Tidak perlu ada proyek pengadaan e-KTP. Negara cukup membangun database penduduk Indonesia, yang berisi biodata dan biomedic. Lalu dibangun sistem informasi profile kependudukan, dari profile ini menghasilkan code akses biodata didalam database. Code ini di visualisasikan dalam firmat QR Code.
QR Code jadi pintu untuk akses informasi kependudukan, alat yang digunakan sangat sederhana bahkan dengan smartphone umumnya mampu membaca QR Code. Dari akses ini di kombinasikan dengan password dan sidik jari. Praktis komponen yang dibutuhkan berupa sistem informasi, database dan akses jaringan komumikasi ke server kependudukan. Untuk mencetak IDCard seperti KTP bisa menggunakan printer biasa, tidak perlu lagi chip dan plastik pvc seperti e-KTP.
Contoh implementasinya sebagai berikut. Anggaplah penduduk bernama Cahyo. Cahyo memiliki biodata berupa nama, alamat, tempat & tanggal lahir, photo. Biomedic berupa: golongan darah, informasi retina mata, sidik jari dan jika memungkinkan rekam medis. Data tambahan berupa tanda tangan dan nomor hape. Semua informasi dikompilasi menjadi QRCode.
QR Code dicetak atau bisa dibangun aplikasi smartphone. Jadi ketika ingin menggunakan cukup QR Code di scan, ditambah password dan scan sidik jari. Ini bisa diterapkan untuk transaksi perbankan, pemilihan kepala daerah dan presiden. Untuk kebutuhan pilkada pilpres, bahkan KPU tidak memerlukan survey ulang. Semua data akan selalu uptodate, dan biasanya akan update per 2 tahun sekali (pilkada/pilpres) dan ini akan otomatis.
Jika ini diterapkan, praktis tidak membutuhkan biaya seperti e-KTP saat ini. Bahkan pergerakan penduduk dapat dipantau karena QR Code tersebut selalu digunakan.
Bahkan ketika terjadi akses data, bisa juga menyertakan data lokasi terkini. Pemilu mau curang? Tidak akan bisa. Perbankan bisa juga menggunakan secara langsung ke data kependudukan ini.
Bandingkan dengan fitur e-KTP yang lagi heboh saat ini yang makan biaya besar. Kalo masih seperti saat ini, e-KTP jadi dagelan teknologi karena fungsinya tidak ada beda dengan KTP model lama.
Apa motif dan fungsi e-KTP?
Trend teknologi ke depan adalah "papperless", yaitu berusaha sekecil mungkin melibatkan media berupa kertas atau plastik. Cukup dengan chip yang mampu memberikan sinyal radio mikro sehingga dapat ditangkap oleh perangkat penerima.
Papperless sudah diterapkan dalam sistem perbankan, sehingga saat ini transaksi perbankan cukup menggunakan kartu magnetic atau kartu chip. Semua aktifitas transaksi bertumpu pada satu chip, dimana chip tersebut berisi biodata dan kode akses perbankan. Seharusnya e-KTP jangkauan seperti tu. Jika e-KTP hanya menggantikan jenis KTP lama, lalu untuk apa disebut e-KTP. Hingga saat ini, fungsi e-KTP tidak ada bedanya dengan KTP lama.
Jika tidak ada bedanya, untuk apa juga ada pengadaan e-KTP yang bernilai kurang lebih Rp6 Trilyun. Bahkan proyek ini meninggalkan masalah yang berlarut-larut. Dari pelaksana pekerjaan, hingga pejabat yang terkait banyak yang masuk penjara, bahkan ada yang tewas karena keterlibatan kegiatan ini.
Hingga saat ini, busuknya proyek ini masih meninggalkan jejak. Pembayaran yang belum diselesaikan, sementara anggarannya sudah tidak ada alias habis. Dilain hal masih banyak warga negara yang berhak belum mendapatkan kartu e-KTP ini. Polemik semakin rumit ketika ditemukan e-KTP ganda dan yang lebih ajaib, ditemukannya e-KTP sebagian besar warga Provinsi Sumatera Selatan dalam jumlah besar di gudang Bogor.
Sepertinya proyek e-KTP diawali dengan niat yang tidak baik, sehingga kegiatan ini dalam beberapa titik simpul tahapan kegiatan selalu meninggalkan permasalahan.
Ini menjadi pertanyaan besar, apa tujuan sebenarnya pengadaan e-KTP ini. Karena dari sisi fungsi tidak ada perubahan, tapi yang tersisa malah masalah yang sangat pelik. Bahkan data e-KTP dipegang swasta luar negeri.
Penyelidikan e-KTP harus dimulai dari perencanaan, dan bukan hanya pada pasca pengadaan. Apa motif pengadaan e-KTP ini. Karena terkait dengan data kependudukan, sejatinya masuk domain pertahanan dan keamanan sebuah negara.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews