Dalam aksi bersih-bersih di Kali Surabaya, 5 kw limbah popok diangkat dari bawah jembatan Karangpilang Surabaya. Sebanyak 5 kw popok itu berhasil diangkat setelah kelompok aktivis lingkungan dibantu warga menggelar bersih-bersih sungai di Kali Surabaya itu.
Aktivis lingkungan bersih-bersih di sungai yang terletak di perbatasan Surabaya-Sidoarjo itu sekitar lebih dari 2 jam. “Sebagian besar berada tepat di bawah Jembatan Karangpilang,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi.
Selain untuk memperingati Hari Sungai, acara bersih-bersih tersebut juga guna memperingati program jangka panjang setahun “Gerakan Sungai Brantas Bebas Popok 2020”.
“Setahun lalu, kami juga melakukan bersih-bersih di jembatan lama Karangpilang, saat itu kami juga temukan banyak popok," jelasnya. Atas temuan itu, pihaknya sempat melaporkan kepada pemerintah (Pemkab Sidoarjo, Pemkot Surabaya, dan Gubernur Jatim).
Tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut penanganan yang serius. Pemerintah, menurut Prigi, harus bertindak tegas soal banyaknya popok di Kali Surabaya, mengingat lebih dari 4 juta warga Surabaya bergantung pada air Kali Surabaya.
Penelitian yang dilakukan Ecoton pekan lalu, di lambung ikan yang hidup di Kali Surabaya, ditemukan fragmen plastik. “Ini artinya, popok yang dibuang di Kali Surabaya dimakan oleh ikan,” pungkasnya, seperti dilansir Kompas.com, Senin (30/7/2018).
Menurut Andreas Agus, salah satu diantara tim peneliti dari Komunitas Brigade Evakuasi Popok, meminta agar pihak pemerintah melakukan upaya pembersihan limbah popok di Sungai Brantas.
Hal ini disampaikan Komunitas Brigade Evakuasi Popok itu ketika menggelar aksi di depan Gedung Grahadi Surabaya, Selasa (31/7/2018). Sejak awal Juli 2018, Andreas Agus bersama Ecoton mengadakan penelitian terkait limbah popok ini.
Hasilnya, sampel dari penelitian tersebut menunjukkan ikan yang menghuni Sungai Brantas terkontaminasi plastik fibre.
“Akibat limbah popok yang mencemari Kali Brantas kami temukan fibre dan serpihan plastik dalam lambung ikan Keting dan ikan Rengking. Keduanya ialah ikan sungai favorit yang dikonsumsi masyarakat dan sering dijumpai di Sungai Brantas,” ujar Andreas Agus.
“Plastik tidak akan dicerna. Yang bisa dicerna yaitu zat-zat yang ikut dengan micro plastik dan mengikat banyak bahan pencemar serta nantinya terakumulasi dalam tubuh ikan, tentunya ikan itu yang kita konsumsi,” lanjut alumnus Universitas Airlangga ini.
Sedangkan jenis ikan yang memakan limbah itu ada sekitar 5 – 6 jenis. Lima diantaranya sudah terkontaminasi plastik fibre yang terkandung dalam popok. “Untuk dominasi paling banyak kami belum bisa tentukan,” ungkapnya.
“Yang pasti penelitian ikan kami kumpulkan dari hulu daerah Mlirip, Wiringanom, Gunung Sari,” ujar Andreas Agus, seperti dilansir Tribunnews.com, Selasa (31/7/2018). Untuk solusi, Andreas Agus meminta kepada konsumen untuk tidak menggunakan plastik.
Terlebih lagi, menggunakan popok, karena saat ini popok juga ada yang terbuat dari kain. “Konsumen ya harus berubah, permasalahan lingkungan ini semakin kita nyaman semakin menjadi masalah dala, kehidupan,” tambahnya.
Menurut Prigi Arisandi, sejak pertengahan 2017, Ecoton melakukan pembersihan sampah di 9 wilayah (kota/kabupaten) yang dilalui Sungai Brantas, mulai dari Malang (kota/kabupaten), hingga Sidoarjo dan Surabaya.
Hasilnya, dari 9 kota/kabupaten yang dilalui Brantas, sampah popok menjadi pemandangan lumrah yang mudah dijumpai, terutama di jembatan-jembatan yang menyeberangi Brantas, bahkan di Jembatan Muharto Malang 80% sampah di kaki jembatan adalah plastik.
“Padahal, pada umumnya 42% plastik dan 37% popok,” ujar Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi kepada PepNews.com. Wilayah itu adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kota Mojokerto, Jombang, Kota Malang, Batu, Kota kediri, dan Kabupaten Pasuruan (di Bangil).
Timbunan popok ini diabaikan karena Pemkot/Pemkab merasa tak berwenang melakukan pembersihan popok di Brantas, sebab sungai sepanjang 330 km ini adalah sungai strategis nasional yang pengelolaannya kewenangan Pemerintah Pusat (KLHK dan PUPR).
“Ecoton kemudian membentuk Brigade Evakuasi Popok untuk turun tangan membersihkan dan memungut popok yang secara estetika mengganggu pemandangan di Brantas,” lanjut Prigi Arisandi.
Brigade Evakuasi Popok menilai, Pemerintah Pusat mengabaikan Pengelolaan Brantas dan membiarkan Sungai Terpanjang di Jatim ini dijadikan Tempat Pembuangan Popok Bekas bayi oleh Masyarakat.
Menurut Prigi Arisandi, Pemerintah Pusat juga tidak melaksanakan pengelolaan sampah seperti amanat UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. “Negara abai dan Negara tidak mampu atasi teror sampah popok bekas di Kali Brantas,” tegasnya.
Atas temuan itu, Ecoton mengirimkan pengaduan kepada KLHK untuk melakukan evakuasi popok yang mengambang dan tertimbun di sepanjang Brantas hingga Oktober 2017.
B3, Bahan Baku Pospak
Pemerintah, dinilai Ecoton, gagal mengendalikan banjir popok di Sungai Brantas yang ancam ekosistem dan kesehatan. Bahan baku penyusun popok 100% adalah bahan berbahaya dan beracun (B3).
SAP menyusun 42% pospak bahan kimia berbentuk serbuk ini akan berubah menjadi Gel penyerap cairan dengan kemampuan hingga 200 kali, selain menurunkan kelembaban kulit senyawa B3 ini jika terurai dialam akan menjadi mikroplastik & microbeads yang mencemari ekosistem dan biota perairan.
Penggunaan popok sekali pakai (Pospak) seolah tidak tergantikan lagi, ibu-ibu dengan bayidi bawah tiga tahun sangat bergantung pada Pospak. Brigade Evakuasi Popok melakukan survei kepada 700 orang ibu-ibu yang tinggal di kawasan Urban (perumahan) dan pinggiran kota (Sub Urban).
Dari survei ini menunjukkan 92,8% ibu-ibu di kawasan perumahan lebih merasa nyaman dan dimudahkan jika menggunakan Pospak, namun perilaku ibu-ibu dalam membuang popoknya masih kurang memperhatikan aspek keamanan lingkungan.
Karena tanpa membersihkan dulu kotoran yang menempel di pospak sebelum dibuang (85%). Bahwa merk favorit yang banyak digunakan adalah Mamy Poko, selain mudah didapatkan di warung dan supermarket merk produksi PT Unicharm Jepang ini harganya murah.
PT Unicharm saat ini menguasai 60% pasar pospak di Jatim dengan produksi 9 juta pospak setiap hari, disusul merk Sweety produksi PT Softex yang lokasi pabriknya ada di Sidoarjo.
Berbeda dengan perilaku masyarakat di perumahan yang membuang sampah pospaknya ke tempat sampah, sebagian besar (62,5%) masyarakat di kawasan pinggiran masih membuang sampah pospak ke sungai.
Padahal air sungai di Surabaya masih menjadi bahan baku utama PDAM Gresik, Surabaya, dan Sidoarjo. Dalam survei pada Juli 2017 mengacu pada data BPS 2013 menunjukkan, jika jumlah bayi di sepanjang aliran Brantas berjumlah 750.000 bayi.
Sedangkan survei pemakaian pospak menunjukkan rata-rata 4 pospak/bayi/hari, maka setiap hari ada 3 juta sampah popok yang dibuang ke media lingkungan, maka hampir 1,5 juta sampah pospak dibuang di aliran sungai, selain adanya mitos suleten, masyarakat juga tidak mengetahui bahaya kesehatan dan dampak lingkungan sampah pospak.
Sekitar 70% lebih masyarakat pengguna pospak tidak mengetahui dampak lingkungan dan dampak kesehatan pospak. Dampak kesehatan pospak terdeteksi survei Brigade Evakuasi Popok menemukan 4 kasus sunat dini.
Karena gangguan yang disebabkan pemakaian popok yang lama tidak diganti, dalam alat kelamin balita terdapat kotoran yang menyumbat saluran kencing, sehingga ahli kesehatan menyarankan agar balita di sunat lebih dini.
Hingga saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih merumuskan design dan standar pospak yang ramah lingkungan. Menurut Brigade Evakuasi Popok, bahan baku popok 99% dari B3 yang memiliki dampak serius pada kesehatan dan lingkungan hidup.
“KLHK memasukkan sampah popok dalam kategori sampah B3,” ujar Prigi Arisandi. Masihkah Anda akan memakai pospak untuk bayi dan keluarga Anda?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews