Ngabalin atau Ngabarin?
Walaupun kita sudah mengetahui banyak hal mengenai sosok abang AMN, Ali Mochtar Ngabalin, yang menjadi tokoh sentral juru bicara Presiden saat ini, namun ada baiknya kita mundur sedikit memikirkan bagaimana prosesnya bisa sampai ke Istana.
Kalau hanya mencari jejak umum tokoh, saat ini sudah banyak tersedia jejak digitalnya, salah satunya melalui Wikipedia. Dengan mudah kita dapat peroleh banyak hal mengenai pribadinya. Tapi kalau kondisi kesehariannya, mungkin tidak akan banyak yang tahu. Beliau sendiri mungkin juga tidak akan pernah mau bercerita dengan terang benderang bagaimana kondisinya sebelum merapat ke Istana.
Kalau dalam penulisan cerpen, atau fiksi, biasanya sering dijumpai kata, pada suatu waktu, sebagai pembuka tulisan, maka ijinkan saya menuliskan juga kalimat itu.
Pada suatu waktu di tengah malam, di kota Bogor, diadakan pertemuan para tokoh politik. Anggota DPR, anggota partai biasa berkumpul baik rutin maupun tidak rutin untuk membahas isu isu kekinian yang berkembang di Tanah Air, baik kondisi ekonomi, sosial, keagamaan, maupun politik.
Abang AMN juga hadir di sana, ikut sumbang suara, sumbang pemikiran untuk kemajuan bangsa dan negara, sesuatu yang umum, lumrah bila kumpul-kumpul, tapi ujungnya tidak ada notulen atau catatan sebagai pengingat atau kesimpulan. Ini berbeda dengan rapat di perusahaan, dimana selalu ada notulen rapat, yang dikerjakan oleh sekretaris.
Waktu berjalan dengan cepat, sehingga sudah selesai topik. Waktunya pulang.
Waktu merindukan keluarga, istri dan anak sudah menanti di rumah. Berpamitan dan bersalaman, cipika cipiki, menjadi pemanis sebelum satu demi satu masuk ke dalam kendaraannya masing-masing.
Yang tidak membawa kendaraan masih bertahan, sebatang rokok dinyalakan, untuk membunuh waktu. Ada yang minta dijemput juga karena rumahnya tidak jauh. Bagaimana Bang, kenapa belum pulang? Ah.. gampang dek, saya biasa pulang terakhir, biar kawan-kawan lebih dulu.
Satu batang rokok habis, secangkir kopi sachet kapal api juga sudah habis diminum, masih saja formasi tadi bertahan. Ayo bang ... kita pulang, sudah mau tengah malam. Gampang dek, nanti saja, begitu balas abang AMN.
Waktu terus berjalan, hingga tinggal dua sosok insan manusia pencinta NKRI yang tersisa. Ayo bang, bareng saya saja bang, tinggal kita berdua. Abang saya tau perasaan abang, nanti kita ngobrol sambil jalan saja. Agak sulit menerima tawaran pulang bareng, berangkatlah kami berdua menuju Jakarta.
Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh 140kpj dengan kendaraan berlogo partai demokrat, tidak dipacu sebagaimana biasanya. Ikut aturan kecepatan berkendara di jalan tol Jagorawi dan jalan tol lainnya, 100kpj, cukup untuk mengisi waktu. Pembicaraan dari pekerjaan sekarang sampai apa yang mau dikerjakan ke depan diceritakan.
Menjelang keluar Cililitan, saya hanya mengatakan, abang merapatlah ke Istana, Pak Jokowi perlu orang baik untuk memperkuat bagian PR, kurang baik kinerjanya sekarang, apalagi abang menjadi Direktur Politik KMP, pahamlah bagaimana kalau urusan tanya-jawab dengan bang Fadli atau bang Fahri. Ah, janganlah itu.
Tidak perlu waktu lama, sampailah di depan pintu rumah abang. Pesan saya, "Apa yang kita bicarakan, itu jujur dari hati saya untuk abang dan keluarga, pikirkan dan diskusi baik-baik. Abang tidak perlu saya untuk masuk ke barisan ring-1, abang bisa lakukan sendiri. Tugas saya hanya membuka pemikiran dan pertimbangan saja, keputusan bukan disaya. Tapi saya percaya satu hal... ingat ini bang, Semua akan Ngabalin pada waktunya".
Selamat malam bang, ijin melanjutkan perjalanan. Masih 40km perjalan saya, memutar, masih Jakarta dulu. Nggak apa demi kebaikan, dan NKRI. Toh sekarang, kita melihat fakta lain ada pengikut Ngabalin.
Demikian jalan hidup yang kita tidak pernah tahu. Ngabarin berita baik sudah menjadi tugas kita semua, bukan hanya abang Ngabalin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews