Melihat saya ngesyer (share) video sidak ke sel mewah Ustaz Luthfi Hasan Ishaq, beberapa kawan merespons: "Lho yang busuk memang sistemnya, toh yang berkamar mewah bukan cuma LHI. Kenapa yang kau pasang cuma LHI?"
Nah, ini sudah kembali ke pola lama ketika kalimat-kalimat template muncul: "Kenapa yang dibesar-besarkan cuma korupsi PKS? Bukannya PDIP lebih korup? Jadi kamu itu benci PKS apa benci Islam?"
[embed]https://youtu.be/Tdun0At0XFg[/embed]
Dulu, saya pernah menulis soal itu. Jalan marketing berbasis akhlak memang berat. Yang disorot oleh "konsumen" bukan lagi sebatas produk yang ditawarkan oleh si penjaja, melainkan juga kualitas moral si penjaja tersebut. Itulah yang menyebabkan tuntutan tanggung jawab kepada PKS lebih besar ketimbang kepada PDIP.
(Analisis marketing tersebut ada di salah satu tulisan di dalam buku Out of The Lunch Box #OOTLB, makanya beli, eh, baca.)
Nah, sekarang, ketika sel mewah LHI terbongkar, tiba-tiba banyak orang bilang "Lho yang lain kan sama saja to?"
Eits, masalahnya tidak sesederhana itu Bung. Bahwa Setnov korup semua sepakat. Bahwa Akil Mochtar nyolong semua setuju. Tapi bahwa LHI maling duit negara, tidak semua setuju. Banyak pendukungnya yang yakin dia cuma korban fitnah dan konspirasi dalam menghancurkan PKS dan mengerdilkan kekuatan umat Islam.
Ya kan? Ingat nggak? Mosok mau pura-pura lupa?
Nah, setelah kamar mewah Pak Ustaz terbuka dan bisa dilihat siapa saja, masihkah antum yakin bahwa beliau cuma korban fitnah belaka?
Iya, saya paham, fakta itu tidak cukup jadi bukti bahwa beliau korupsi. Tapi setidaknya tampak nyata bahwa LHI bukan sosok lugu bersih dan suci sebagaimana yang diyakini sebagian orang selama ini hehe.
Tapi kalau tetap yakin bliow tanpa cela sih ya udah gapapa, ane nyerah aja.
Thanksbye.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews