Dengan kekuasaannya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Jatim, Soekarwo yang masih menjabat Gubernur Jatim ini mulai memainkan manuver politiknya di saat Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Partai Demokrat Jatim, Sabtu 21 Juli 2018.
Demi menghadapi Pilpres 2019, Soekarwo terbilang berani melakukan tahapan pengambilan suara untuk kemudian dilaporkan ke DPP partai berlogo mercy itu. Memilih dua nama: Prabowo Subianto atau Joko Widodo.
Seluruh anggota Fraksi Demokrat di DPRD, baik untuk level Kabupaten/Kota maupun Provinsi, 38 Ketua DPC, dan 5 Perwakilan DPD Demokrat Jatim melakukan pemilihan untuk mengetahui arah dukungan Demokrat Jatim pada Pilpres 2019.
Melansir Beritajatim.com, dua nama yang dijadikan pilihan adalah Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Melalui proses yang sangat demokratis itu, nampak proses demokrasi turut berjalan dengan baik di partai besutan SBY ini.
Arah dukungan tidak ditentukan secara aklamasi dan hasilnya pun tidak mutlak condong ke satu calon secara khusus. Jokowi meraih dukungan terbanyak dengan 152 suara. Sedangkan Prabowo Subianto mengantongi 56 suara. Enam suara lainnya dinyatakan tidak sah.
Sekretaris DPD Partai Demokrat Renville Antonio mengungkapkan bahwa hasil pemungutan suara terbuka di internal DPD Demokrat Jatim ini akan segera dilaporkan ke pihak DPP. “Akan langsung diserahkan oleh Ketua DPD Pakde Karwo,” katanya.
“Dalam waktu dekat Pakde Karwo akan ke Jakarta untuk melaporkan arah dukungan DPD Partai Demokrat Jatim pada Pilpres 2019 yang diambil berdasarkan pemungutan suara ini,” pungkas Renville Antonio, seperti dikutip Beritajatim.com, Sabtu (21/7/2018).
Mengutip Kompas.com, Minggu (22/7/2018), DPD PDIP Jatim sendiri mengaku terkejut dengan keputusan DPD Demokrat Jatim memilih Joko Widodo sebagai calon Presiden pada Pilpres 2019.
“Kami terus terang terkejut, tapi juga senang karena kinerja pemerintahan Presiden Jokowi diapresiasi positif oleh teman-teman partai lain, khususnya Demokrat Jatim,” ujar Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi ketika dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (22/7/2018).
Kusnadi tidak menyangka keputusan tersebut jika melihat putra Ketua Umum DPP Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang juga ingin maju dalam Pilpres 2019.
“Bagaimana tidak terkejut? Selama ini, AHY safari di Jatim dan berkeliling dari daerah satu ke daerah lainnya. Tapi, hasil pemungutan suara internal menyatakan ke Jokowi, sehingga PDIP sebagai partai Pak Jokowi sangat berterima kasih,” ucapnya.
Manuver Soekarwo itu ternyata direaksi oleh salah seorang pendiri Partai Demokrat di Kota Surabaya, Sachiroel Alim. Ia memprotes kebijakan DPD Demokrat Jatim yang melakukan voting dan akhirnya mengusulkan nama Jokowi sebagai capres ke DPP.
“DPD Partai Demokrat Jatim bikin blunder. Selama belum ada instruksi dari Ketua Umum SBY, seyogyanya tidak ada yang boleh bermain di tikungan,” tegasnya saat dikonfirmasi Beritajatim.com, Minggu (22/7/2018) malam.
Mantan anggota DPRD Kota Surabaya 2009-2014 dari Fraksi Demokrat ini meminta kepada pengurus yang ikut voting seyogyanya mundur semua. “Kami meragukan loyalitas mereka ke Partai Demokrat,” tegasnya.
Sebab, “Demokrat sampai detik ini masih berjuang untuk menyajikan kader terbaiknya untuk Indonesia. Ini tidak main-main. Berangkat dari elektabilitas 7 persen, Partai Demokrat pernah memenangkan SBY menjadi presiden,” lanjutnya.
Melansir Beritajatim.com, Sachiroel Alim sebagai kader parpol berlambang bintang mercy ini mengaku malu karena proses politik masih berjalan, tapi ada upaya voting. “Kok bisa-bisanya ada ide voting memilih dua nama, Jokowi dan Prabowo,” lanjutnya.
