Sepanjang jalan mudik Lebaran kemarin, untuk mengurangi rasa capek sengaja diputar lagu-lagu Iwan Fals, sesekali diselingi dengan lagu-lagu balada dari Franky & Jane. Sudah seperti ritual saja setiap pulang kampung, lagu-lagu itulah yang paling dominan saya putar di kendaraan.
Malamnya, saat mau rebahan tidur karena sudah larut di rumah kampung, sayup-sayup terdengar beberapa anak muda dengan gitar mereka menyanyikan lagu-lagu Iwan Fals di pos ronda yang tidak jauh dari rumah.
Ah, sedikit menggelikan mereka ini. Bukannya menyanyikan lagu-lagu rohani atau qasidah di momen malam lebaran ini, malah lagu yang sama yang saya putar sepanjang perjalanan siang harinya.
Selain di kekuatan melodi dan power dalam bernyanyinya, salah satu kekuatan lagu-lagu Iwan Fals itu ada di kekuatan liriknya. Yuk, coba kita simak.
Lirik yang nakal
Lirik yang nakal banyak terdapat dalam sejumlah lagunya yang bertema cinta. Saat yang lain dalam cara menyanjung kekasihnya biasanya menggunakan kata yang indah seperti: sayangku, permataku, pujaankuatau mentariku, maka Iwan Fals memilih kata yang tidak biasa seperti: perempuanku atau bahkan betinaku. Kata itu sangat orsinil sekali dan unik ketika dipadankan sebagai kata pengganti ‘kekasih’.
Atau saat orang lain memuja keindahan bagian tubuh wanita dengan cara-cara feminim dan lembut, maka Iwan Fals keluar dari pakem itu. Lihat saja saat dia menggambarkan keindahan bola mata pujaannya, dia secara radikal dan macho menuliskannya: Ingin kucongkel keluar indah matamu.
Pemilihan kata dan frasa di atas setidaknya menggambarkan bagaimana seorang Iwan Fals melihat kedudukan seorang perempuan. Buatnya, perempuan bukan melulu sebagai orang kedua setelah pria, justru dia tempatkan di level yang setara, tidak menjadikan yang satu menjadi objek yang lain.
Perhatikan lirik yang ini, “Tak terasa seminggu, habis kulumat bibirmu. Tak terasa seminggu, tak bosan kau minta itu.”
Lihat, untuk urusan ciuman saja, kedua belah pihak harus sama-sama menikmati dan kaum perempuan punya hak untuk minta.
Lirik tentang hal sederhana
Masih dalam urusan lirik lagu percintaan, Iwan Fals selalu mengambil setting tempat-tempat yang tak terduga tapi dekat dengan keseharian dan kesederhanaan.
Saat bercerita tentang incar-mengincar gebetan, dia memilih tempat yang tak biasa: “Dari jendela yang tak ada kacanya…”
Di samping unik karena kesederhanaannya, ini juga cukup menohok karena sekaligus sebagai kritik banyaknya bangunan sekolah di negeri ini yang mengenaskan di jaman itu (juga jaman sekarang sih).
Atau untuk menggombal sendiri, di saat orang lain menggunakan simbol-simbol romantis seperti lewat bunga atau coklat, maka dia cukup dengan meminjam buku untuk kemudian ditulisnya sajak indah. Sederhana dan dekat dengan keseharian anak sekolah yang lagi pacaran.
Saat melakukan kritik terhadap pungli yang biasa dilakukan Pak Polantas, maka dia gunakan kalimat ritmik, “Tawar menawar harga, pas tancap gas”. Mungkin sekarang SPBU Pertamina pun terinspirasi oleh lirik lagu ini sehingga mereka menggunakan tagline: Pertamina Pasti Pas.
Lirik politik yang menggelitik
Tidak berlebihan jika Iwan Fals lebih melekat sebagai musisi yang berani menyuarakan ketidakadilan sosial yang dilihatnya di saat orang lain pada diam. Juga bukan hal yang aneh jika di jaman Orde Baru, setiap pertunjukan musik Iwan Fals selalu mendapat cekal, tidak keluar ijinnya.
Di jaman itu pula, rezim Orde Baru sangat gerah dengan punggunaan kata ‘penguasa’dalam lirik lagu Iwan Fals sebagai padanan untuk kata ‘pemerintah’.
Penamaan judul lagu ‘Bento’ pun cukup menarik, orang akan langsung berasosiasi kepada anak-anak Soeharto yang digambarkan sebagai “Bisnisku yang menjagal apa saja yang penting aku suka dan aku menang”.
Disusul kemudian dengan lagu provokatif ‘Bongkar’ untuk mengajak turun ke jalan dengan cara santun. Itu telihat dari penggalan lirik di dalamnya, “Orang tua, pandanglah kami sebagai manusia. Kami bertanya, tolong kau jawab dengan cinta”.
Jauh sebelum netizen sekarang bisa menunjukkan photo para anggota dewan yang terhormat pada tidur saat sidang, Iwan Fals sudah menuliskan dan melukiskannya dalam lirik lagu “Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur saat sidang soal rakyat”.
Iwan Fals pun yang mempopulerkan sebuah istilah untuk koruptor sebagai ‘tikus kantor’ yang digambarkan dalam liriknya sebagai binatang yang licik, suka tempat kotor, tak pernah kenyang, pintar ganti muka, lihai sembunyi, dan saat kucing datang, tikus pun menghilang.
Dan mungkin karena istilah tikus itulah, para anggota Dewan lebih nyaman disebut politisi daripada politikus.
Untuk keberanian Iwan Fals ini, Sawung Jabo pernah menggambarkan perumpamaannya dengan sangat pas, “Ketika semua berteriak, maka tak ada yang pantas disebut pemberani. Namun ketika semua diam, dan ada yang berbisik, maka dialah pemberani sejati."
**
Keunikan dan nama besar Iwan Fals tak luput dari gorengan isu tarik menarik sejak Pilpres 2014, bahkan saat Pilkada DKI 2017. Dari mulai pelintiran isu sampai dengan yang benar-benar hoax.
Untuk urusan Pilpres sendiri, sejak Pak SBY resmi menjadi presiden pada tahun 2004, Iwan Fals pun memberikan harapannya dalam sebuah lirik yang masih akan relevan di setelah usai di Pilpres 2019 mendatang.
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Kita semua berharap, siapa pun presidennya nanti bisa amanah untuk menjalankan harapan rakyatnya.
Ya Tuhan, kami semua berdoa untuk kebaikan bangsa dan negara ini.
Semoga kau tak tuli, Tuhan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews