Lusa, Masyarakat Jawa Barat akan memilih Gubernur dan wakilnya. KPU telah menetapkan tanggal pemilihan Pilkada serentak untuk 171 Kabupaten/Kota/Provinsipada Rabu 27 Juni 2018.
Pada Pilgub Jabar, ada empat pasangan calon yang maju; pasangan nomor 1 Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) yang diusung oleh PKB, PPP, Nasdem dan Hanura.
Pasangan nomor urut 2 Tb Hasanudin dan Anton Carliyan (Hasanah) diusung oleh PDIP.
Pasangan Nomor Urut 3 Sudrajat dan Ahmad Syaikhu (Asyik) diusung oleh Gerindra, PKS, PAN dan PBB.
Pasangan Nomor urut 4 Dedy Mizwar dan Dedi Mulyadi (D2M) yang diusung Demokrat dan Golkar.
Hiruk pikuk masa kampanye telah dilewati, debat kandidat sudah dilakukan beberapa kali, para kandidat juga silih berganti turun berkunjung bersillaturrahmi dan menyapa masyarakat dengan berbagai pola dan cara.
Kini tahapannya sudah masuk masa tenang. Masa di mana para kandidat dan tim sukses menghentikan aktifitas kampanyenya. Paling mereka focus mempersiapkan saksi dan kebutuhan menjelang Hari H pencoblosan, dengan tentu saja kesiapan mental untuk menerima kasil akhir apapun itu. Menang ataupun kalah.
Menarik untuk mencermati polarisasi kekuatan politik partai dan riak masyarakat dalam membaca figur masing-masing pasangan calon. Dan tentu saja kita bisa menganalisa dan meneropong arah dukungan dan potensi kandidat yang kemungkinan akan memenangkan pertarungan.
Segala sumber informasi bisa menjadi refferensi, apakah release hasil survey lembaga-lembaga survey yang qualified (semisal LSI, Indikator Politik Indonesia, Kompas, Indo Barometer, Poltracking, SMRC dll} atau teropongan “demam” dan derasnya angin perbincangan di masyarakat.
Secara teori politik, tingkat elektabilitas kandidat selalu berangkat dari besarnya tingkat popularitas dan likeabilitas. Bahwa seseorang pasangan kandidat calon akan di pilih oleh rakyat apabila dia di kenal dan di sukai oleh rakyat. Atau kalau dalam bahasa saya, kesuksesan seseorang atau sesuatu dalam urusan dipilih oleh orang lain berangkat dari tiga kata, Kenal, Paham, Yakin.
Seperti halnya seseorang memilih dan memutuskan pasangannya dalam hidup dan berumah tangga. Keyakinan itu hadir ketika sudah benar-benar kenal dan paham terhadap sosok tertentu, sehingga dia di pilih. Begitu pula dalam pilihan politik, secara umum tingkat keterkenalan seseorang, tingkat paham akan isi kepala, pemahaman, kemampuan dan kapasitas kepemimpinannya, akan menjadi alasan dia untuk dipilih oleh rakyat.
Karena harus diyakini, selain factor x diluar kemampuan manusia, atau ada tsunami politik yang terjadi atau ada praktek politik kotor lainnya seperti money politics, intimidasi dan kecurangan tangan kuasa yang lebih tinggi dari aparat Negara misalnya, ketiga kata itu selalu berkesesuaian dengan hasil akhir yang positif.
Dalam konteks Pilgub Jabar, dari keempat kandidat diatas, jika kita membaca keseluruhan proses dan tahapan semenjak pinang meminang hingga pendaftaran sampai selesainya masa kampanye, Teori Popularitas, Likeabilitas dan Elektabilitas mengerucut pada dua kandidat terkuat.
Release lembaga-lembaga survey yang bonafide selalu menempatkan pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dan Pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dalam urutan dua teratas secara signifikan, rerata diatas 30%. Sementara dua pasangan kandidat lain yaitu Hasanudin-Anton (Hasanah) dan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) tak beranjak dari angka dibawah 10%.
Kita membaca kejar kejaran prosentasi hasil survey antara Rindu dengan 2DM. Semenjak awal Pasangan Rindu selalu memimpin dengan margin antara 5-10 persen. Pada beberapa lembaga survey 2DM sempat menyalip dengan angka tipis 1-3%, kemudian di susul kembali oleh pasangan Rindu dengan margin 3-6%.
Sementara pasangan Hasanah dan Asyik dari awal ada peningkatan dari nol koma sampai sekarang di kisaran 5% dan 7 %. Padahal pasangan Hasanah didukung PDIP sebagai pemenang Pileg Jabar 2014, dan Asyik diusung PKS yang notabene incumbent gubernur Jabar (Ahmad Heryawan) yang memimpin selama 2 periode ditambah semangat Pilkada DKI yang coba di bawa ke Jabar dengan menggencarkan opini 2019 ganti presiden segala.
Jika membaca hasil survey seperti itu, maka jika membaca “demam” bisik-bisik di bawah, di masyarakat secara langsung, maka keempat kandidat itu memang memiliki tren penilaian tersendiri di masyarakat. Politik “kesan” atau politik persepsi terhadap keempat kandidat itu ternyata sudah mulai melekat di otak bawah sadar public Jabar.
Meskipun berbagai pola politik kotor dengan cara men-down grade kandidat terus dilancarkan di berbagai media, cetak maupun elektronik, terutama di media sosial. Dan sejatinya, kita memang tidak bisa menyepelekan politik persepsi dalam perhelatan semisal Pilkada.