Dan, “AHY seolah dilecehkan. Saya masih simpan japrian dari Tim AHY pada 18 Juli 2018 kemarin, perintahnya jelas bahwa AHY tetap diperjuangkan sebagai salah satu kandidat. Saya bisa pertanggungjawabkan kata-kata saya ini,” ungkapnya.
Sachiroel Alim menyarankan agar Demokrat Jatim memberikan penjelasan resmi ke publik. “Ini beritanya sudah masuk ruang publik. Dan, DPD seyogyanya memberi penjelasan resmi ke publik. Apakah voting itu sesuai dengan arahan Ketua Umum SBY? Saya tidak yakin ini ide Jakarta (DPP Partai Demokrat),” jelasnya.
Mencari Simpati
Manuver Soekarwo dengan membuat voting dukungan DPD Demokrat Jatim kepada Jokowi pada Pilpres 2019 nanti, jelas merupakan upaya politik untuk menggiring SBY agar merapat ke Jokowi. Padahal, sampai saat ini belum ada putusan koalisi Demokrat.
Kabarnya, paska lengser dari Gubernur Jatim, Soekarwo berharap bisa menjadi Mendagri di Kabinet Kerja jika Jokowi terpilih kembali menjadi Presiden pada Pilpres 2019 mendatang. Kabarnya pula, jika bukan Mendagri, ia mengincar posisi Dubes Australia.
“Di Ausie, Soekarwo punya ranch (peternakan) sapi perah dan duit yang disimpan di sana,” ungkap sumber Pepnews.com. Makanya, lanjutnya, Soekarwo lebih memilih mengincar jabatan Dubes Australia. “Di sana kan aman,” ujarnya.
Atau, manuver Soekarwo yang membawa-bawa DPD Demokrat Jatim ini lebih kepada “cari aman” terkait dengan beberapa kasus yang sedang diinvestigasi KPK yang diduga melibatkan Soekarwo sebagai Gubernur Jatim dua periode ini (2009-2019).
Berbeda dengan DPD Demokrat Jatim, melansir Kompas.com, kader Demokrat di Jabar lebih memilih mendukung Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto daripada Jokowi dalam Pilpres 2019 mendatang.
Hal ini diketahui dari voting yang dilakukan oleh pengurus DPD Demokrat Jabar. Hasilnya menunjukkan Prabowo Subianto unggul telak atas petahana. “Jabar 96 persen Prabowo, dan 4 persen Jokowi,” kata Ketua DPP Demokrat Ferdinand Hutahaean, Senin (23/7/2018).
Hasil ini berbeda dari voting yang dilakukan oleh pengurus DPP Demokrat. Di tingkat DPP Demokrat, Prabowo masih unggul tapi tidak jauh dari Jokowi. Prabowo mendapat 58 persen dan Jokowi 42 persen.
Di Jabar, suara Prabowo memang unggul dari Jokowi sejak Pilpres 2014 lalu. Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Hatta Rajasa unggul dengan perolehan suara 14.167.381 (59,78 persen). Sementara itu, paslon Jokowi-Jusuf Kalla mendapat suara 9.530.315 (40,22 persen).
Pasangan Prabowo-Hatta menang di 22 kabupaten/kota di Jabar. Sementara itu, Jokowi-JK hanya unggul di empat kabupaten/kota, yakni Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon.
Lain lagi di DPP Demokrat. Mayoritas pengurus Demokrat di tingkat pusat lebih memilih mendukung Prabowo Subianto ketimbang Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Hal ini diketahui dari voting yang dilakukan pengurus DPP Demokrat.
“DPP 58 persen Prabowo, 42 persen Jokowi,” kata Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada Kompas.com, Senin (23/7/2018). Selain itu, para Ketua DPD Demokrat seluruh Indonesia juga sudah melakukan voting.
Hasilnya masih menunjukkan kemenangan bagi Prabowo dengan 52 persen dan Jokowi 48 persen. Sejauh ini, Jokowi baru menang di DPD Demokrat Jatim. Jokowi meraih dukungan 152 suara dan Prabowo 56 suara.
Mengutip Kompas.com, Ferdinand Hutahaean mengatakan, daerah lainnya segera melakukan Rakorda dan voting. Hasil ini nantinya akan menjadi pertimbangan apakah Demokrat akan merapat ke Jokowi atau Prabowo di Pilpres 2019.
Demokrat sedang menjajaki koalisi pendukung Prabowo. SBY dan Prabowo dijadwalkan bertemu pada Selasa, 24 Juli 2018. Jika melihat peta politiknya, bukan tidak mungkin SBY berkoalisi dengan Prabowo dan menyodorkan AHY sebagai Cawapres.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews