"Ada bau amis darah di balik bangunan hancur, Pak," kata seorang warga kepada komandan peleton Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 18, Kodam IX Udayana, Lettu (Zeni) Heru Trianto.
Sebagai koordinator lapangan tim evakuasi gabungan, ia juga diberitahu ada suara orang minta tolong dari balik reruntuhan. Yonzipur 18 menurunkan dua kompi lapangan dalam satgas bencana alam di NTB. Mereka menjadi bagian dari sekitar 2.600 personel TNI yang dikerahkan.
Bau amis darah dan suara lirih meminta tolong itu berasal dari Pasar Pemenang. Pasar di Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara itu kalah. Kalah oleh alam.
Gempa bumi berkekuatan 7,0 SR pada Ahad (5/8/2018), pukul 19.46 WITA, meluluhlantakkan pasar kebanggaan masyarakat setempat. Rasa luluh lantak juga dialami masyarakat. Mereka kehilangan keluarganya. Hilang entah kemana.
Diperkirakan ada sejumlah penyintas gempa di NTB, khususnya di Lombok Utara.
Penyintas berasal dari kata sintas. Sintas artinya orang bertahan hidup dalam kondisi tidak diinginkan, dalam jangka waktu lama.
Seseorang yang mengalami kondisi demikian disebut penyintas. Istilah ini merupakan terjemahan dari kata survivor dari bahasa Inggris, berarti ‘orang yang selamat'.
Komandan Satgas Penanggulangan Bencana yang juga Komandan Korem 162/Wira Bhakti, Kolonel (Zeni) Ahmad Rizal Ramdhani meminta anak buahnya fokus terhadap informasi adanya korban di balik reruntuhan.
"Jangan terlambat memberikan pertolongan. Ini urusan nyawa nomor satu," kata lulusan Akademi Militer 1993 itu. Ia menyampaikan perintah itu kepada Komandan Kodim 1060 Lombok Barat, Letkol (Zeni) Djoko Rahmanto yang bertanggung jawab untuk wilayah bencana di Lombok Utara.
Selasa (7/8/2018) siang, saya menuju kantor Bupati Lombok Utara. Pada hari itu, Menko Polhukam Wiranto, Mensos Idrus Marham, dan Kasum TNI Laksdya Didit Herdiawan juga sedang mengunjungi pengungsi di lapangan kantor bupati.
Tak jauh dari kantor bupati, tim evakuasi mengangkat puing-puing di areal pasar mencari penyintas. Salah satu penyintas diketahui bernama Nadia Revalena (21 tahun). Seorang mahasiswi ilmu keperawatan. Ia bertahan hidup setelah dua hari tertimbun reruntuhan bangunan pasar.
Bagai memiliki dua napas, Nadia menjadi penyintas selama dua hari. Bertahan dengan tubuh bau amis, karena pecahan telur yang melumuri tubuhnya. Tumpukan beras dan beton bangunan menutupi tubuhnya.
Ia beruntung. Teriakannya minta tolong didengar warga. Dan warga melaporkan kepada personel TNI yang bertugas mengevakuasi korban gempa. Tubuh lemas Nadia dapat diselamatkan. Ia satu dari sekian banyak penyintas.
Penyintas terbanyak berada di sejumlah masjid. Saat gempa terjadi, mereka sedang melaksanakan salat Isya berjamaah.
Reruntuhan bangunan Masjid Jamiul Jamaah di Karang Pancor, Pemenang, Lombok Utara, belum terurai. Setiap yang melawati masjid itu, mata tak berkedip. Fokus melihat rumah ibadah Muslim yang menyisakan kisah pilu.
Diduga ada sekitar 40-50 orang jemaah tertimbun reruntuhan masjid. Termasuk keluarga dari Lalu Muhammad Zohri, juara dunia junior lari 100 meter putra.
Gempa di NTB ini memang mengejutkan. Tiga hari liputan gempa di Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara dan Lombok Timur, sudah pasti kurang tidur.
Betapa tidak, hampir tiap setengah jam terjadi gempa susulan. Magnitudonya bervariasi antara 3-6 SR.
Hingga kini, terjadi sekitar 600 kali gempa susulan. Saya pun sudah tidak bisa lagi membedakan. Apakah gempa atau sedang pusing kepala? Suara bunyi mobil ambulans pun sudah seperti hal biasa, karena tiap satu jam mobil-mobil itu melintas di Mataram.
Hingga 14 Agustus 2018 ini, berdasarkan informasi dari Posko Induk Provinsi NTB, tercatat korban meninggal dunia 458 jiwa. Terbanyak di Lombok Utara 396 jiwa. Sedangkan korban luka berat yang dirawat di rumah sakit 1.046 jiwa. Pengungsi 417.529 jiwa. Rumah yang hancur 71.740 unit.
Saya beruntung mendapatkan akses informasi bencana alam itu sejak gempa mengguncang NTB pada Ahad, 5 Agustus 2018 lalu. Malam itu juga saya sudah berkomunikasi dengan Sekjen Kementerian Sosial, Hartono Laras. Keesokan harinya, saya sudah berada di Lombok. Data-data lengkap pun diberikan oleh Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat. Harry langsung memimpin tim Kemensos di lapangan.
Sedangkan data lapangan saya peroleh dari penjelasan Panglima Kodam IX Udayana, Mayjen Benny Susianto, serta Danrem Kolonel (Zeni) Ahmad Rizal Ramdhani. Mereka yang selalu memberikan penjelasan kepada petinggi pemerintahan, termasuk kepada para menteri maupun presiden.
Saya salut kepada para relawan yang terintegrasi. Antara lain dari TNI, Polri, BNPB, Basarnas, Kemensos, Kemen PUPR, Kemenkes, Kemenkominfo, Kemenag, Kemendikbud, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, LAPAN, PMI, FPI, PKPU Human Initiatif, Baznas, ACT, media massa, dan sejumlah majelis keagamaan, serta lembaga swadaya masyarakat lainnya.
Betapa bencana membuat solidaritas anak bangsa menjadi satu. Tanpa membedakan asal usul suku, agama, ras, antargolongan, profesi dan segala identitas yang melekat.
Saya cuma bisa berdoa, semoga para relawan itu mendapatkan pahala dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah. Keluarga yang tertimpa musibah, semoga mendapatkan yang terbaik dari Sang Pencipta.
***
Selamat Ginting
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews