Karangan bunga ucapan duka atas wafatnya Abdul Latief Algaff berjejer di kanan-kiri Jalan Kinibalu 11, Kelurahan Mlajah, Bangkalan. Ya, itu rumah Latief Algaff. Dia aktivis senior di Madura, khususnya Bangkalan, Madura.
Selama ini, nama Latief Algaff sering disebut-sebut sebagai pejuang Jembatan Suramadu dan Industrialisasi di Madura. Jabatan terakhirnya sebagai Direktur Utama (Dirut) Dana Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Ia meninggal di Ternate, Kamis (12/7/2018).
Menurut Mohammad Ahid Algaff, adik kandung almarhum Latief Algaff, saat itu kakaknya sedang menjalankan tugas di Indonesia bagian timur, di Ternate, Maluku Utara. Ia meninggal Kamis (12/7/2018) sekitar pukul 08.15 WITA di Ternate.
Jenazah tiba di rumah duka di Mlajah sekitar pukul 21.00 WIB, dan selang 2 jam kemudian dikebumikan. Menurut Ahid, seperti dikutip JPNN.com, setelah turun dari pesawat, Latief Algaff muntah-muntah.
Setelah sempat dirawat di rumah sakit, ia kemudian meninggal dunia. Menurut adik keempat dari lima bersaudara itu, almarhum dikenal sebagai sosok pengayom dan getol dalam urusan pendidikan.
Keluarganya sangat bangga pada sosok almarhum. Letief Algaff dikenal suka membaca buku dan berdiskusi serta aktif berorganisasi. Alhamhum mulai aktif berorganisasi sejak SMP. Saat itu menjabat Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
Sebelum wafat, Latief Algaff ingin melanjutkan pendidikan S3. Sebab, banyak hal yang ingin diwujudkan untuk Madura. Terutama setelah adanya Jembatan Suramadu. Skripsi almarhum untuk meraih gelar sarjana seputar industrialisasi di Madura.
Sejumlah organisasi sempat dibidaninya. Antara lain, Ikatan Mahasiswa Bangkalan (Imaba), Badan Silaturahmi Ulama Madura (Basra), dan Persatuan Mahasiswa Administrasi Indonesia (Permadi).
"Banyak tokoh besar pernah dikader beliau. Seperti Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Orangnya berpikir ke depan. Tidak hanya untuk jangka pendek," kata Ahid bercerita, seperti dilansir JPNN.com.
Almarhum menempuh pendidikan di SDN Kemayoran I Bangkalan, SMPN 2 Bangkalan, dan SMAN 1 Bangkalan. Kemudian S1 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Setelah itu melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia (UI) Jakarta.
Selama di UGM, Latief Algaff aktif di organisasi, mulai tingkat jurusan, unversitas, hingga ekstra kampus pernah diikutinya. Antara lain, menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara di jurusan, Ketua Senat Fisipol UGM, dan Ketua Permadi Indonesia.
“Dia aktif berdiskusi dengan para pejabat. Sering memimpin demo. Dia juga yang memimpin demo 1988,” lanjut Ahid Algaff yang juga dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM) itu.
Meski menjabat pimpinan pada salah satu BUMN, almarhum aktif menjadi aktivis di area kerja. Di masa kerja, almarhum menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN periode 2009-20014.
Latief Algaff berkiprah di BUMN yang bergerak di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan selama 22 tahun. “Pernah ditawari menjadi anggota dewan, namun ditolak. Banyak tawaran tapi almarhum tidak terjun di dunia politik,” ungkap Ahid Algaff.
“Beliau sosok yang banyak menginspirasi,” lanjutnya. Selama 22 tahun berkecimpung dalam bidang jaminan sosial tenaga kerja membuat alumni Jurusan Adminstrasi Negara angkatan 1985 ini kerap kali menemui tantangan.
Tantangan tidak hanya muncul dari segi tenaga kerja itu sendiri, tetapi juga muncul dari sisi kebijakan politik ekonomi melalui akumulasi dana yang sangat besar. Hal ini bukan menjadi masalah besar bagi Latief Algaff.
Berperan Membangun BPJS
Dengan aktivitasnya dalam berbagai organisasi pada masa itu, Latief Algaff telah merasakan manfaat yang luar biasa. “Kita lebih siap pakai di mana pun kita bekerja. Karena kita terbiasa dalam merumuskan serta memecahkan masalah,” tuturnya.
Suksesnya transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan tak bisa lepas dari peran Latif Algaff. Sebagai Kepala Bagian Urusan Kelembagaan Biro Rencana dan Pembangunan ketika itu, membuatnya terlibat dalam perumusan undang-undang jaminan sosial.
Latif Algaff banyak melakukan kontak dengan lembaga-lembaga asosiasi jaminan sosial serta pihak-pihak terkait lainnya. Ia juga banyak melakukan advokasi kepada DPR, tokoh-tokoh pekerja, serta lembaga-lembaga lain yang menjalin hubungan baik dengan dirinya.
Ditambah lagi, tesis Latif mengenai jaminan sosial membuat dirinya turut pula memberi sumbangsih pada sisi akademik. Ketiga hal ini menjadi menarik karena kemudian tercipta sinergi dalam perumusan jaminan sosial.
“Kadang pendapat saya pribadi tidak sama dengan pendapat perusahaan. Namun itu menarik. Artinya, saya senang bisa konstitusi ke suatu regulasi, UU yang memang akan memberikan pengaruh besar bagi kesejahteraan rakyat. Itu bagian dari aplikasi sila kelima Pancasila,” ujar Latief Algaff.
Dengan pengalaman yang ia dapat tersebut, Latif Algaff seringkali berpesan agar menjadi mahasiswa yang aktif, “Karena keaktifan merupakan salah satu modal dalam menghadapi dunia kerja,” seperti dikutip laman Fisipol.ugm.ac.id.
Selain itu, Latief Algaff juga berpesan agar menjadi mahasiswa yang berwawasan luas dan memiliki nilai akademik yang baik. Dengan hal tersebut, mahasiswa akan mempunyai banyak referensi dan jaringan pertemanan yang luas.
Selain bercerita mengenai pengalaman sebagai aktivis, Latief Algaff juga berbagi pengetahuan terkait karir di BUMN. “Berkarir di BUMN itu simple,” tuturnya. Mahasiswa hanya perlu wawasan yang luas untuk berkarir di BUMN.
Ia lalu memberikan tips dan trik untuk bekerja di BUMN sebagai jawaban dari pertanyaan salah satu peserta diskusi. Menurut Latief Algaff, untuk berkarir di BUMN, mahasiswa hanya perlu intens dalam meng-update informasi lowongan kerja di BUMN.
Selain itu, memiliki integritas yang baik, berwawasan dan pengalaman yang mumpuni, dan yang terakhir dan sering dilupakan adalah behaviory. “Banyak orang pintar tapi dia egois, karena tidak perlu kerjasama, padahal kerja itu butuh kerjasama,” tambahnya.
Sahabat Pejuang
Adalah Harun Al Rasyid, Wakil Ketua DPD Partai Golkar yang mengaku merasa kehilangan dengan sosok sahabat seperjuangan sejak mahasiswa itu. Sebagai sahabat karib almarhum, ia mengaku tidak menyangka dan kaget mendengar teman seperjuangannya berpulang.
Harun Al Rasyid mengaku sudah bersama almarhum sejak masa duduk di bangku SMAN 1 Bangkalan. “Selama kuliah kami juga sering berada di forum-forum nasional. Di pertemuan-pertemuan Fisip se-Indonesia, saya mewakili Universitas Jember, dia dari UGM,” ujarnya.
Kesan yang tidak akan terlupakan, menurut Harun, yakni perjuangannya bersama almarhum menghadapi industrialisasi yang ditandai dengan adanya pembangunan Jembatan Suramadu. Pada 1988, jembatan sepanjang 5,3 km itu masih sebatas wacara dari hasil studi Tri Nusa Bima Sakti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Studi yang dilakukan untuk menghubungkan Jawa-Madura, Jawa-Bali, dan Jawa-Sumatera. Hasil studi itu, yang paling layak teknis dan ekonomis yaitu menghubungkan Jawa-Madura. Dengan adanya rencana tersebut, dia dan almarhum berinisiatif mempersiapkan masyarakat Madura, khurusnya Bangkalan sebagai pintu gerbang menghadapi era industrialisasi.
“Kami bersama para tokoh di Madura saat itu. Isu besarnya bukan Jembatan Suramadu, tapi industrialisasi di Madura. Setiap saat di forum-forum nasional kami berbicara soal Madura,” kenangnya, seperti dikutip JPNN.com.
Sebagai aktivis di masa Presiden Soeharto, Harun dan Latief Algaff kerap tampil di panggung nasional. Satu lagi aktivis yang kerap bersanding, yaitu Saifullah Yusuf alias Gus Ipul. “Kami bertiga dikenal tiga serangkai di forum-forum nasional. Saya, Latief, dan Gus Ipul,” ujarnya.
“Sampai saat ini saya belum menyangka teman terbaik saya berpulang lebih dulu. Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya,” ucap Harun Al Rasyid kepada Pepnews.com. Menurutnya, di masa-masa mendatang, ia akan tetap melanjutkan perjuangan Latief Algaff.
“Selamat Jalan Sahabat! Perjuanganmu untuk mewujudkan industrialisasi Madura akan terus kami perjuangkan hingga mencapai Madura yang makmur sejahtera semuanya,” tutur Harun Al Rasyid yang kini menempuh jalur politik untuk perjuangannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews