Mudik Lebaran tahun ini terasa beda dengan mudik tahun lalu. Terutama jika Anda ternyata pengikut kelompok partai-partai kampret, maka siap-siap Anda mudik diiringi komentar nyinyir kelompok partai kecebong kalau ternyata Anda melewati jalan-jalan tol yang diklaim “jalan tol kecebong”….
Pemilihan Presiden memang masih setahun lagi. Akan tetapi tagar #2019GantipPesiden yang ramai menghias kaus-kaus kelompok oposisi sejak beberapa bulan terakhir, menciptakan segregasi luar biasa antara pendukung pemerintahan Joko Widodo dengan kelompok Ganti Presiden.
Sebelum keluar tagar #2019GantiPresiden, lebih dulu kelompok oposisi menjuluki para pengikut Jokowi – tidak peduli partainya – sebagai para kecebong. Julukan kecebong tentunya julukan olok-olok. Kelompok pengikut Jokowi – sebutan akrab presiden RI kini – direpresentasikan sebagai kecebong atau berudu. Anak kodok, atau anak Jokodok, sebutan olok-olok di kalangan oposisi.
Julukan olok-olok kecebong melahirkan julukan tandingan kampret. Tidak diketahui pasti kenapa kelompok tagar #2019GantiPresiden disebut sebagai kelompok Kampret. Kemungkinan sebutan ini merujuk pada pembentukan Koalisi Merah Putih pada Pilpres 2014 yang dibesut Prabowo Subianto. Koalisi Merah Putih disingkat KMP, lalu ditambah kata "Prettt". Untuk gampangnya, jadilah Kampret. Di dunia nyata, kampret adalah anak kelelawar atau anak codot, kelelawar pemakan buah-buahan.
Dunia maya, setiap hari tak henti diwarnai dengan komentar-komentar nyinyir antara para Kampret yang mengolok Kecebong. Atau sebaliknya, Kecebong nggak terima dengan umpatan oposisi, menangkis komentar nyinyir para Kampret. Seringkali, komentar pro-kontra antara Kampret Versus Kecebong, diwarnai dengan topik-topik SARA. Sadis-sadis, dan pedas-pedas. Terutama di laman Facebook.
Segregasi politik antara kelompok Kecebong versus Kampret, menyusup di banyak bidang. Topik aktivitas sehari-hari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno, yang diklaim sebagai kelompok pendukung #2019GantiPresiden alias kelompok Kampret, merupakan salah satu yang banyak disorot Kecebong.
Di mata para Kecebong, Gubernur Anies Baswedan diolok-olok sebagai Gabener – plesetan dari Gak Bener. Sedangkan wakilnya, Sandiaga Uno, sebagai Wagabener – plesetan dari Wah Gak Bener. Dari soal limbah tinja yang didaur ulang jadi air bersih -- dan sempat “diminum” Wagabener (mohon maaf, menirukan komentar Kecebong) saat peresmian mesin daur ulang di DKI -- sampai hiasan pohon Plastik di sisi barat air mancur tak jauh dari Jalan Merdeka Barat. Gabener Anies berkilah, bahwa hiasan pohon plastik yang tiba-tiba diramaikan itu, sudah ada tahun lalu. Dan bahkan sudah tiga kali menghias tempat yang sama, kata Gubernur Anies.
Julukan Gabener dan Wagabener sebenarnya mula-mula muncul dari para Kecebong, ketika Gubernur Anies menutup Jalan Jatibaru di depan Stasiun Tanah Abang Jakarta Pusat sebagai lapak pedagang kaki lima (PKL) pada 22 Desember 2017. Hanya dua bulan setelah dirinya dilantik oleh Presiden Joko Widodo, pada 16 Oktober 2017 sebagai Gub DKI.
Kawasan Jatibaru di depan Stasiun Tanah Abang, yang ditata susah payah oleh Gubernur DKI sebelumnya, Ahok Basuki Tjahaja Purnama, mendadak menjadi kembali semrawut. Protes pun dilayangkan tidak hanya dari pemakai jalan, akan tetapi juga dari kalangan supir angkutan umum (angkot) dengan trayek Tanah Abang, juga pihak kepolisian.
Tidak kurang dari Ombudsman RI, sebagai tindak lanjut dari pengaduan masyarakat, akhir Maret 2018 baru lalu, memberi waktu 60 hari kepada Pemprov DKI Jakarta agar merelokasi pedagang PKL Tanah Abang dan membuka kembali Jalan Jatibaru. Apabila Pemprov tak melaksanakan? Maka Ombudsman akan merekomendasi, agar Gubernur diberi sanksi administratif. Alias, Anies terancam dibebas-tugaskan dari jabatannya, jika tak mengikuti rekomendasi Ombudsman RI sampai batas waktu yang ditentukan.
Masih seputar Balada Kampret versus Kecebong. Termutakhir, adalah mudik Lebaran kali ini. Sempat dipotret dan disebarkan di media, ada spanduk berbunyi “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah. Pendukung #2019GantiPresiden Anda sedang melewati Jalan Tol Pak Jokowi…,” di pinggir sebuah jalan tol.
Sontak spanduk kecebong ini ditangkis oleh pihak oposisi, sebagai tidak pas. “Tol itu bukan tol Pak Jokowi, itu tolnya rakyat. Karena dibangun sama rakyat, dan kita masuk tol juga membayar,” kilah Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, kepada media.
Prestasi pemerintahan Presiden Jokowi, yang hampir menyelesaikan pembangunan 15 bandar udara baru sampai 2019, serta merampungkan dan membangun jalan tol baru tidak hanya di Jawa, akan tetapi juga di Sumatera dan Papua, Kalimantan – dipandang oleh oposisi sebagai pembangunan bersama rakyat. Bukan semata-mata pembangunan pemerintahan Jokowi.
Meski sepak terjang pemerintahan Presiden Joko Widodo, boleh dibilang “Get things done..,” alias semua rencana pembangunan sarana dan prasarana diselesaikan dalam waktu singkat – hanya dalam tiga tahun, namun itu semua tidaklah cukup di mata oposisi. Di mata Kecebong dianggap sebagai sebuah prestasi hebat. Sementara di mata Kampret? Itu tak lebih sebagai menambah beban rakyat, lantaran dibangun dengan utang pemerintah.
Auk ah, helap…. Kata seloroh. Sampai akhir Pilpres 2019 nanti, segregasi antara dunia Kecebong dan dunia Kampret akan terus tegak berdiri. Dan bahkan makin akan massif sampai diumumkan hasil, apakah Jokowi Satu Periode lagi, atau #2019gantipresiden.
Nikmati saja, menu setiap hari di kehidupan politik sehari-hari di Indonesia saat ini. Dengarkan saja, pantun berbalas pantun, dengan tajuk Balada Kampret versus Kecebong….
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews