Para Tokoh PKS dan Kekeliruan Mereka yang Dibiarkan

Jumat, 27 Juli 2018 | 10:02 WIB
0
828
Para Tokoh PKS dan Kekeliruan Mereka yang Dibiarkan

Kadang saya pengen nulis serial tokoh PKS dan kekeliruan mereka dalam politik.

Mulai dari LHI sampai Mardani, mulai dari Tifatul sampai MSI, dalam mindset politik ya bukan aib pribadi, saya termasuk yang gak suka nyentuh pribadi orang lain.

Tapi sekali lagi saya masih cinta sama mereka, masih sayang sama para Qiyadah itu, hanya jika ditantang dengan terus merasa suci suatu saat kita rilis juga.

Kita orangnya simple, jika pakai logika ngawur dan pakai mazhab pokoknya, kita tabrak, gak peduli jumlah mereka walaupun sekelurahan.

Di ABI itu bukan kumpulan orang hasad hasud, bukan gerombolan tukang gosip dan firnah, berkali kali saya nulis, ABI itu bukan musuh PKS.

Di ABI juga bukan wadah untuk menampung orang orang yang kecewa dengan PKS, ABI bukan wadah gosip dan tempat berbicara hal hal yang remeh temeh.

ABI itu wadah diskusi, wadah narasi, wadah untuk menilai diri dan ideologi, ABI adalah katalisator dan track perjuangan Islam politik yang pondasinya ilmu yang kuat juga akal sehat yang menyala.

Di ABI itu bukan majelis oposisi, bukan mejelis kultus individu, apa yang dilakukan Anis Matta dkk adalah koreksi partai agar lebih profesional dan gak selalu pakai logika yayasan dan logika jamaah sentris, partai itu adalah miniatur negara.

Sah saja orang mengidolakan Anis Matta, Fahri Hamzah dkk, selama track mereka masih benar, kita juga boleh mengidolakan Erdogan dll, asal jangan kita menuhankan mereka dengan label taat dan tsiqoh.

Kalau saja PKS bukan partai politik, betapa indahnya hidup ini, setiap ketemu cipika cipiki, santun, tenang, aman damai, gak akan ada konflik panas.

Tapi karena PKS adalah partai politik, maka medan politik memang panas, karena tujuan kita adalah umat maka kita berkonflik demi kebaikan umat, kalau dibubarkan demi kebaikan umat maka pembubaran itu sah secara agama.

Kalau pembelahan itu demi kebaikan umat, maka sah juga ada pembelahan, toh kalaupun terbelah, PKS kan gak akan pernah jadi PDIP, PKS tetap Islam politik, yang nanti beda paling haluan ke arah lebih progesif dan lebih adaptatif gak akan lebih.

Kenapa takut berubah, toh mazhab progresif juga mazhab nya ulama bukan mazhabnya JIL, banyak ulama dunia yang setuju modernitas, mereka yang menolak itu kebanyakan sarjana teknik elektro di indonesia bukan orang yang paham logika islam politik yang benar.

Masalah partai baru itu urusan sangat gampang, jangan langsung loncat ke sana, yang gak gampang adalah menyehatkan kolam orang orang yang sampai sekarang gak melek melek politik Islam.

Kita kadang terlalu pede sama diri sendiri, seolah PKS itu partai besar, padahal faktanya gak laris laris amat di pasaran, 20 tahun suara mentok 6%, bahkan diriset riset 2019 nasibnya lebih tragis.

Udah begitu masih alergi untuk berubah, dikasih masukan dianggap makar, kritik dijawab dengan ngolor ngidul gak nyambung, selalu keluar konteks, lari ke adab lah, lari ke etika lah, mereka lupa, menyingkirkan teman sendiri Seperti AM dan FH dengan kalimat akhi-ukhti yang jelas kedholiman itu apakah termasuk beradab?

Mereka dulu sangat percaya dan puja puji Anis Matta, tapi saat Anis Matta bilang FH adalah orang yang paling jujur yang beliau kenal, mereka malah nuduh AM dan FH sama sama bohong, mazhab dakwah darimana itu.

Mereka bilang FH bukan lagi PKS, padahal putusan pengadilan jelas FH menang sampai detik ini, artinya FH masih sah PKS, dengan putusan pengadilan dimenangkan FH sampai saat ini, harusnya tetap dicaleg kan dong sesuai aturan partai, melawan hukum tapi teriak menegakkan keadilan itu apa gak kebangetan error nya?

Mau menegakkan keadilan keluar sedangkan kedholiman di rumah sendiri aja diam dan gak berani bersuara, keadilan macam apa model begitu? Itu omong kosong!

Kalau nanti MSI jadi tersangka di pengadilan apakah mereka masih taat sama hukum? Atau akan menuduh pengadilan memihak FH? Sama seperti mereka suka nuduh lawan curang saat calon mereka kalah di pilkada, ini sudah kelakuan yang sangat merusak.

Yang lucunya lagi, siapa saja yang diluar mereka bahkan suka dianggap gak berdakwah, saya gak bisa bayangkan kalau UBN, HRS, UAS, dll jika suatu saat mengkritik PKS, bisa bisa dianggap TGB juga.

Qiyadah dakwah ini di seluruh dunia tetap taat sama hukum, partai dibawah negara, segenting apapun kondisinya, mungkin hal itu gak berlaku buat FH di indonesia.

Kita masih ingat pemilu tahun 82 dan 87 bagaimana sikap qiyadah Umar Tilmisani waktu itu, bagaimana beliau memperlakukan kader dan bagaimana sikap beliau dalam soal koalisi politik, mereka mah males baca luar biasa, sarjana jurusan ikan lele sok sok an jago tentang politik islam di medsos demi bela bela in oknum qiyadah kurang piknik. Suka geli saya lihat nya.

Medsos itu bahaya sekali kalau jatuh ke tangan orang orang yang miskin isi kepala tapi suka komentar setinggi langit. Itulah mengapa medsos di indonesia termasuk medsos paling berisik di dunia tapi nihil edukasi dan nihil nilai.

***