Kadang musim kemarau atau musim hujan lebih lama. Atau lebih panjang, tidak seperti prediksi biasanya, tidak seperti normalnya. Kondisi seperti ini disebut "anomali".
Nah, pada pilkada serentak di 171 wilayah yang baru lalu, banyak lembaga-lembaga survei merilis hasil survei tingkat elektabilitas setiap pasangan yang ikut dalam pilkada tingkat provinsi. Bahkan lembaga survei tersebut melakukan survei dan merilis hasilnya bukan hanya sekali saja ,namun lebih dari satu kali, ada yang bahkan sampai tiga kali atau lebih.
Dan ternyata setelah pencoblosan selesai dan menurut versi hitung cepat atau berdasarkan situs resmi KPU, hasil survei dari banyak lembaga-lembaga survei yang dirilis sebelum hari pencoblosan banyak yang meleset dan angka melesetnya cukup jauh dari angka yang bisa ditoleransi, yaitu 1 sampai 3 persen.
Kalau sudah begitu, lembaga-lembaga survei akan melakukan pembelaan seperti seorang politikus, yaitu karena seminggu sebelum pencoblosan terjadi migrasi pemilih secara besar-besaran, dan dengan waktu yang mepet tidak mungkin melakukan survei lagi. Begitu kilahnya.
Sebenarnya selama dalam melakukan survei dengan menggunakan metodologi yang benar dan tidak ada kepentingan atau pesan-pesan sponsor, kesalahan dalam hasil survei tidak masalah dan masih bisa dipahami. Mungkin sampelnya tidak merata, terlalu fokus di wiliayah perkotaan, sedangkan wilayah pedesaan yang suaranya banyak malah sampel suaranya sedikit. Hal seperti ini akan berpengaruh terhadap tingkat keakuratan hasil survei.
Dan lembaga-lembaga survei juga harus melakukan perbaikan-perbaikan dalam melakukan surveinya supaya hasilnya bisa akurat atau masih dalam batas yang normal.
Nah,sekarang soal hasil survei untuk partai-partai yang lolos atau tidak lolos dalam ambang batas.
Banyak juga lembaga survei yang sudah merilis hasil surveinya untuk partai-partai yang diprediksi lolos dalam ambang batas 4%,dan partai-partai yang tidak lolos dalam ambang batas.
Hasil-hasil rilis oleh lembaga survei ini juga menjadi ujian tersendiri bagi lembaga-lembaga survei. Jangan sampai terjadi kesalahan atau hasilnya meleset seperti dalam pilkada kemarin.
Kalau terjadi kesalahan atau meleset sekali mungkin masyarakat masih bisa menerima, tapi kalau terjadi kesalahan atau melesat berkali-kali, ini akan menurunkan kredibilitas lembaga survei yang notabene orang-orang akademisi yang tidak diragukan kredibilitas dan kompetensinya atau keahliannya.
Banyak lembaga survei yang memprediksi partai-partai yang lolos dalam ambang batas tidak lebih dari enam partai. Bahkan partai-partai yang sekarang lolos dalam ambang batas, pada pileg 2019 diprediksi tidak akan lolos lagi dan akan tersingkir dari DPR.
Seperti rilis hasil survei LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Dalam rilis hasil surveinya LIPI hanya enam partai yang lolos dalam ambang batas 4%, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB dan PPP. Sedangkan Nasdem, PAN, PKS, Hanura atau partai-partai baru tidak akan lolos dalam ambang batas.
Tentu survei dari LIPI ini tidak perlu disikapi dengan panik atau marah kepada lembaga survei ini.
Kalau ternyata nanti pada pileg 2019 hasil survei yang dirilis oleh banyak lembaga survei itu meleset dari yang diperkirakan atau prediksi, maka akan menjadi pukulan telak untuk lembaga survei. Kalau sampai meleset lagi, maka lembaga survei juga perlu berbenah dan memperbaiki metodologinya.
Pada tahun 2014 yang lalu, banyak juga lembaga survei yang hasilnya meleset, partai-partai yang diperkirakan tidak lolos dalam ambang batas, malah lolos.
Apakah anomali juga terjadi pada perilaku pemilih,sehingga banyak hasil lembaga survei banyak yang tidak akurat atau meleset hasilnya?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews