Kekuasaan atau jabatan adalah sesuatu yang mengenakkan dan mengasikkan, terkadang hingga orang bisa lupa diri. Kekuasaan bagi sebagian orang bisa menambah status sosial dan kemasyuran. Oleh karena itu kekuasaan terus diburu, persis seperti berburu binatang di padang savana.
Bahkan kekuasaan bisa dilanjutkan atau diwariskan seperti dinasti politik zaman kerajaan, hanya bedanya sekarang dengan cara konstitusional atau dipilih secara langsung.
Oleh karena itu jabatan atau kekuasaan dibatasi dua periode atau sepuluh tahun saja. Tujuannya membatasi kekuasaan atau jabatan supaya tidak terjadi pemerintahan yang cenderung korup atau politik dinasti.
Seperti jabatan presiden dan wakil presiden juga dibatasi dua periode atau sepuluh tahun.Undang-undang pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden ini sebenarnya cukup jelas dan gamblang. Akan tetapi demi kekuasaan atau takut tidak kebagian jabatan, mereka melakukan uji materi ke MK untuk menafsirkan undang-undang tersebut.
Orang-orang ini berdalih, 'kan undang-undang itu tidak jelas atau multitafsir, apakah dua periode itu harus berturut-turut atau bagaimana kalau ada jeda lima tahun? Orang-orang ini hanyalah mencari celah dan mengakali suatu aturan yang sudah sangat jelas, tetapi demi kekausaan mereka pura-pura tidak paham dan minta MK untuk menafsirkan ulang.
Undang-undang batasan jabatan dua periode ini pernah digugat atau di uji materi ke MK oleh LSM atau masyarakat karena dianggap membatasi Jusuf Kalla untuk mencalonkan lagi sebagai calon wakil presiden. Dan MK memutus menolak atau tidak mengabulkan tuntutan LSM atau masyarakat tersebut. Menurut MK jabatan cukup dua periode atau sepuluh tahun,berturut-turut atau dengan jeda.
Tetapi rupanya partai Perindo dengan ketua umum Harry Tanoesoedibjo mengajukan gugatan atau uji materi lagi ke MK dengan dasar gugatan yang hampir sama, yaitu tafsir pembatasan masa jabatan wakil presiden. Dan pihak terkait dalam uji materi ini adalah Jusuf Kalla.
Ada apa ini?
Sebelumnya Jusuf Kalla berkali-kali memberikan pernyataan kalau ingin pensiun atau istirahat, tetapi sekarang berubah pikiran dan mau menjadi pihak terkait, yang artinya batasan jabatan wakil presiden itu membatasi haknya untuk bisa mencalonkan lagi sebagai calon wakil presiden.
Kalau makan menu untuk kesehatan, "esuk tahu, sore tempe" adalah sesuatu yang baik.
Lha kalau dalam politik, "esuk tahu, sore tempe" itu jenenge mencla-mencle atau lamis, manis di bibir saja.
Kenapa sekarang Jusuf Kalla mau menjadi pihak terkait dalam uji materi ke MK?
Ternyata ada dinamika atau hitung-hitungan dan kalkulasi politik tingkat tinggi. Ini ada kaitannya calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi dalam pilpres 2019.
Golkar mencalonkan Airlangga yang juga ketua umum sebagai cawapres Jokowi. Dan cawapres Jokowi bukan hanya Airlangga tetapi ada juga ketua umum partai koalisi yang juga sebagai cawapres Jokowi.
Bisa jadi Jusuf Kalla melihat atau membaca gelagat Jokowi yang tidak akan memilih Airlangga sebagai cawapres Jokowi. Dan ini menjadi ancaman bagi Golkar. Golkar juga tidak ingin cawapres Jokowi diambil oleh calon dari partai lain, apalagi orang non partai.
Oleh karena itu, lewat ketua umum Perindo, mereka mengajukan gugatan ke MK, kalau ternyata MK memutuskan Jusuf Kalla boleh mencalonkan lagi sebagai cawapres, maka calon-calon cawapres yang sekarang antri ingin mendampingi Jokowi akan berguguran dan terpental dari nominansi.
Dan ini sama saja kemenangan bagi Golkar kalau MK memutus bahwa Jusuf Kalla bisa mencalonkan sebagai wakil presiden.
Ini hanya perebutan pengaruh saja di sekeliling Jokowi, Golkar ingin mendominasi lewat pengaruh Jusuf Kalla, apalagi kalau JK bisa maju lagi sebagai cawapres untuk Jokowi.
Mudah-mudahan MK tetap konsisten bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah dua periode atau sepuluh tahun, apakah itu berturut-turut atau ada dengan jeda.
Gara-gara Mahathir terpilih kembali menjadi PM Malaysia sekalipun usianya sudah senja, dampaknya sampai ke politik Tanah Air.
Semoga para politikus kita tetap waras dan sehat!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews