“Apakah Islam mengajarkan kekerasan? Terhadap pertanyaan ini saya akan menjawab tegas dan lantang: YA!” demikian tulis Hasanudin Abdurakhman, biasa disapa Kang Hasan, dalam blognya dan ia pun menjelaskan panjang lebar pendapatnya tersebut dengan mengutip beberapa kisah yang terjadi dalam sejarah kebangkitan Islam yang diabadikan dalam beberapa hadist.
Tulisan saya ini saya buat untuk menjawab tantangan Kang Hasan untuk menjawab argumennya tersebut.
Dalam blognya tersebut Kang Hasan memberikan beberapa contoh tentang PERISTIWA kekerasan yang kemudian disimpulkannya sebagai AJARAN KEKERASAN dalam Islam.
“Dikisahkan tentang seorang lelaki buta. Istrinya suka mencaci maki Muhammad. Laki-laki ini dengan meraba-raba mencari sebilah pisau. Dan ketika ia temukan, pisau itu ia gunakan untuk menikam dan membunuh istrinya. Ketika hal itu sampai ke telinga Muhammad, ia mendiamkannya. Diamnya Muhammad umumnya diartikan sebagai persetujuan.
Di riwayat lain diceritakan tentang dua orang yang berselisih tentang suatu perkara. Mereka minta pada Muhammad untuk mengadili. Setelah Muhammad memberi keputusan, salah satu dari mereka tidak merasa puas. Lalu mereka meminta pendapat Abu Bakar. Abu Bakar memerintahkan mereka untuk patuh pada keputusan Muhammad. Mereka tetap tidak puas, lalu datang ke Umar untuk minta pendapat. Umar kemudian mengambil pedang dan memenggal leher orang yang tak puas atas keputusan Muhammad tadi. Allah membenarkan langkah Umar ini dengan menurunkan ayat 65 surat An-Nisa.
Itu adalah rangkaian cerita kekerasan dalam sejarah Islam. Cerita-cerita yang muncul dalam berbagai format. Kekerasan dalam berbagai bentuk dan sebab. Semua bentuk kekerasan itu "sah", bahkan "terpuji".
Benarkah SEMUA bentuk kekerasan itu SAH dan TERPUJI…?! Apakah Kang Hasan tidak merasa berlebihan dengan kesimpulannya tersebut?
“Sejarah Islam adalah sejarah berhias kekerasan. Sejak Muhammad mampu membangun kekuatan di Madinah, Islam berjalan dari perang ke perang.”
Mungkin Kang Hasan sedang tidak bisa membedakan antara PERISTIWA kekerasan dan AJARAN kekerasan sehingga menyatakan bahwa ‘Islam MENGAJARKAN kekerasan’. Sejarah penyebaran Islam memang penuh dengan PERISTIWA kekerasan dan perang yang hampir tiada hentinya. Tapi menyebutnya sebagai legitimasi untuk MENGAJARKAN kekerasan barangkali terlalu berlebihan!
“Saya melihat pesan-pesan kekerasan dalam ajaran Islam lebih kuat ketimbang pesan-pesan yang mengatur cara penggunaannya. Karenanya, penggunaannya sering menyalahi aturan Islam sendiri.”
Tentu saja kalau kita membaca kisah-kisah tersebut (dan beberapa ayat Al-Qur’an yang akan saya jelaskan nanti) secara tekstual maka SEOLAH-OLAH Islam mengajarkan kekerasan.
Tapi kalau kita mau memahami konsteksnya dalam ruang dan waktu kesejarahan maka apa yang kita lihat sebagai AJARAN kekerasan sebenarnya hanyalah refleksi kejadian dan peristiwa kesejarahan yang sangat wajar terjadi dalam ruang dan waktu kesejarahan tersebut.
Sebagai contoh, apakah memenggal kepala seorang musuh dalam peperangan merupakan sebuah kekejaman? Perspektif apa yang digunakan dalam menilainya? Bagaimana dengan menembak mati musuh dari jarak jauh tanpa musuh tersebut menyadari bahwa ia sedang diincar dan tidak berdaya untuk menghindarinya?
Bagaimana dengan penggunaan senjata WMD yang bukan hanya memusnahkan musuh berkeping-keping dan jumlah yang luar biasa banyaknya tapi juga tidak mampu dilawan oleh musuhnya? Tidakkah itu lebih kejam dan merupakan tindakan kekerasan yang jauh lebih massif? Pernahkan kita menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki senjata nuklir pada hakikatnya adalah negara yang MENGAJARKAN kekerasan kepada bangsanya?
Atau lebih spesifik, negara-negara yang pernah berperang pada hakikatnya MENGAJARKAN kekerasan pada bangsanya? Jika kita menganggap memenggal kepala adalah kejam dan umat Islam di jaman Rasululah sering memenggal kepala musuh-musuhnya apakah ini lantas menjadi justifikasi bahwa Islam (Rasulullah) MENGAJARKAN kekerasan? Bukankah justru nabi Muhammad yang pertamakali mengenalkan adab dalam berperang dimana pasukan muslim dilarang membunuh orangtua- wanita, dan anak-anak dan tak boleh menebang pohon tanpa keperluan?
Jika benar kesimpulan Kang Hasan bahwa Islam MENGAJARKAN kekerasan maka adab berperang ini sungguh merupakan ironi.
Ada banyak kisah yang menunjukkan bahwa Rasulullah TIDAK MUNGKIN bisa dianggap mengajarkan kekerasan dengan nama agama.
Bahkan musuh-musuh Nabi dan para orientalis pun paham betapa halusnya jiwa dan perangai Rasulullah sehingga menganggap Rasulullah MENGAJARKAN KEKERASAN adalah seperti petir di siang bolong bagi orang-orang yang mengenalnya. Hanya orang yang tidak mengenal Rasulullah yang mungkin menyatakan demikian.
Ada riwayat ketika terjadi gencatan senjata di Hudaibiyah, salah seorang sahabat mendatangi Rasulullah seraya berkata. ”Ya Rasulullah, meskipun kita bisa menang melawan musuh, tetapi keluarga mereka dalam keadaan lapar”. Mendengar laporan tersebut, Rasulullah langsung mengutus Hatib bin Abu Balta’ah menemui Abu Sofyan, pemimpin quraisy kala itu, dengan bantuan sebesar 500 dinar untuk membeli makanan pokok. Bantuan ini kemudian diserahkan kepada penduduk yang kelaparan. Abu Sofyan keheranan dan bertanya-tanya, bagaimana mungkin musuh yang akan dia bunuh membantu rakyatnya yang kelaparan?
Sekarang mari kita analisis argument Kang Hasan.
“Dikisahkan tentang seorang lelaki buta. Istrinya suka mencaci maki Muhammad. Laki-laki ini dengan meraba-raba mencari sebilah pisau. Dan ketika ia temukan, pisau itu ia gunakan untuk menikam dan membunuh istrinya, Ketika hal itu sampai ke telinga Muhammad, ia mendiamkannya. Diamnya Muhammad umumnya diartikan sebagai persetujuan.”
Kisah ini dianggap sebagai bukti bahwa Islam (Nabi Muhammad) melegitimasi pembunuhan tersebut dan itu dijadikan sebagai kesimpulan bahwa Islam MENGAJARKAN kekerasan.
Pertanyaannya adalah: Benarkah Rasulullah MELEGITIMASI pembunuhan tersebut? Apakah diamnya Rasulullah PADA SAAT berita itu sampai ke telinganya merupakan LEGITIMASI bagi pembunuhan tersebut? Apakah tidak ada fakta-fakta lain (yang tidak masuk dalam hadit tersebut) yang mungkin bertentangan dengan fakta tersebut?
Lebih jauh lagi, siapakah yang menetapkan bahwa ‘diamnya Muhammad’ adalah sebagai legitimasi?
Betulkah bahwa Nabi Muhammad menyetujui tindakan tersebut (meski pada saat beliau mendengar berita tersebut beliau diam saja)? Seberapa banyak fakta yang kita ketahui dari peristiwa ini sehingga kita bisa MEMASTIKAN bahwa ‘Diamnya Muhammad umumnya diartikan sebagai persetujuan’. Ada banyak kemungkinan yang terbuka di sini. ‘Potongan’ kisah yang kita yakini sebagai hadist itu masih terbuka lebar untuk ditafsir dan dianalisis?
Meski pun seandainya kesimpulan Kang Hasan benar (bahwa Rasulullah mendiamkan sebagai persetujuan) apakah sikap demikian itu secara moral bisa dianggap SALAH dalam situasi yang dihadapi oleh umat Islam? Bukannya hendak bersikap apologetic tapi kita tentunya tidak bisa begitu saja menghakimi apa yang terjadi di dunia sana pada ruang waktu yang jauh berbeda dengan situasi kita kini dengan cara pandang kekinian kita. Itu terlalu angkuh.
Jika kisah ini hendak dijadikan sebagai contoh bahwa Islam MENGAJARKAN kekerasan saya rasa tidak valid. Paling banter kita bisa menyatakan bahwa dalam sejarahnya umat Muhammad ada yang menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan. Apakah benar bahwa Nabi Muhammad membenarkannya juga tidak dapat dianggap sebagai sebuah KEPASTIAN. Derajatnya hanya sampai pada KESIMPULAN si pembawa kisah yang kemudian dinyatakan sebagai hadist (apa pun derajat hadistnya).
Mari kita lihat hadist ke dua yang diajukan sebagai bukti oleh Kang Hasan.
“Di riwayat lain diceritakan tentang dua orang yang berselisih tentang suatu perkara. Mereka minta pada Muhammad untuk mengadili. Setelah Muhammad memberi keputusan, salah satu dari mereka tidak merasa puas. Lalu mereka meminta pendapat Abu Bakar. Abu Bakar memerintahkan mereka untuk patuh pada keputusan Muhammad. Mereka tetap tidak puas, lalu datang ke Umar untuk minta pendapat. Umar kemudian mengambil pedang dan memenggal leher orang yang tak puas atas keputusan Muhammad tadi. Allah membenarkan langkah Umar ini dengan menurunkan ayat 65 surat An-Nisa.”
Ada dua skenario untuk melihat ini. Pertama, meragukan adanya peristiwa pemenggalan kepala oleh Umar dalam KONTEKS tidak puasnya orang tersebut. Benarkah Umar memenggal kepala orang tersebut , dan jika benar dilakukan oleh Umar benarkah karena peristiwa tersebut semata? Adakah kemungkinan lain sehingga Umar memenggal kepalanya?
Dalam kisah ini pun kita tidak tahu benar bagaimana situasi yang terjadi sehingga Umar memenggal leher orang tersebut. Kita hanya mengetahui dari sepotong fakta yang tertulis dalam hadist tersebut. Apa yang terjadi sebenarnya sehingga Umar HARUS memenggal kepala orang tersebut. Kita hanya membaca sepenggal keterangan (yang dalam hal ini kita sebut sebagai hadist, apa pun tingkat kesahihannya).
Apakah peristiwanya SESEDERHANA itu atau mungkin ada peristiwa-peristiwa lain yang mengikutinya (tapi tidak dimasukkan dalam potongan kisah ini)?
Kedua, jika Umar memang memenggal kepala orang tersebut karena dianggapnya membantah atas keputusan Tuhan, benarkah bahwa ini menjadi dasar dari turunnya 65 surat Annisa? Kebenaran asbabun nuzul ayat ini sangat penting karena ayat ini dijadikan sebagai legitimasi oleh Kang Hasan untuk membuat kesimpulan bahwa Islam MENGAJARKAN kekerasan.
Saya kutip ayat yang dimaksud. “[4:65] Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. Apakah ayat Al-Qur’an ini menjadi PEMBENAR dari tindakan Umar…?! Siapa yang menyatakan demikian…?!
Hanya kalau pertanyaan ini bisa dijawab dengan PASTI bahwa ayat ini adalah PEMBENAR untuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Umar maka kita bisa katakan bahwa pernyataan Kang Hasan benar. Kalau kita baca ayat ini (lepas dari kisah yang dilekatkan padanya) maka TIDAK ADA sama sekali nuansa yang menyatakan bahwa Umar benar dengan tindakannya memenggal kepalanya. Apalagi kalau mau kita simpulkan bahwa ayat ini memberi legitimasi untuk melakukan kekerasan. It’s too farfetched.
Saya cek ke Tafsir Al-Misbahnya Quraish Shihab dan menemukan penjelasan bahwa ada beberapa riwayat yang dikemukakan oleh ulama tentang seba turunnya ayat ini. SALAH SATU di antaranya (saya perlu menulis huruf besar ‘salah satu’ agar dipahami oleh orang awam bahwa yang disebut asbabun nuzul itu banyak dan ada yang bahkan bertentangan satu sama lain) menyebutkan bahwa ada seorang yang mengadu kepada Rasulullah SAW sehubungan dengan pengairan kebunnya yang berlokasi di dekat kebun azZubair Ibn al-Awwam, namun pada dataran yang lebih rendah. Biasanya para petani membangun bendungan-bendungan kecil, di samping sebagai batas kepemilikan juga agar dapat menampung air hujan, dan bila banjir datang kebun mereka tidak diterjang air.
Nah, ketika air telah tertampung si pengadu bermaksud agar air yang telah ditampung itu mengairi kebunnya lebih dahulu, padahal kebunnya berada pada lokasi d bawah kebun az-Zubair. Rasul bersabda kepada az-Zubair,”Airilah kebunmu setelah itu alirkan ke kebun tetanggaamu,” Yang mengadu berkata “Karena dia adalah anak tantemu?” Dia keberatan dan menduga Nabi saw pilih kasih, padahal keputusan tersebut lebih berdasarkan win-win solution atau keputusan yang menyenangkan kedua belah pihak. Dst… dst… sehingga turunlah ayat ini (QS 4:65).
Tak ada dijelaskan dalam kitab tafsir tersebut tentang Umar memenggal kepala seseorang sehingga ayat ini turun. Saya tak tahu riwayat mana yang diambil Kang Hasan untuk menyatakan bahwa turunnya QS 4:65 adalah untuk MEMBENARKAN tindakan Umar memenggal kepala seseorang yang membantah Rasulullah. Dan oleh Kang Hasan ini dijadikan sebagai argument kuat kesimpulannya bahwa Islam MENGAJARKAN kekerasan.
Jadi kesimpulannya, semua yang Kang Hasan sampaikan itu hanyalah PERSEPSI pribadi Kang Hasan terhadap peristiwa kekerasan yang masih memerlukan kajian mendalam tapi kemudian disimpulkan secara sembrono sebagai AJARAN Islam.
Dalam hal pengetahuan agama mungkin saya jauh lebih awam ketimbang Kang Hasan karena bahkan saya tidak pernah ikut pengajian mana pun dan tidak pernah terlibat dalam kegiatan mahasiswa Islam mana pun (saya bahkan tak tahu persis apa itu ‘Liqo’).
Tapi saya melihat bahwa argumen Kang Hasan cuma berdasarkan logical reason sehingga saya pikir mungkin pengetahuan mendalam tentang Al-Qur’an dan hadist tak diperlukan untuk menjawab tantangannya. Yang dibutuhkan hanyalah logical reason yang sama.
Saya sudah menjawab tantangan Kang Hasan dan jika pertanyaan yang sama diajukan kepada Kang Hasan “Apakah Islam mengajarkan kekerasan? Yang sebelumnya dijawab ‘tegas dan lantang: YA!”’ saya harap sudah agak berubah.
Saya masih menyimpan amunisi untuk menjawab tantangan Kang Hasan lebih lanjut. Tapi untuk saat ini saya cukupkan di sini.
***
Balikpapan, 26 Oktober 2010
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews