Saya seperti tidak sabar. Ingin segera kembali ke Samarinda. Ketemu dokter Boyke Soebhali lagi. Yang akan mencopot ‘selang’ yang masih tertinggal di saluran kemih istri saya.
Juga untuk melihat apakah di dalam ginjal istri saya sudah nenar-benar bersih. Dari sisa-sisa pecahan batunya. Yang dihancurkan tiga minggu lalu.
Istri saya pernah pingsan beberapa hari. Gara-gara batu ginjal. Yang sudah keluar sendiri dari ginjal. Tapi nyanggrok di saluran kemih. Berhenti di situ. Bikin luka. Dan bernanah. Dan tidak ketahuan. Tiba-tiba pingsan.
Di Surabaya istri saya sudah berhasil mengatasi yang gawat itu: meski harus lewat pingsan.
Tapi untuk mengeluarkan batu ginjal yang lain tidak mudah. Alat yang cocok hanya ada di RS A.W. Syachranie Samarinda. Dokter Boyke Soebhali yang ahli menjalankannya.
Belakangan sudah ada beberapa RS lain yang punya alat itu. Tapi saya sudah memutuskan ke Samarinda. Sekalian pulang kampung.
Ternyata masih ada dua batu lagi di ginjal istri saya. Semua sudah dikeluarkan. Di Samarinda itu.
Dari mana dokter Boyke belajar mengoperasikan alat itu? Ia memang urolog alumni Unair. Tapi alat itu belum ada saat ia lulus spesialis ginjal.
”Saya ini suka magang,” ujar Boyke.
Untuk keahliannya itu ia magang di Korea.
Tapi mengapa dokter Boyke masih ambil PhD di Erasmus University Rotterdam, Belanda?
”Profesor Doddy, guru saya di Unair juga bertanya seperti itu,” ujar Boyke.
Padahal di Indonesia untuk ambil doktor urologi tidak kalah baiknya.
”Tapi disertasi saya nanti kan di bidang rekonstruksi saluran kencing. Termasuk rekonstruksi alat kelamin laki-laki,” katanya.
Di Indonesia, kata Boyke pada gurunya itu, belum ada yang bisa jadi pembimbing. Prof Doddy akhirnya setuju. Berangkatlah dokter Boyke ke Rotterdam. Membawa proposal penelitian bidang rekonstruksi. Diterima.
Maka Boyke harus mondar-mandir Samarinda-Rotterdam.
Alasan lainnya: Boyke akan menggunakan penelitian klinis. Bukan penelitian ilmu dasar.
Di Indonesia, katanya, kini sudah beda: sudah sulit. Tidak bisa lagi mengajukan proposal yang bukan penelitian ilmu dasar.
Dokter Boyke memang banyak punya bahan dari prakteknya sehari-hari.
Samarinda itu, katanya, memiliki pasien yang sangat banyak. Yang memerlukan rekonstruksi alat kelamin laki-laki. Banyak pasien yang mengalami kerusakan kelamin.
”Di Riau teman saya hanya menangani pasien jenis ini beberapa saja. Di Samarinda dalam waktu yang sama saya menangani ratusan kasus,” katanya.
Waktu yang sama itu, maksudnya, enam tahun.
Mengapa Samarinda begitu tidak membanggakan? Kampung istri saya itu? Di bidang penis?
Ternyata praktek memperbesar penis lebih banyak terjadi di Kaltim. Dampak jangka panjang pembesaran penis itu negatif. Bagian luar penis jadi mengeras. Kulit penis rusak.
Dokter Boyke sendiri kelahiran Samarinda. Sampai SMA masih di tepian Mahakam itu: tahu persis mengapa orang Samarinda begitu.
Begitu lulus dari Unair dulu ia langsung bertugas di Samarinda. Selesai spesialisasi urologi pun balik lagi ke Samarinda. Tahu persis budaya orang Kaltim. Termasuk budaya peninggalan suku pedalaman.
Awalnya memperbesar kemaluan itu untuk emosi kenikmatan. Termasuk atas keinginan pihak wanita. Tapi keburu nafsu. Kurang bijak.
Dokter Boyke menemukan begitu banyak kasus kerusakan penis itu.
Ia pun memperdalam itu: bagaimana merekonstruksi fisik penis yang rusak. Kalau tidak, ini akan menyiksa. Wanitanya kesakitan. Laki-lakinya begitu juga.
Praktik memperbesar kemaluan itu umumnya dengan cara suntik. Dilakukan oleh pedagang obat. Bukan oleh tenaga medis.
Yang disuntikkan itu ternyata sejenis minyak. Banyak macamnya. Ada yang dibilang minyak kasturi. Minyak bulus. Minyak Ma’erot.
Suatu kali dokter Boyke mendapatkan pasien korban Ma’erot. Pertanyaan detilnya: benarkah Ma’erot hanya memijit-mijit penis? Hanya mengoleskan minyak? Tidak adakah Ma’erot minta pasien memejamkan mata? Lalu adakah dirasakan sakit seperti ditusuk? Saat Ma’erot memijit-mijit penis?
Si pasien ternyata mengakui semua itu. Hanya saja ia tidak tahu. Tidak menyadari. Karena lagi terpejam. Saat dipijat-pijat itu ternyata ada rasa sakit.
Seperti disuntik. Bukan hanya rasa nikmat. Nikmat campur sakit. Tapi dikira itu bagian dari keahlian Ma’erot memijit.
Rupanya jarum suntiknya disembunyikan. Dirahasiakan. Agar si empunya penis tidak takut. Kalau sejak semula diberitahu akan ada suntikan ia tidak akan percaya lagi pada Ma’erot. Yang terlanjur dipercaya punya keahlian misterius.
Tapi apa hubungannya Ma’erot dengan ilmu urologi? Ternyata kasus seperti itu masuk ranah ilmu urologi. Karena, definisi urologi, adalah: ilmu yang mempelajari saluran kemih pria dan wanita serta saluran reproduksi pria.
Itu bukan berarti Anda boleh ke Ma’erot lagi. Dengan alasan: toh sudah ada dokter Boyke.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews