Ada acara Ijtima Ulama yang digelar GNPF. Hasil dari pertemuan itu merekomendasikan Prabowo sebagai Capres. Ada dua yang diajukan sebagai Cawapres : Salim Segaf Aljufri dan Abdul Somad.
Prabowo hadir di acara itu dan memberikan sambutan.
Pertanyaanya apakah Prabowo akan mendengarkan kesimpulan para 'ulama' disana, dengan menjadikannya Salim Segaf dan Somad sebagai Cawapres?
Kemungkinan besar, gak.
Setelah Prabowo menghadiri pertemuan tersebut, esoknya dia terus menjalin komunikasi dengan SBY. Kita tahu SBY menyorongkan anaknya AHY sebagai Cawapres. Kayaknya pembicaraan mereka juga makin intensif.
Tampaknya ocehan ulama di acara Ijtima itu bagi Prabowo bisa ditanggapi sekadarnya saja. Prabowo datang ke acara itu lebih bermaksud untuk mendengarkan dukungan bagi dirinya ketimbang mendengarkan usulan 'ulama'.
Mungkin juga ulama di sana paham, omongannya gak akan didengarkan Prabowo. Mereka juga sadar, berkumpulnya mereka untuk seorang politisi dengan maksud menyediakan diri untuk ditunggangi. Bukan untuk diikuti nasihatnya.
Artinya semua orang yang hadir di acara itu, dengan baju koko dan peci putih atau jubah dan ubel-ubel, dengan mengusung nama ulama, dengan menempelkan simbol-simbol agama, pada akhirnya cuma usaha simbolis untuk menstempel Prabowo dengan cap islami.
Padahal kata ketua PKS Sohibul Iman, Prabowo bukan termasuk penganut Islam yang taat. Sohibul Iman juga bicara jujur sebagai cara menekan Prabowo agar mau meluluskan kader PKS sebagai Cawapresnya.
Baik bagi Sohibul maupun ulama yang berkumpul kemarin, istilah-istilah agama memang cuma dijadikan aksesoris politik. Prabowo itu jadi muslim taat bila mau berpasangan dengan kader PKS. Prabowo bukan muslim taat kalau menolak kader PKS sebagai Cawapres.
Ukuran ketaatan diukur dari seberapa jauh Prabowo mau bekerja sama dengan PKS. Soal bagaimana ibadahnya, penghayatannya pada agama, perilaku dan akhlak keagamaan, bagi PKS itu bukan ukuran seseorang sebagai muslim taat atau tidak.
Dengan kata lain ketaatan gak ada hubungannya dengan agama. Ukuran ketaatan berhubungan erat dengan PKS.
Tapi Prabowo juga tahu. Dia gak terlalu penting mau dibilang muslim taat atau gak. Baginya sekarang lebih penting jadi Capres. Makanya rekomendasi ulama dan tekanan PKS hanya dihitung dalam pertimbangan politik. Bukan pertimbangan keagamaan, misalnya sebagai santri yang nunut nasihat ulamanya.
Jika ujung-ujungnya adalah pertimbangan politik, yang menghitung faktor menang dan kalah atau untung dan rugi, bukan manfaat dan mudharat, lalu buat apa bawa-bawa nama agama dan ulama?
Jika para ulama atau orang yang mengaku ulama itu tahu, bahwa rekomendasi dan nasihatnya hanya akan didengar sambil lalu, buat apa juga cawe-cawe ngurusin soal copras-capres.
Ohh, begini. Para penggagas Itima Ulama itu sebenarnya adalah para politisi yang memakai jubah ulama, jadi bukan sedang memainkan peran keulamaan. Nama ulama ditempelkan saja agar bisa mengklaim mewakili umat Islam.
Apakah Prabowo akan mengikuti rekomendasi dan nasihat hasil Ijtima Ulama?
Ujungnya adalah pertimbangan politis yang menentukan. Sebab Prabowo dan semua orang tahu, sesungguhnya acara tersebut adalah Ijtima Politisi. Bukan Ijtima Ulama.
"Mbang, kalau Ijtima tukang bubur rekomendasinya apa?" tanya Abu Kumkum.
"Makannya jangan diaduk, kang," jawab Bambang Kusnadi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews