Beberapa kali muncul pertanyaan: kalau di bawah garis kemiskinan "hanya" 25an juta, kenapa yang menjadi PBI (Penerima Bantuan Iuran) dalam JKN sampai lebih dari 100 juta?
Jadi memang ada beda konsep. Dalam JKN, yang masuk PBI adalah 40% penduduk termiskin masuk dalam PBI. Ini mengikuti konsep Bank Dunia yang membagi 40% terbawah berpendapatan rendah, 40% menengah dan 20% atas. Kepada 40% berpendapatan rendah itulah diberikan bantuan iuran JKN sebagai kelompok PBI.
Dengan pemahaman ini, bukan jumlah absolut di bawah garis yang lebih penting. Ini sudah jelas harus masuk PBI. Tetapi ada kelompok "hampir miskin" yang sangat rentan menjadi miskin karena biaya kesehatan. Maka JKN mencakup 40% rakyat termiskin sebagai PBI.
Jumlah PBI 2017 kemarin pada angka 92,4 jutaan. Target tahun ini naik ke 107 jutaan. Jadi, sebenarnya pemerintah juga menggunakan konsep 40% termiskin dalam hal JKN. Walau melaporkan bahwa yang miskin "hanya" 25 jutaan.
Tabel 1 ini dari laman BPJS, hanya menampilkan data di bawah garis kemiskinan. Tabel 2 ini dari lebih komprehensif laporannya karena membagi juga kelompok yang hampir miskin.
Saya yakin, BPS juga memiliki data-data seperti tabel kedua. Karena tentu harus ada dasar untuk penentuan kuota PBI dalam JKN.
Agar tidak jadi ribut, maka sebaiknya disajikan data seperti tabel kedua. Dengan demikian, yang menyatakan rakyat miskin 25 jutaan (satu digit) memang benar. Yang menyatakan 100 jutaan juga betul. Hanya beda sudut pandang, tapi sebenarnya sama-sama menerima datanya.
Bagi rakyat? Yang penting terjamin oleh negara.
Salam Satu Indonesia!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews