Gara-gara takut turis tak datang ke Lombok, pemerintah pusat tidak menyatakan gempa bumi di NTB sebagai bencana nasional. Alasan ini disampikan oleh dua menteri senior, yaitu Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Mensesneg Pramono Anung.
Alasan yang disampaikan ini sangat melecehkan rakyat Lombok, khususnya para korban gempa. Sebab, soal penerimaan dari pariwisata dipandang oleh pemerintah jauh lebih penting dari penderitaan para korban gempa. Duit dari turis lebih diutamakan ketimbang kesusahan rakyat.
Sungguh sangat tidak etis. Di mana pun di dunia ini, langkah pemerintah pusat atau pemerintah federal akan selalu cepat dan masif bila ada bencana yang skalanya besar. Mereka tidak pernah memikirkan pertimbangan pariwisata jika dampak suatu bencana sudah berada pada tingkat yang tak bisa lagi ditangani oleh pemerintah lokal.
DPR dan kalangan lembaga swadaya sudah menyampaikan imbauan agar bencana gempa NTB dijadikan statusnya sebagai bencana nasional.
Tetapi ,pemerintah pusat tetap tidak mau meskipun keadaan di lapangan memerlukan penangan bersama.
Penolakan pemerintah pusat untuk mendeklarasikan bencana NTB sebagai bencana nasional, hanya mengesankan dua hal. Pertama, pemerintah pusat tak punya kemampuan finansial. Kedua, pemerintah pusat ingin berlepas tangan.
Tentu kita tidak ingin kedua kesan ini. Karena itu, kita mengimbau lagi agar Presiden Jokowi segera menyatakan “bencana nasional” untuk gemapa NTB yang terjadi berulang dalam sepekan ini.
Sudah hampir 550 orang meninggal dunia dan ribuan rumah warga dan rumah ibadah hancur rata dengan tanah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews