Dilema Kami Karenamu, Tuan Guru!

Selasa, 10 Juli 2018 | 06:00 WIB
0
1095
Dilema Kami Karenamu, Tuan Guru!

Demi Allah, sampai sekarang didompet saya masih tersimpan dengan rapi pasphoto kakek TGB, Almagfurulahu Maulana Syeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Beliau adalah ulama besar dari Indonesia timur.

Sama dengan Hamka bagi orang Sumatera atau KH Hasyim Ashari untuk daerah Jawa, nama Tuan Guru Haji juga adalah kebanggaan yang memercikkan rasa hormat dihati dan dada semua orang NTB .

Bayangkan, foto itu diberikan oleh sahabat saya, Haji Yoyo seorang Perantau Sukses dari NTB yang tinggal di Kota Grogot, Kalimantan Timur yang jauh dari tanah leluhur. Foto Tuan Guru Haji terpampang ditempat terhormat dirumahnya, demikian juga dengan rumah-rumah orang NTB kenalan saya yang lainnya.

Insya Allah saya juga meletakkan foto beliau ditempat yang istimewa. Karena di dompet saya hanya ada foto beliau dan istri saya, foto orang-orang tercinta.

Ini juga saya anggap ikatan emosional saya dengan para sedulurku orang-orang NTB yang walaupun jauh di mata tapi rasanya begitu dekat di hati.

Saya merasa bisa memahami sikap hormat dan sayang masyarakat NTB juga secara otomatis menurun kepada Tuan Guru Bajang, layaknya Gusdur sebagai cucu KH Hasyim Ashari yang juga mendapat limpahan kasih sayang tidak berbatas dari masyarakat Jawa Timur khususnya. Ditambah lagi TGB seorang ulama mumpuni sekaligus Umara berprestasi.

Karena itu dari awal saya mengajak para sahabat netizen tanah air untuk tidak menghujat beliau. Karena saya memahami kondisi psikologis kawan-kawan dari NTB. Dilain pihak, saya juga memahami "sentilan" sampai cercaan bernada kekecewaan umat terhadap beliau, semuanya bermuara kepada satu kata: Cinta Ulama.

TGB selama ini juga bagian dari Ulama cerdas sekaligus Umara yang juga dibanggakan masyarakat Indonesia lainnya, bukan hanya oleh para sedulur di NTB. Jadi langkah TGB yang dianggap merapat kepada rezim berkuasa sekarang mengecewakan banyak orang. Karena bukan rahasia lagi, rezim sekarang dianggap tidak ramah terhadap Islam.

Saya tidak tahu apa yang ada di hati dan pikiran TGB, tapi saya tahu sudah sejak lama politik negeri ini saling sandera-menyandera. Berbagai kasus diciptakan untuk membungkam lawan, sekelas Abraham Samad saja bisa terjungkal hanya karena masalah sepele, apalagi seorang Gubernur yang kebijakannya mudah dikriminalisasi.

Jangan lupa, kisah Harry Tanoe mungkin bisa jadi pelajaran tambahan lainnya kalau politik di negeri ini bukan hanya sesederhana warna hitam dan putih.

Sampai sekarang di hati saya yang paling dalam tetap menaruh rasa hormat dan simpati kepada Tuan Guru. Saya juga percaya andai Pilpres pesertanya hanya Jokowi dan Prabowo, terlepas dari kata-kata dukungan beliau dan sikap politiknya sekarang dan nanti, tapi saya yakin secara pribadi Tuan Guru akan mencoblos Prabowo. Karena saya percaya pertanggung-jawaban pilihan kita memilih pemimpin bukan hanya di Dunia, tapi juga di Akhirat di depan Allah SWT, kelak.

Demikian juga dengan para sedulurku di NTB, rasa hormat kepada TGB tidak akan bisa ditawar, tapi saya haqqul yakin andai pilihan pilpres yang sama, suara Prabowo akan tetap merajai di provinsi NTB, sama seperti 2014 lalu.

Justru paling menyedihkan dan memprihatinkan bagi saya adalah tiba-tiba saja kelompok sebelah memuja-muji Tuan Guru karena merasa sepaham politiknya.

Tsamara Amany dan para kecebong bahkan yang anti takbirpun tiba-tiba saja merasa dekat dengan beliau. Di saat yang bersamaan kelompok saya juga mencaci-maki beliau dengan alasan yang sama. Politik kita sekarang memang sudah terlalu jelas pilihannya, kami atau mereka.

Malaikat dan Setan bisa langsung berubah peran, tergantung sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Hanya saja tetap jangan lupa, banyak yang terpaksa atau dipaksa bersikap jadi "mereka". Karena kekuasaan bukan hanya menciptakan penjilat tapi juga orang-orang tersandera yang terikat kaki-tangan dan mulutnya terbungkam.

Karena itu walaupun kecewa saya dari kemarin tetap menghimbau jangan berlebihan menyerang Tuan Guru Bajang. Fokus kita masih sama, mencari pemimpin negeri ini yang cinta Ulama. Kita sama-sama berjuang, ke depan tidak akan ada lagi Ulama yang dikriminalisasi, tidak akan ada lagi pemimpin yang tidak ramah kepada Umat Islam dan pemeluk agama lainnya.

Dan sampai sekarang saya meyakini sosok paling tepat itu masih tetap Prabowo Subianto.

Bagi para sedulurku di NTB yang tetap sepakat, TGB tetap kita letakkan ditempat terhormat dan demikian juga sikap kita tidak akan berubah mendukung Pak Prabowo, ayo bergabung di Group FB #RPP2019 NTB. Saatnya yang tertunda dulu kita perjuangkan dan selesaikan.

Sampai kapanpun saya percaya, NTB akan tetap sama dengan Sumatera Barat, Jawa Barat, Aceh dan daerah-daerah religius terberkahi lainnya di negeri ini, kantong suara Prabowo yang tidak akan tergoyahkan!

***