Lima tahun yang lalu, 15 Juli 2013, sahabat saya Sabda Maryam terpaksa harus tinggal semalam lebih lama di Jayapura dibanding crew yang lain. Padahal ia pengantin baru, pengen cepat bertemu suami.
Pasalnya, penerbangan Wamena-Jayapura hanya sehari sekali, itu pun tergantung cuaca. Pasrah. Bertepatan dengan mendaratnya pesawat dari Wamena, terbanglah pesawat Jayapura-Jakarta.
Saking dongkolnya dengan peristiwa itu, saya pun ngetwit. Bertanya pada menteri perhubungan. Mengapa pemerintah hanya sibuk urus Pantura? Mengapa pemerintah tak kasih perintah ke Garuda, Merpati (waktu itu masih beroperasi), dan Citilink, untuk melayani penerbangan antardaerah di Papua? Bukankah Papua juga NKRI?
Tapi itu dulu. Dulu, lima tahun yang lalu. Ketika Bandara Wamena masih seperti kandang ayam setelah mengalami kebakaran. Itu duluuuuuu.....
Sekarang, terbang ke Wamena bisa pilih waktu sendiri, mau pagi atau siang. Lima kali penerbangan. Jenis maskapainya pun boleh pilih, Trigana, Wing, atau Nam.
Kok bisa? Ya iyalah... Dua tahun lalu, Presiden Jokowi meresmikan Wamena Airport. Landasan diperpanjang, fasilitas pun dilengkapi. Faktor cuaca masih menentukan tapi tidak lagi seperti dulu. Pesawat jenis Boeing 737 sudah bisa mendarat.
Ada lagi yang membuat berdecak setelah lima tahun kembali lagi ke Wamena. Jalan darat Jayapura-Wamena sudah bisa dilalui baik mengendarai mobil maupun motor. Jalur darat itu belum dibuka secara resmi tetapi sudah ada yang mencoba.
Memang harus Jokowi yang turun tangan sendiri.
Ssstttt... ada Festival Lembah Baliem 7-9 Agustus 2018. Bisa melihat demonstrasi perang suku, upacara bakar batu, dan lain sebagainya. Kalau tidak suka festival, cobalah ke pasar mama-mama, alpukatnya legit, kopinya nendang, hiperenya masir.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews