Mention atau menyebut nama di dunia nyata ternyata jauh penting dibanding dunia maya. Gara-gara nama Yusril Ihza Mahendra dan Zulkifli Hasan tidak disebut-sebut dalam rekomendasi Ijtima Ulama, maka mutung-lah kedua politikus itu.
Penolakan kedua politikus papan atas yang masing-masing memimpin partai politik itu berpotensi "dibonsai", dikerdilkan atau bahkan diabaikan. Persoalannya, hanya varian pasangan Prabowo-Abdul Somad dan Prabowo-Aljufri saja yang disebut dalam rekomendasi itu.
Kalau Yusril dari PBB dan Zulkifli dari PAN kecewa dan mungkin balik badan, tidak demikian PKS. Tentu saja para petinggi yang dulunya disebut partai dakwah itu sumringah karena nama kadernya, Salim Segaf Al Jufri disebut alias di-mention dalam rekomendasi itu.
Hasil keputusan Ijtima' Ulama merekomendasikan dua nama untuk mendampingi Prabowo sebagai capres, yaitu Salim Segaf Aljufri dan ustadz yang lagi naik daun, yaitu Abdul Somad.
Rupanya rekomendasi Ijtima' Ulama ini disambut oleh partai-partai pendukung dengan berbagai komentar.
Karena dalam rekomendasi Ijtima' Ulama tersbebut ada nama Salim Segaf Aljufri yang notabene adalah Ketua Majelis Syuro PKS. Tentu rekomendasi itu menguntungkan PKS karena kadernya masuk dalam rekomendasi untuk mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres.
Dan hasil rekomendasi itulah yang dijadikan posisi tawar PKS kepada Prabowo. Kalau menolak berarti Prabowo menolak hasil rekomendasi Ijtima' Ulama.
Sedangkan partai PBB menolak hasil rekomendasi Ijtima' Ulama. PBB tidak akan mengikuti rekomendasi yang hanya mengasilkan dua nama tersebut. Kenapa PBB menolak hasil Ijtima Ulama? Karena nama Yusril Ihza Mahendra tidak masuk dalam hasil rekomendasi Ijtima' Ulama. Justru PBB berpatokan pada hasil Rakornas PA 212 yang mana nama Yusril masuk dalam rekomendasi untuk menjadi capres atau cawapres.
Belum dari partai PAN,yang nama ketua umumnya Zulkifli Hasan juga tidak masuk dalam hasil rekomendasi Ijtima Ulama. Tentu partai PAN merasa dirugikan atau hanya menjadi suporter saja atau mendukung dari kader partai lain.
Zulkifli Hasan berpendapat PKS jangan memaksakan atau bersikukuh supaya Probowo menggunakan hasil rekomendasi Ijtima' Ulama.
"Kita jangan kukuh-kukuhan, capres itu akan memilih pendampingnya dan pada akhirnya capres yang tentukan," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 31 Juli 2018.
Zulkifli berpendapat lebih baik Prabowo sendiri yang memilih dan menentukan cawapresnya tanpa intervensi atau desakan dari partai pendukung.
Sedangkan partai yang belakangan bergabung yaitu Demokrat, menyerahkan sepenuhnya kepada capresnya yaitu Prabowo untuk memilih cawapresnya.
Tetapi sekalipun nama AHY tidak masuk rekomendasi Ijtima Ulama bukan berarti nama AHY tidak masuk bursa cawapres yang akan menjadi pendamping Prabowo.
Inilah politik, kalau nama kadernya tidak masuk sebagai bursa cawapres sudah pada ribut sendiri di antara partai pendukung.
Hasil rekomendasi Ijtima Ulama, di satu sisi menguntungkan salah satu partai pendukung, karena kadernya masuk sebagai calon, tetapi di satu sisi partai pendukung yang lain tidak harus mengikuti hasil rekomendasi Ijtima Ulama.
Belum apa-apa sudah eker-ekeran dan ribut sendiri-sendiri di antara partai pendukung. Inilah dinamika politik!
Salah rekomendasi juga, mengapa tidak disebut saja varian lainnya seperti Prabowo-Zulkifli, Prabowo-Yusril, Prabowo-AHY, Prabowo-Anies, Prabowo-Amien dan Prabowo- ..... (mohon isi sendiri, capek saiya hehehe...)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews