Madura In Memory (9): Harapan Madura Atas Gubernur Terpilih Khofifah

Minggu, 5 Agustus 2018 | 12:47 WIB
0
688
Madura In Memory (9): Harapan Madura Atas Gubernur Terpilih Khofifah

Sebagai mantan Menteri Sosial RI, bagi Khofifah Indar Parawansa mungkin tak terlalu sulit untuk merealisasikan janjinya saat kampanye pada Pilkada Jatim 2018 lalu. Pengalamannya mengatasi kemiskinan dan persoalan sosial tentunya akan lebih mudah.

Kondisi ekonomi masyarakat di Madura memang masih terpuruk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, empat kabupaten di Pulau Garam masuk di enam besar daftar kabupaten/kota termiskin di wilayah Jatim.

Posisi pertama disandang Kabupaten Sampang dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 227.800 orang. Kemudian, disusul

Bangkalan sebanyak 205.710 orang. Sumenep berada di posisi empat dengan jumlah penduduk miskin 216.140 orang. Lalu, Pamekasan, di posisi paling buncit. Yakni, posisi enam dengan jumlah warga miskin sebanyak 142.320 orang.

Melansir Jawapos.com, Selasa (18/7/2017), data tersebut hasil rekapitulasi pendataan warga miskin pada 2016 lalu. Gubernur Jatim Terpilih Khofifah Indar Parawansa pernah berjanji akan menggelontorkan APBD sebesar Rp 1,6 triliun/tahun untuk memajukan Madura. Khofifah akan lebih fokus membangun Madura.

Sampai saat ini Khofifah dan tim sudah menyiapkan hitungan untuk pengembangan kawasan. Karena, kata Khofifah, Madura merupakan bagian dari provinsi Jatim yang memiliki banyak potensi dari segi sumber daya alamnya.

Tapi, saat ini Madura menjadi daerah yang diterpa masalah kemiskinan sehingga pemerintah provinsi terus melakukan kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya. Selain itu, pendidikan juga menjadi fokus utama bagi Khofifah.

Mengutip TribunJatim.com, hal itu disampaikan Khofifah usai penetapan Gubernur Jatim terpilih di Wyndham Hotel, Surabaya, Selasa (24/7/2018) malam. Untuk mengatasi berbagai problem masyarakat di Madura, ia akan membangun Madura hingga kepulauannya.

Khofifah berharap agar warga Madura terutama para ulama dan tokoh muda di Madura harus menjadi lokomotif dari pembangunan. Para ulama dan tokoh muda di Madura harus menjadi lokomotif dari pembangunan yang akan dikembangkan di Madura maupun di kepulauan.

Senada dengan BPS, Hasil Kajian Ekonomi Regional (KER) Jatim dari BI menunjukkan, selama 2013-2015, Madura merupakan daerah termiskin di Jatim dengan rata-rata sebesar 21,86%. Angka itu jauh lebih tinggi di atas rata-rata kemiskinan nasional, mencapai 11,19%.

Kemiskinan di Madura terjadi di semua kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Berdasarkan data BPS Jatim, persentase tingkat kemiskinan absolut di Jatim pada 2012 dan 2014 masing-masing sebesar 13,08% dan 12,28%.

Pada periode tersebut, tingkat kemiskinan di wilayah Madura tercatat paling tinggi, yakni mencapai 28% di 2012 dan 26% di 2015. Pendapatan per kapita masyarakat Madura juga paling rendah di Jatim.

“Di kisaran Rp 9 juta-Rp15 juta per tahun, jauh di bawah angka Jatim yang mencapai Rp 30 juta per tahun,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Jatim, Difi Ahmad Johansyah, seperti dilansir berbagai media.

Untuk tingkat pendidikan, data BPS Jatim menunjukkan, angka partisipasi sekolah (APS) di Madura untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama sebanding dengan rata-rata Jatim, yakni mencapai 90%.

Sementara APS untuk tingkat menengah relatif rendah, yaitu 69,8% di Pamekasan, 58,7% di Bangkalan, dan 55,3% di Sampang. APS tingkat menengah atas ini lebih rendah dibanding rata-rata Jatim 70,4%.

Kegiatan ekonomi mayoritas masyarakat Madura masih terpusat di lapangan usaha pertanian. Berdasarkan data BPS Jatim pada periode 2012 dan 2015, persentase penduduk di Madura yang bekerja di lapangan usaha pertanian di kisaran 55%-80% dari total penduduk.

“Mayoritas angkatan kerja di Madura menamatkan jenjang pendidikan dasar. Sementara lulusan dengan jenjang pendidikan menengah ke atas relatif rendah,” imbuh Difi Ahmad Johansyah.

Selama dua periode Gubernur Soekarwo dan Wagub Saifullah Yusuf memimpin Jatim ini, Madura nyaris tak tampak sama sekali adanya perubahan, kecuali pembangunan Jembatan Suramadu. Padahal, rakyat Madura dua kali memenangkannya.

Prestasi Khofifah

Saat menjabat Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa dinilai banyak pihak sudah sangat luar biasa dalam mengendalikan Kementerian Sosial (Kemensos) dan menggerakkan roda-roda birokrasi dari pusat sampai daerah.

Selama 2 tahun, Khofifah hampir tak pernah berhenti turun lapangan memastikan kebenaran angka-angka penyandang masalah kesejahteraan sosial (terutama akurasi data kemiskinan) di pedesaan, perkotaan, daerah pesisir, dan di kepulauan kecil terluar serta perbatasan.

Hasil “penelitian” itu kemudian dibicarakan bersama dan seksama dengan para pihak: BPS, Bappenas, BI, para direktur bank pemerintah, dan Menteri BUMN, serta dilakukan cross check data NIK di Kemendagri.

Selain pendataan, Kemensos juga membangun sistem kerja terintegrasi dengan berbagai lembaga dan kementerian lain melalui Peraturan Menteri Sosial. Kemensos juga melatih SDM terampil yang bisa diperbantukan di masing-masing daerah (provinsi, kabupaten/kota).

Terobosan inovatif ini telah bergerak terintegrasi dengan irama yang sama, tetapi memang kecepatannya masih terbatas. Program inovatif Kemensos tersebut diakui telah menyentuh langsung penduduk miskin yang, menurut data BPS, berkisar 10,64% atau sekitar 27,77 juta orang miskin, setara dengan 15 juta keluarga miskin.

Selain itu, terobosan program juga menembus kebutuhan masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang, jika dikategorikan, meliputi 26 jenis. Terobosan inovatif ini dilakukan sebagai implementasi Nawa Cita Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sesuai amanat konstitusi pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Negara wajib menyediakan fasilitas pelayanan umum maupun kesehatan yang layak, harus pula memberikan perlindungan dan jaminan sosial yang memadai serta pemberdayaan riel bagi masyarakat miskin dan PMKS sesuai martabat kemanusiaan.

Karena itu, inovasi program tidak hanya terfokus pada perlindungan dan jaminan sosial fakir miskin saja, tetapi juga manyasar rehabilitasi PMKS, diantaranya rehabilitasi korban narkoba, anak bermasalah, penanganan lansia, orang cacat, eks napi teroris miskin, anak terlantar dan juga pekerja migran yang bermasalah.

Sistem penyaluran bantuan pun mengalami perubahan, tidak lagi dikirimkan uang lewat pos seperti dulu, tetapi diberikan secara non tunai melalui bank pemerintah yang telah memiliki jaringan sampai ke pelosok desa.

Keluarga miskin penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang nominal bantuan (saat ini) Rp 1.890.000/penerima, dan juga PMKS (terutama lansia terlantar, penyandang disabilitas berat, dan eks napi teroris miskin) cukup memegang kartu combo.

Semua jenis bantuan sosial dijadikan satu kartu dalam Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang, secara terus-menerus (real time) diverifikasi dan divalidasi kebenarannya dengan sistem IT yang terintegrasi sampai level bawah.

Dengan demikian penyaluran dan pemberian bantuan berjalan efektif, berkualitas, dan terkontrol dalam sisi pemenuhan target 6T (Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat waktu, Tepat kualitas, dan Tepat administrasi).

Bantuan beras pun, yang dulu harus diganti dengan bayar harga murah, nantinya diberikan secara cuma-cuma tanpa bayar. Bahkan, saat ini di 44 kota telah disediakan uang pengganti beras sejahtera Rp 110 ribu/bulan yang bisa ditukar dengan beras, gula, minyak, dan teluar di e Warong Kube.

Keluarga miskin dan PMKS bisa mencairkan kapan saja dengan kartu combo KKS di kantor bank pemerintah terdekat. Jika ada kesulitan, petugas pendamping yang sudah dilatih siap membantu, bahkan petugas bank juga akan memberikan bantuan seperlunya. Kartu KKS merupakan rumah bagi segala macam bantuan sosial yang telah diintegrasikan.

Dengan terobosan inovasi program dan sistem kerja Kemensos yang dilakukan tanpa henti selama dua tahun, kini Kabinet Kerja Presiden Jokowi meningkatkan perhatiannya terhadap keluarga miskin, dan juga menambah alokasi dana bantuan dalam APBN cukup besar.

Jika dulu (2014) jumlah keluarga miskin penerima bantuan PKH sebanyak 2,7 juta keluarga (tidak termasuk Papua, Papua Barat, dan 4 provinsi lainnya) dengan besaran dana bantuan Rp 7,6 triliun, maka pada dua tahun berikutnya (2016) meningkat menjadi 6 juta keluarga miskin penerima bantuan PKH dengan dana bantuan sebesar Rp 21 triliun.

“Dua tahun ke depan diharapkan terus meningkat lagi hingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan secara signifikan,” ungkap Khofifah saat masih menjabat Mensos.

Karena itu wajar, jika kemudian kinerja Mensos Khofifah mendapat banyak pujian dan penghargaan, baik dari lembaga non pemerintah, pemerintah sendiri, dan juga kalangan media nasional maupun asing.

Menurut Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jatim Harun Al Rasyid, dengan pengalaman dan prestasi selama menjabat Mensos itu, diharapkan Khofifah bisa mengatasi persoalan yang ada di Madura selama dua periode kepemimpinan Gubernur Soekarwo ini.

“Saya yakin, bersama para tokoh dan ulama di Madura, Ibu Khofifah bisa segera mengejar ketertinggalan Madura yang nyaris tidak disentuh Pak Karwo selama ini,” lanjut Harun Al Rasyid, politisi asal Bangkalan ini, kepada Pepnews.com.

SELESAI

***