Pasangan Urut 1 Rindu, di level bawah (masyarakat) melekat persepsi muda, cerdas, inovatif, berpengalaman dan nyantri. Pasangan ini memang pasangan paling muda di antara keempat lainnya, keduanya di bawah usia 50 tahun dengan tampilan fisik yang fresh dan gagah (terutama tampilan Ridwan Kamil). Pasangan ini juga dipandang sebagai sosok pemimpin yang berpengalaman karena keduanya adalah Walikota Bandung dan Bupati Tasikmalaya.
Ridwan Kamil dipersepsikan sebagai Walikota yang cerdas dan sukses memimpin Kota Bandung dengan segudang inovasi, prestasi yang diganjar dengan berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Keduanya juga dipersepsikan sebagai nyantri karena keduanya merupakan cucu ulama besar, Ridwan Kamil cucu dari Mama Pagelaran Subang yang merupakan Ulama NU dan pejuang kemerdekaan, sementara Uu merupakan cucu KH Khoer Affandy ulama besar pendiri Ponpes Miftahul Huda Manonjaya dengan ribuan alumni yang menyebar seluruh Indonesia.
Sementara itu, 2DM memiliki tingkat popularitas yang moncer karena faktor Deddy Mizwar yang seorang aktor dan juga incumbent wakil gubernur. Deddy Mizwar bahkan dianggap key factor ketika Aher memenangkan pertarungan pada saat maju di periode keduanya untuk menandingi popularitas Dede Yusuf ketika itu. Memang Deddy Mizwar yang sebelum terjun ke dunia politik malang melintang di dunia layar kaca sudah sangat familiar di tengah masyarakat, apalagi dengan sinetron-sinetron religinya
Selain itu pula, tak bisa dipungkiri akan sosok Dedi Mulyadi yang dua periode memimpin Purwakarta dan juga menjadi Ketua DPD Golkar Jabar. Dedi Mulyadi juga dipersepsikan sebagai sosok Bupati yang sukses memimpin Purwakarta, memiliki concern terhadap kebudayaan, dekat dengan rakyat dan memiliki konsep yang visioner dengan persambungan nilai-nilai budaya Sunda.
Bagaimana dengan Hasanah dan Asyik?
TB Hasanudin-Anton merupakan sosok Militer dan Polisi. Hasanudin Memang Anggota DPR RI dan Ketua DPD PDIP Jabar, sementara Anton Charliyan merupakan mantan Kapolda Jabar. Hanya kemunculan Hasanudin-Anton di akhir-akhir masa pencalonan. Sehingga tingkat popularitasnya memang agak terpaut jauh dibanding Ridwan kamil dan Deddy Mizwar.
Pasangan Hasanah ini berat mengangkat tingkat popularitasnya, paling memaksimalkan gerakan jejaring mesin partai PDIP yang memang menjadi pemenang pileg 2014 lalu.
Untuk Sudrajat-Ahmad Syaikhu, pasangan yang diusung Gerindra dan PKS, PAN dan PBB ini, kelihatannya memang berangkat dari euphoria kemenangan Pilkada DKI Jakarta. Sehingga Gerindra mengajukan Sudrajat yang pensiunan militer dan PKS mengusung Ahmad Syaikhu yang merupakan Ketua DPD PKS Jabar dan Juga Wakil Walikota Bekasi.
Gerindra dan PKS sepertinya ingin meng-copy paste peristiwa politik dan cara serta metodenya seperti Pilkada DKI Jakarta, meskipun mengusung pasangan kandidat yang tingkat popularitasnya masih rendah kala itu. Asyik bahkan membunyikan secara frontal sikap Pilgub dengan tagar 2019 Ganti Presiden sekaligus. Semangat oposisi terhadap pemerintahan Jokowi dikapitalisasi sedemikian rupa dengan memunculkan sosok Prabowo dan Ahmad Heryawan, paket yang digadang-gadang atas dasar harapan dan keinginan PKS tentu saja.
Akan tetapi, strategi Gerinda dan PKS kelihatannya meleset dalam konteks Pilgub Jabar. Strategi perang udara yang para pendukungnya diduga menjatuhkan “bom” opini partai penista agama, mendukung LGBT, Syi’ah, musyrik, di dukung Habib Rizieq, 212, cawagub yang hafidz dll seakan di respon biasa-biasa saja oleh masyarakat Jabar. Faktanya hasil release lembaga-lembaga survey diatas, tingkat elektabilitas Asyik masih di bawah 10%.
Oleh karena itulah, Jika melihat perjalanan semua tahapan Pilgub Jabar, kelihatannya masyarakat Jabar menyikapinya dengan santai dan jernih. Kegaduhan yang saling bersahut-sahutan paling terjadi di dunia maya, pada berbagai group medsos, terutama di Facebook. Sementara di dunia nyata, tak terlihat gesekan dan kegaduhan yang berarti.
Inilah kontestasi Pilkada yang menurut saya paling smooth dan tenang.
Jika fenomena ini terus terjaga hingga hari-H pencoblosan, maka kita akan melihat kemungkinan pemenang Pilgub Jabar 27 Juni 2018 nanti adalah Antara pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) atau Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (2DM).
Prediksi penulis Pemenangnya adalah Rindu dengan kisaran kemenangan di angka 45-50%.
Wallahu A’lam.
***
Usman Kusmana M.Si, Ketua LTN NU Kabupaten Tasikmalaya Sekretaris MWC NU Kec. Jamanis Alumni Pasca Sarjana STIA YPPT Priatim Tasikmalaya.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews