Menafsir Ulang Kunjungan Yahya Cholil Staquf ke Israel

Minggu, 17 Juni 2018 | 05:35 WIB
0
660
Menafsir Ulang Kunjungan Yahya Cholil Staquf ke Israel

Kalau kita seorang tokoh Muslim atau ulam berkunjung ke sebuah negeri yang di situ kaum Musliminnya alias saudara-saudara seimannya sedang ditindas dan dibantai oleh kekuasaan jahat negaranya, ribuan anak-anak pecah kepalanya, ribuan perempuan meratapi diri, kematian keluarga dan anak-anaknya, warga sipil dibantai tanpa ampun, maka kehadiran kita sebagai tokoh Muslim atau ulama, mestinya disambut gembira oleh sesama Muslimnya di situdengan harapan mudah-mudahan kedatangan kita mengurangi beban mereka, memberikan simpati dan empati kepada mereka, syukur bisa membantu membebaskan penderitaan mereka.

Hanya itu satu-satunya ukuran bagi seorang Muslim untuk memeriksa kebermanfaatan sebuah kunjungan ke negara teroris seperti Israel.

Kalau kedatangan kita itu malah tidak disukai, dibenci bahkan dianggap mengkhianati perjuangan kaum Muslim di situ, dianggap melukai perasaan mereka, karena berbaik-baik dan bermesraan dengan penguasa penindas kaum Muslim di situ, malah membuat tafsir-tafsir yang aneh tentang Islam, apa arti kedatangan itu? Tidak ada artinya.

Bila nabi saja tidak berpengaruh, bila kutukan negara-negara saja tidak didengar, bila sumpah serapah umat Islam sedunia dianggap sepele, bila resolusi-resolusi PBB saja diabaikan, bila lobi-lobi dam tekanan bangsa-bangsa tak ada pengaruhnya, apalah arti kunjungan seorang individu?

Maka, seribu alasan yang diberikan tetap tak bermanfaat dan tak ada gunanya selain hanya apologia alias bela diri, karena yang harus merasakan manfaat, kegunaan dan berkah dari kunjungan itu adalah kaum Musliminnya yg menderita disitu, bukan yg berkunjungnya, bukan organisasi atau negara yang mengutusnya.

Tak perlu menjadi Muslim untuk bersimpati pada ribuan korban sipil tak berdosa, perempuan dan anak-anak di Palestina, cukup menjadi manusia!

Apa bangganya berakrab ria bercengkrama dengan penguasa pembunuh dan pembantai bengis kaum Muslimin? Kebanggaan diri pernah mengunjungi Israel? Itu? Sangat dan sangat rendah.

Tapi ya ini susah dan tak bisa dipaksakan karena menyangkut kesadaran, kepekaan dan rasa empati yang dalam atas penderitaan sesama kaum Muslimin yang tertindas di Palestina.

[irp posts="17151" name="Dengan Israel, Apakah Indonesia Terapkan Hubungan Standar Ganda?"]Apakah tulisan ini sedang berbicara tentang kunjungan Yahya Tsaquf? Itu salah satunya saja.

Demikian juga dengan Din Syamsuddin, dengan Gus Dur, dengan menteri, dengan presiden, dari negara manapun, dan siapa saja yang mengaku bahwa mereka adalah Muslim, sekarang dan ke depan.

Kita tahu semuanya, Nabi mengibaratkan Muslim satu dengan Muslim lainnya itu ibarat satu tubuh, ketika satu bagian sakit merasa sakitlah bagian yang lainnya.

Tapi jangankan dengan sesama Muslim di negeri-negeri lain ya, sesama Muslim yang dekat saja, di dalam negeri, kita terus bertengkar tak henti-hentinya.

Sallimna ya Allaah ...!!!

***