Jagad politik heboh, ada tontonan menarik tadi malam. Panggung politik selalu dinamis, seperti bergesernya lempeng di perut bumi yang menimbulkan goncangan atau gempa politik.
Wakil Sekjen partai Demokrat Andi Arief mengungkapkan rasa kecewa dan marah kepada Prabowo sebagai capres, dengan sebutan: "Jenderal Kardus". Menurut Andi Arief, Prabowo lebih mementingkan uang daripada perjuangan.
"Di luar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar. Sandi Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing-masing Rp500 M menjadi pilihannya untuk cawapres," sebut Andi Arief.
Menurut Andi Arief, Prabowo ingin menggandeng Sandiaga Uno untuk menjadi cawapres mendampingi Prabowo dalam pilpres 2019. Dan untuk memuluskan itu Sandiaga Uno memberi kompensasi kepada dua partai pendukung, yaitu PAN dan PKS.
Dan, menurut keterangan Andi Arief masing-masing partai akan mendapat ganti rugi Rp500 Milyar. Tentu ini komitmen atau kesepakatan di awal. Dan belum terjadi transaksi, sudah keburu dibocorkan oleh Andi Arief.
Dan jelas partai PAN dan PKS menolak pernyataan Andi Arief karena menyangkut marwah partai, sekalipun berita itu juga benar.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo sudah sepakat untuk berkoalisi dan dalam pertemuan pertama mereka saling cipika-cipiki dan saling sanjung puja dan puji. Bahkan mereka berdua juga langsung melakukan kritikan kepada pemerintah soal jumlah kemiskinan yang semakin bertambah.
Bahkan pertemuan demi pertemuan mereka lakukan untuk mematangkan kesepakatan di antara partai koalisi dan menentukan, siapa cawapres dari Prabowo.
Karena alotnya di antara partai pendukung,seperti PAN, PKS, Gerindra dan Demokrat soal penentuan cawapres Prabowo, hal itu menimbulkan friksi di antara mereka. Semua partai memaksa kadernya yang menjadi cawapres Prabowo.
Seperti PKS memaksa untuk mematuhi Ijtima Ulama, yaitu Salim Segaf Aljufri dan Abdul Somad, karena Abdul Somad menolak, maka peluang jatuh pada Salim Segaf, tapi elektabilitasnya sangat rendah.
Sedangkan Demokrat menyodorkan AHY sebagai cawapres untuk mendampingi Prabowo. Karena semua partai pada pendirian masing-masing, Prabowo pun pusing atau bahkan bingung. Masuklah kemudian nama Sandiaga Uno yang notabene adalah kader Gerindra. Nama yang nyelonong.
Dan supaya dua partai PKS dan PAN bisa menerima Sandiaga Uno sebagai cawapres, maka kedua partai tersebut mendapat uang kompensasi atau ganti rugi masing-masing 500 Milyar. Itu kata Andi Arief.
Tapi rupanya hal ini membuat partai Demokrat kecewa dan tidak menerima dengan cara-cara yang dilakukan oleh Prabowo.
Kemarin-kemarin kemesraan antara Demokrat dan Gerindra bisa dilihat publik, tapi sekarang publik juga disuguhi oleh tontonan oleh orang-orang tua yang mengaku negarawan dan mengaku memperjuangan kepentingan masyarakat.
Kalau pun antara Partai Demokrat dan Gerindra tetap berkoalisi dan cawapresnya adalah misal AHY, tetap saja hubungan ini sudah terasa hambar dan tidak ada chemisty di antara kedua partai tersebut.
Ibaratnya orang mau menikah, pas mendekati hari pernikahan malah timbul masalah, dan masalahnya tidak ringan.
Demokrat mau kembali mendukung Jokowi pasti malu, mau ditaruh mana muka SBY yang balik arah mendukung Prabowo dengan mencari kambing hitam dengan nama Megawati sebagai alasan.
"Kemesaraan ini janganlah cepat berlalu," kata Iwan Fals.
Duh, jangan-jangan kemesraan sudah berlalu, seperti bajaj lewat dan menghilang di tikungan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews