Ecoton Temukan Ikan Kali Brantas Konsumsi Sampah Plastik

Minggu, 29 Juli 2018 | 19:01 WIB
0
725
Ecoton Temukan Ikan Kali Brantas Konsumsi Sampah Plastik

Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menemukan ikan di Kali Brantas yang mengonsumsi sampah plastik. Setelah diambil sampel dan dibedah, di dalam lambung ikan terdapat serpihan plastik.

Pernyataan ini disampaikan Ecoton setelah timnya melakukan penelitian sejak awal bulan Juli 2018. Lambung ikan yang dibedah Ecoton di Kali Brantas antara lain, Ikan Bader, Nila, Keting, Rengkik, Jendil, dan Dukang (Ikan Muara). Dari dalam lambung ikan-ikan tersebut, ditemukan serpihan dan fiber plastik.

“Dengan menggunakan mikroskopik makroskopis, kami temukan fiber dan serpihan plastik dalam lambung ikan rengkik dan keting. Kedua jenis ikan ini adalah ikan favorit yang sering dikonsumsi masyarakat. Selain tidak berduri, kedua ikan ini masih sering dijumpai diperairan brantas,” ungkap Andreas Agus, peneliti spesialis perilaku makan ikan Ecoton.

Ikan Kali Brantas yang mengkonsumsi sampah plastik itu merupakan bagian dari feeding behavior atau perilaku makan ikan yang cenderung memakan sesuatu yang ada diperairan. Hal ini mengancam kelestarian dan keamanan serta kesehatan ikan untuk dikonsumsi.

Sungai tak hanya menunjang kehidupan manusia untuk bahan baku air minum, sarana irigasi untuk pengairan sawah dan lahan pertanian lainnya, dan bahan baku kegiatan industri, namun juga merupakan ekosistem penunjang kehidupan mahluk yang hidup di air seperti ikan.

Menurut Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi, sungai-sungai di Indonesia sekarang ini menghadapi kepunahan jenis-jenis ikan seperti di Sungai Ciliwung, Bengawan Solo, Sungai Musi, Sungai Kampar, Way Seputih, Citarum, Kali Brantas, dan Sungai Kapuas.

Umumnya banyak ikan-ikan yang ada kini jarang atau bahkan tidak dijumpai lagi. Di Kali Brantas dari 60 jenis ikan yang diteliti pada 1998 oleh Universitas Brawijaya (UB) Malang, kini jumlahnya tidak lebih dari 25 spesies ikan.

Dari Hasil Sensus Ikan 2014 oleh Ecoton, beberapa jenis ikan seperti Wagal, Jambal, Ramas, dan Areng-areng tidak lagi dijumpai. Penurunan spesies ikan di sungai ini disebabkan oleh semakin memburuknya kualitas air Sungai Brantas.

“Ikan merupakan indikator penting yang bisa menggambarkan kondisi kualitas air. Selain itu, menggunakan ikan sebagai indikator dirasakan bisa mengungkit keikutsertaan masyarakat dalam upaya mengembalikan kualitas air sungai,” ungkap Prigi kepada Pepnews.com.

Karena itu Ecoton menggunakan ikon suaka ikan untuk mengembalikan atau merehabilitasi Kali Brantas hilir di Kali Surabaya, untuk membangun kembali rumah ikan di Kali Surabaya dibutuhkan Upaya Penegakan Hukum dan membangun partisipasi warga hingga terwujud hubungan harmoni antara manusia dan sungai.

Penegakan Hukum

Salah satu kunci perubahan kondisi lingkungan adalah upaya penegakan hukum. Tujuan utama penegakan hukum lingkungan adalah pentaatan (compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup.

Komponen pendukung lainnya adalah melalui instrumen ekonomi, edukasi, bantuan teknis dan tekanan publik (public pressure). Kajian dari Klinik Hukum Lingkungan Universitas Airlangga terhadap penegakan hukum di Kali Surabaya menunjukkan, industri di sepanjang Kali Surabaya menunjukkan peningkatan ketaatan.

Program proper Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai tingkat ketaatan industri pada kebijakan pengelolaan lingkungani. Untuk industri yang belum taat atau melakukan pelanggaran lingkungan mendapatkan peringkat Hitam dan Merah.

Sedangkan industri yang taat mendapatkan peringkat Biru. Untuk Industri yang taat kebijakan kemudian melakukan upaya-upaya lain yang mendorong upaya pelestarian dan keberlanjutan, maka KLHK memberi peringkat Hijau dan Emas.

Di Kali Surabaya dari 10 industri yang secara sukarela mengikuti program proper pada 2012 80% mendapatkan peringkat Biru, meningkat bila dibandingkan pada 2005 yang mana 100% industri di Kali Surabaya mentaati kebijakan lingkungan.

Selain karena upaya penegakan hukum administratif, perdata, dan pidana, perubahan perilaku ketaatan ini didorong empat hal penting. Pertama, berjalannya partisipasi masyarakat. Kedua, media menjalankan fungsi informasi, edukasi dan koreksi atas kasus pencemaran sungai.

Ketiga, faktor nilai dan kepentingan usaha. Keempat, profesionalisme Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Timur. “Ecoton berperan aktif dalam upaya penegakan hukum dengan menggunakan hak gugatnya,” ungkap Prigi.

LSM atau Organisasi Lingkungan Hidup memiliki legal standing, OLH yang telah 2 tahun melakukan upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan bisa berperan sebagai wali dari sungai, hutan atau laut.

“Ecoton juga berperan aktif dalam mengawal penerapan hukum lingkungan,” lanjut Prigi. Ecoton aktif melakukan upaya litigasi dengan menggugat Gubernur Jatim yang dianggap lalai.

Selama 10 tahun (1998-2007), Gubernur tak melakukan amanat PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk mengukur daya tampung beban pencemaran. Akibatnya setiap tahun selalu terjadi peristiwa ikan mati massal di Kali Surabaya akibat tingginya beban pencemaran yang tidak seimbang dengan daya tampung beban pencemaran di Kali Surabaya.

Selain itu CSO juga aktif menyelidiki sumber pencemaran bersama Penyidik Tindak Pidana Tertentu Polda Jatim dan Penyidik Pengawai Negeri Sipil Bapedal Jatim. Upaya ini untuk memungkinkan terjadinya penegakan hukum administratif.

Dalam putusannya hakim di PN Surabaya memerintahkan Gubernur Jatim untuk melakukan pemulihan kualitas air Kali Surabaya, menetapkan kelas dan menghitung daya tampung beban pencemaran.

“Juga, melakukan monitoring aktivitas industri yang membuang limbah ke Kali Surabaya dan Program pemberdayaan masyarakat dalam partisipasi pemulihan Kali Surabaya,” ungkap Prigi mengenai putusan hakim PN Surabaya tersebut.

“Upaya litigasi lain yang bisa ditempuh oleh masyarakat adalah melalui prosedur Citizen Law Suit (Gugatan Warga Negara) dan Gugatan Class Action (Gugatan Kelompok),” lanjut alumni Paska Sarjana Universitas Airlangga ini.

Pada Februari 2015 warga di sepanjang Kali Surabaya menggugat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, Gubernur Jatim, dan Bupati Gresik.

Karena membiarkan menjamurkan pemukiman liar dan bangunan Ruko serta Pergudangan yang berada di sempadan Kali Surabaya. Dalam proses mediasinya hingga 1 April 2015 para pihak tergugat memenuhi tuntutan penggugat.

Karena itu, tergugat membongkar salah satu Ruko dan Pergudangan yang ada di Sempadan Kali Surabaya. Salah satu cara untuk menjaga ketaatan industri-industri, Ecoton sejak 2013 mendirikan Biro Bantuan Pengaduan Pencemaran dan Kerusakan Sungai.

“Melalui biro ini Ecoton menerima pengaduan masyarakat dan melakukan kegiatan advokasi dan mediasi. Pada 2014, ada 6 kasus laporan masyarakat. Prosedurnya Ecoton menerima laporan,” ungkap Prigi.

Bersama masyarakat melakukan verifikasi, kemudian mengambil sample dan melakukan uji laboratorium di Laboratorim Air terakreditasi dan berstandar SNI di Jatim, salah satunya Laboratorum Air Perum Jasa Tirta I di Lengkong Mojokerto.

Melaporkannya kepada pihak terkait sesuai kesepakatan dengan warga. Laporan selama ini diberikan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten, BLH Provinsi, dan Polres setempat.

“Sekali lagi media mengambil peran strategis mendorong opini publik untuk mempercepat ketaatan industri, dari 6 kasus yang dilaporkan warga: 2 kasus diproses oleh penyidik Polres Gresik,” lanjut Prigi mencontohkan.

Dua kasus digugat melalui Gugatan Citizen Law Suit di PN Mojokerto dan PN Gresik dan 2 kasus ditangani oleh BLH Gresik dan BLH Sidoarjo, penanganan di BLH tidak berlanjut ke perkara pidana lingkungan.

“Karena, kedua perusahaan pelaku pelanggaran baku mutu melakukan upaya perbaikan dalam instalasi pengolahan air limbah dan terjalin komunikasi antara masyarakat dengan managemen perusahaan,” jelasnya.

***