Saya beruntung: dapat tempat duduk di sebelah wanita muda Prancis ini. Namanya: Christine Authemayou. Ahli geologi.
Umur 25 tahun sudah bergelar doktor. Duduk di sebelahnya terbang 1,5 jam dari Ngurah Rai ke Tambulaka menjadi sangat singkat.
Mengapa Christine sering ke Sumba? ”Sumba itu pulau yang daratannya selalu naik,” katanya.
Mengapa? ”Karena terungkit oleh daratan Australia yang kian turun,” tambahnya.
Daratan Sumba yang terungkit itu, kata Christine, adalah yang wilayah timur. Yang paling dekat dengan Australia.
Karena itu Sumba Timur sangat kering. Gersang. Beda sekali dengan Sumba Barat yang hijau. Subur. Indah.
Melihat dataran Sumba Timur memang beda sekali. Seperti tanah yang belum jadi. Ibarat masakan yang belum matang.
Saya ceritakan pada Christine humor orang Sumba. Tentang anehnya tanah di Sumba timur itu: konon bumi itu diciptakan Tuhan dalam 7 hari. Pada hari ketujuh giliran Sumbalah yang diciptakan. Ciptaan itu belum begitu jadi harinya sudah keburu lewat.
Christine tertawa. Mungkin menertawakan saya yang tidak paham geologi. “Daratan Sumba Timur itu dulunya dasar laut,” ujar Christine.
Kali ini Christine akan 20 hari di Sumba. Sendirian. Perjalanan seperti itu sudah biasa baginya.
Untuk memperoleh gelar doktor dulu, dia berbulan-bulan di Iran. Meneliti fenomena geologi di Iran utara. Yang sering menderita. Akibat gempa berulang-ulang.
Christine juga ke Guatemala. Untuk penelitian yang sama.
Kebetulan. Setelah merasakan satu malam di villa Nihi Sumba saya akan ke Sumba Timur.
Setir sendiri. Membelah Sumba dengan jalan yang berliku. Di akhir Juni: udara tersejuk di Sumba. Ketularan musim dinginnya Australia.
Di Sumba Timur saya mampir ke perkebunan tebu milik grup Djarum.
Membangun perkebunan tebu di Sumba Timur? Yang gersang itu? Yang kering kerontang itu? Yang dulunya dasar laut itu? Yang batunya dan koralnya dan pasirnya lebih banyak dari tanahnya itu? Tidak masuk akal Djarum melakukan itu.
Grup Djarum memang punya perkebunan sawit yang luas di Kalbar. Juga punya pabrik gula di Sumsel (Oku). Tapi bikin kebun tebu di Sumba Timur?
Memang banyak yang bilang grup Djarum kelebihan uang. Tapi ‘membuang’ uang untuk bercocok tanam di Sumba Timur rasanya terlalu heroik. Idealis sekali.
Dulu, saya pikir itu hanya mimpi. Saya begitu ingin menyaksikannya sendiri. Setelah melihat video-video kebun penelitiannya. Yang dilakukan pada tahun 2014.
Tapi waktu itu saya sibuk sekali. Setelah itu saya sibuk lagi di pengadilan: sibuk yang sia-sia.
Baru kali ini saya tekati untuk mengunjunginya. Sekaligus untuk melihat perkembangan terbarunya.
Di kantor grup Djarum itu saya ceritakan pertemuan saya dengan Christine itu. Semua yang hadir mengikuti cerita itu dengan serius. Tentang tandusnya bumi Sumba Timur. Yang mereka geluti saat ini.
”Pantas kita sering menemukan kerang di kebun tebu kita,” ujar salah seorang staf di kebun itu. “Kadang besarnya sampai 1,5 meter,” tambahnya.
Orang Sumba timur juga sering menemukannya. Biasanya mereka gunakan kulit kerang itu untuk tempat makanan ternak.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews