Berebut Beri Hadiah ke Zohri, padahal Ada Ribuan Zohri-Zohri Lainnya

Sabtu, 14 Juli 2018 | 12:12 WIB
0
622
Berebut Beri Hadiah ke Zohri, padahal Ada Ribuan Zohri-Zohri Lainnya

Masyarakat atau bangsa kita sering "kagetan" kalau mendengar berita ada anak bangsa yang berprestasi di kancah dunia internasional. Penyakit "kagetan" atau rendah diri ini sudah dialami jauh sebelum kemerdekaan. Suka merendahkan bangsa sendiri dan memuja-muja negara lain.

Ada emas atau permata ditumpukan sampah-sampah kemiskinan, yang orang untuk mendekat saja tidak mau karena itu tempatnya orang-orang miskin. Dan orang miskin sering dianggap menjadi beban. Tetapi emas tetaplah emas sekalipun dalam tumpukan sampah kemiskinan.

Dan emas atau permata itu adalah anak muda yang mengharumkan nama bangsa dikancah perhelatan olah raga  dunia atletik U-20, lari 100 meter dan mendapatkan medali emas. Namanya Lalu Muhammad Zohri atau yang lebih dikenal Zohri.

Sontak masyarakat kita terkaget-kaget mendengar ada anak muda yang bisa menjuarai kejuaraan lari 100 meter di dunia internasional, Filandia. Biasanya yang sering menjuarai adalah pelari dari Amerika. Masyarakat kita seakan tidak percaya ada anak muda yang bisa menang dan mendapat medali emas. Kok bisa menang yaa?Begitulah nada tanya sebagian masyarakat kita.

Setelah heboh kemenangan Zohri, media massa mengarahkan pada rumah Zohri yang sering orang mengatakan rumahnya sederhana. Sebenarnya rumah Zohri bukan sederhana tetapi lebih pantas disebut rumah tidak layak huni. Rumah yang terbuat dari gedek atau anyaman bambu dan kayu.

Setelah namanya heboh dan rumahnya viral di medsos, ramai-ramai instansi pemerintah atau pemerintah daerah ingin membantu memperbaiki rumah Zohri yang masuk kategori rumah tidak layak huni. Ada yang menawari masuk TNI tanpa test atau langsung diterima, ada yang menawari menjadi PNS, ada yang memberi bantuan uang ratusan juta, dan ada yang menawari bantuan perbaikan rumahnya.

Padahal Zohri bukan kali ini saja ikut dalam kancah lari di perhelatan dunia internasional, memang gaung nama Zohri baru membuat kaget masyarakat pada event lari 100 meter dunia atletik di Filandia.

Bandul kalung atau medali sudah banyak bergelantungan di rumah Zohri, tetapi perhatian pemerintah daerah juga belum ada.

Bahkan ketika keluarganya mengajukan perbaikan rumah kepada kepala desa, namanya tidak masuk dalam daftar untuk mendapat bantuan perbaikan rumah.

Pemerintah pusat yaitu presiden Jokowi juga langsung merespon dan memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuldjono untuk memperbaiki rumah Zohri supaya menjadi rumah layak huni dan seperti rumah tetangganya yang terbuat dari dinding bata.Tentu respon presiden juga harus diapresiasi.

[irp posts="18681" name="Lalu Muhammad Zohri, Bob Hasan dan Dunia Atletik Kita"]

Akan tetapi, rumah tidak layak huni seperti rumah Zohri jumlahnya jutaan dan perlu bantuan dari pemerintah dalam hal ini adalah program dari pemerintah daerah. Zohri adalah beruntung dengan prestasi ia bisa mendapat bantuan dari banyak pihak, tetapi bagaimana dengan masyarakat yang tidak punya prestasi?

Apakah mereka harus mengadu kepada media sosial dan memviralkan keadaan rumahnya masing-masing dan baru ada respon atau tanggapan dari pihak terkait?

Harusnya ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah seperti para bupati/walikota dan para gubernur. Bukankan dalam pilkada yang baru usai mereka berjanji dengan janji-janji manis, seakan ingin mengatasi masalah tanpa masalah. Tetapai setelah terpilih mereka suka lupa dan pura-pura lupa.

Banyak masyarakat yang mengajukan perbaikan rumahnya supaya mendapat bantuan, tetapi seringkali harus membayar supaya rumahnya bisa masuk dalam program bantuan pemerintah daerah.

Otonomi daerah yang seharusnya bisa membawa manfaat bagi masyarakat, tetapi dalam prakteknya malah mencipkan raja-raja atau penguasa di daerah. Banyak daerah minta pembentukan atau memekarkan daerah menjadi kabupaten atau provinsi tetapi hanya untuk mencari jabatan atau ingin menjadi penguasa daerah.

Sering kali masyarakat hanya untuk memintan bantuan harus lewat media sosial yang dianggapnya cara paling ampuh dan cepat untuk direspon. Seperti pernah di pedalaman Kalimantan ada anak-anak SD meminta bantuan baju sekolah dan tas atau sepatu kepada presiden.

Dan memang langsung direspon oleh presiden untuk memberi bantuan seperti yang mereka minta. Ada lagi seorang anak difabel di Pekanbaru meminta bantuan kursi roda kepada presiden dan langsung direspon seperti yang ia minta.

Padahal harusnya, itu tugas seorang kepala daerah yang harus responsif terhadap kebutuhan masyarakat di daerahnya.Kalau sampai bantuan presiden yang turun,harusnya kepala daerah malu,tapi memang mereka tidak punya malu.Mereka sibuk mencari fee proyek.

Nasib Zohri masih lebih baik karena punya prestasi, bantuan, bonus atau hadiah mengalir, tetapi nasib si Paijo, Tarno, Paijem, Tukijem, Parmin masih belum ada yang memperhatikan, apalagi mereka tidak punya prestasi. Apalagi mereka sudah tua dan tidak mungkin bisa bikin prestasi.

Mudah-mudahan rumah-rumah tidak layak huni seperti rumahnya Zohri,menjadi program nasional lewat pemerintah daerah.

***