang Jokower garis imut, melihat momen itu berkesan banget dan sangat gue banget. Karena saya juga takut disuntik.

Lah, kalau kampanye materinya hanya itu, mana orang tahu dengan prestasi dan kelebihan jagoanku??

Percayalah, di jaman digital seperti itu, info-info seperti itu akan datang dengan sendirinya. Coba buka aja di grup-grup WA atau timeline medsos anda, semua bisa anda lihat. Lagian, itu kerjaan media, jangan maruk juga ingin mengambil jatah kerjaan orang lain.

Intinya, kalian baik Jokower maupun Prabower, tidak akan efektif dan tidak akan merubah banyak apa pun jika yang kalian lakukan adalah sebatas sibuk menyanjung jagoan kalian dan rajin membuli jagoan lawan.

Dengan cara lebih banyak konten kampanye yang berkonsep user experience (UX), maka perang buli akan jauh berkurang, yang ada adalah adalah perang ide dan gagasan. Perang program dari jagoannya masing-masing.

Nantinya, bagi yang merasa kalah dengan program jagoannya, jangan malu-malu untuk hijrah ke kubu lawan. Jangan sok gengsi.

Karena itulah arti hidayah yang sehidayah-hidayahnya.

***