KPU Ingin Mengembalikan Hak Politik Mantan Napi Koruptor?

Jumat, 8 Juni 2018 | 10:10 WIB
0
774
KPU Ingin Mengembalikan Hak Politik Mantan Napi Koruptor?

Ambigu!!

Timbul polemik atau pro dan kontra karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) lewat Peraturan-KPU akan mengeluarkan aturan yang melarang mantan terpidana korupsi tidak boleh mencalonkan sebagai anggota DPR atau DPRD. Dasarnya adalah KPU merasa lembaga independen yang boleh membuat aturan sendiri tanpa campur tangan pihak lain, dalam hal ini pemerintah.

Peraturan-KPU yang melarang mantan narapidana korupsi yang disodorkan kepada Menkumham Yasonna Laoly tidak mau meneken atau tanda tangan Peraturan-KPU karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya.

Niat dan semangat KPU untuk melarang mantan narapidana korupsi dilarang mencalonkan sebagai anggota DPR adalah suatu yang baik dan perlu diapresiasi, tetapi niat dan semangat yang baik juga harus dengan cara yang benar dengan tidak menabrak aturan atau undang-undang di atasnya.

Akhirnya menimbulkan pro dan kontra, masyarakat banyak mendukung keputusan KPU yang melarang mantan koruptor dilarang mencalonkan sebagai anggota DPR. Sedangkan pihak pemerintah yang tidak mendukung keputusan KPU, oleh masyarakat dituduh melindungi hak mantan koruptor dan membela mantan koruptor. Padahal pemerintah hanya ingin mendudukan masalah dengan benar dan tidak bertentangan dengan undang-undang, bukan ingin melindungi mantan koruptor.

Kalau KPU memaksakan peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi calon anggota DPR sama saja KPU yang tidak taat dan patuh pada undang-undang diatasnya. KPU seakan ingin mencabut hak mantan koruptor yang dianggapnya manusia hina-dina yang sudah tidak pantas dan layak menjadi manusia yang lebih baik.

Kenapa KPU hanya melarang mantan koruptor menjadi anggota DPR saja? Kenapa KPU juga tidak membuat larangan kepada mantan koruptor tidak boleh mencalonkan sebagai kepala daerah? Padahal kepala daerah lebih berpotensi untuk menjadi calon koruptor dibanding anggota DPR.Kenapa?

Karena kepala daerah punya kewenangan atau kebijakan khusus untuk memperkaya diri sendiri.Lihatlah yang baru-baru ini ditangkap oleh KPK. Kalau anggota DPR kewenangannya atau kebijakannya adalah kolektif karena jumlah anggota DPR tidak tunggal atau satu. Makanya kalau ada anggota DPR tersangkut korupsi biasanya melibatkan anggota DPR lainnya.Misal kasus e-KTP.

Inilah ambigu KPU, mantan koruptor tidak boleh mencalonkan menjadi anggota DPR, sedangkan mantan koruptor boleh menjadi calon kepala daerah.

Kenapa mantan koruptor juga tidak dilarang mencalonkan sebagai anggota DPD? Ambigu namanya!

Untuk mencabut hak politik sesorang biasanya melalui keputusan pengadilan. Makanya dalam tindak pidana korupsi, KPK selain menuntut lamanya hukuman juga menuntut pencabutan hak politiknya. Dan pengadilan yang akan memutuskan lamanya hukuman dan pencabutan hak politiknya selama sekian tahun. Sebagai contoh terpidana korupsi e-KTP Setyo Navanto yang di vonis 15 tahun dan dicabut hak politiknya.

Nah, harusnya KPU mengacu pada putusan pengadilan dalam membuat peraturan yang melarang mantan koruptor dilarang mencalonkan sebagai anggota DPR. Sama saja peraturan KPU ini ingin mencabut hak politik koruptor tanpa melalui putusan pengadilan, tetapi lewat peraturan .

Ambigu KPU lainnya yaitu pada pilkada serentak ini banyak calon kepala daerah yang menjadi tersangka oleh KPK. Dan pada waktu itu Menteri Dalam Negeri mengusulkan membuat terobosan kepada KPU untuk mengganti calon kepala daerah yang menjadi tersangka. Tetapi KPU menolak dengan dalih atau alasan: tidak ada aturan yang mengaturnya dan melanggar udang-uandang.

Tetapi pada saat yang sama KPU justru membuat terobosan peraturan yang melarang mantan koruptor tidak boleh mencalonkan sebagai anggota DPR. Padahal ini juga melanggar undang-undang di atasnya, karena tidak ada undang-undang yang melarang manta koruptor mencalonkan sebagai anggota DPR.

Kalau setiap lembaga independen seperti KPK dan KPU bisa membuat peraturan sendiri-sendiri dengan dalih ini lembaga independen, maka akan terjadi benturan atau tabrakan undang-undang.

Kalau mau melarang mantan koruptor tidak boleh menjadi pejabat publik atau menjadi anggota DPR, ya lebih baik memperbaiki atau membuat undang-undang dan diatur secara jelas dan rinci. Tetapi jangan membuat aturan yang yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.

Tulisan ini tidak bermaksud membela atau bersimpati pada mantan koruptor!!

***