Lanjuuut...!!!
Ketika tulisan ini dibuat, quick count pilkada Jawa Barat belum selesai. Tetapi perolehan suara pasangan nomor 3, Ajat - Syaikhu mencapai 29%. Capaian yang di luar perkiraan banyak orang.
Perolehan ini ada pengaruhnya dengan gerakan #2019GantiPresiden. Begini analisanya...
Hanya satu calon yang dianggap representasi cita-cita #2019GantiPresiden, dari 4 calon yang berlaga di Pilkada Jabar tahun ini. Yaitu Ajat-Syaikhu, nomor urut 3. Paslon nomor 2 bahkan terang-terangan bersorak "Hidup Jokowi" ketika debat. Paslon lain diusung partai pendukung Jokowi. Tetapi di tataran pemilih sebenarnya belum tentu mereka ikut pilihan partai.
Ketika pasangan yang dikenal dengan singkatan Asyik itu "ditempeli" slogan #2019GantiPresiden, sebenarnya saya was was. Pasangan ini elektabilitasnya rendah sekali. Nanti bisa bumerang. Kalau kalah, gerakan #2019GantiPresiden akan jadi cemoohan.
Ternyata kekhawatiran saya salah. Justru fenomena perolehan suara pasangan tersebut membuktikan taring gerakan yang digulirkan oleh Mardani Ali Sera.
Pertama kali booming sebagai representasi jargon #2019GantiPresiden adalah pada insiden debat pilkada tanggal 14 Mei 2018. Saat itu Sudrajat memberi closing statement: "Pilih nomor tiga Asyik (Sudrajat-Syaikhu). Kalau Asyik menang, Insya Allah 2019 mengganti presiden." Yang kemudian direspon oleh Syaikhu dengan mengangkat sebuah kaos bertuliskan '2018 Asyik, 2019 Ganti Presiden'. Sontak ricuh lah Gedung Balairung UI malam itu.
Sejak saat itu timses Asyik serta netizen membawa serta gelombang #2019GantiPresiden yang sudah viral sebelumnya di setiap kampanye Ajat-Syaikhu, di dunia maya dan nyata.
Perlu diingat, sebulan sebelum debat pilkada, perkiraan suara dalam survei menunjukkan angka yang jeblok untuk Asyik. Saya ambil satu survei saja, yaitu Indobarometer yang merilis hasil pemetaannya pada tanggal 19 April 2018.
Detik melansir: Pasangan Ridwan-Uu berhasil memperoleh suara sebesar 36,7 persen dalam pertanyaan tertutup simulasi surat suara. Perolehan suara itu kemudian disusul oleh pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi sebesar 31,3 persen, Sudrajat-Ahmad Syaikhu 5,4 persen, dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan 3,4 persen. Sementara itu, sebanyak 23,3 persen responden belum/tidak memilih.
Angka 5% sangat sulit diharapkan untuk kontestasi demokrasi yang berselang 2 bulan lagi. Hasil survei lain mirip-mirip. Pasangan ini terancam dipermalukan.
Lagi pula, siapa sih yang kenal Mayen Sudrajat? Siapa yang kenal Ahmad Syaikhu? Nama mereka jelas kalah jauh populer dibanding artis Deddy Mizwar dan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Memang dari awal banyak yang pesimis dengan pasangan yang diusung Gerindra, PKS dan PAN tersebut.
Tapi sejak pertengahan Mei, setelah debat yang menghebohkan itu, ke akhir Juni ketika pencoblosan dilakukan, rupanya suara Asyik terkatrol lebih dari 5 kali lipat!!! (Berdasarkan quick count terkini) Berkat "mendompleng" gerakan #2019GantiPresiden.
Jelas ini adalah suatu yang booming bila kamera bisa dihadapkan ke fenomena ini dengan sudut yang pas. Rupanya slogan #2019GantiPresiden sangat sakti.
Sebenarnya saya penasaran dengan pilkada Jabar. Kalau diundur 3 bulan lagi, akan bagaimana konstelasinya?
Saya rasa kalau pun pasangan ini kalah di pilkada yang digelar 27 Juni 2018, paslon yang mengalahkannya itu menang karena "saved by the bell".
Simpatisan gerakan #2019GantiPresiden bisa semakin percaya diri sekarang. Paslon modal cekak popularitas saja bisa sebegitu mengejutkan. Apalagi bila yang diusung untuk pilpres 2019 nanti yang pernah punya modal 48% pada 2014 lalu, atau bahkan 58% di pilgub Jakarta kemarin.
Ditambah wakilnya yang sudah 2x menang pilkada Jabar dan punya segudang prestasi membanggakan selama memimpin Jawa Barat 2 periode barusan.
Saya yakin gerakan ini akan sukses.
***
Zico Alviandri
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews