Air Beberapa hari terakhir ini, sedang hangat perbincangan di medsos tentang program pengolahan limbah manusia oleh Pemprov DKI Jakarta. Program yang membuat Sandiaga Uno diejek (dibulli ) oleh sebagian orang. Setelah menelaah isu ini, akhirnya saya mengetahui bahwa ejekan itu samasekali tidak ada dasarnya. Malah sebaliknya, program ini sudah seharusnya diapresiasi dan didukung dengan baik.
Baiklah saya uraikan sedikit persoalannya. Sebagai catatan, saya pernah bekerja di sebuah perusahaan di kota Medan sebagai konsultan teknis IPAL industri dan domestik.
Pengolahan limbah biologis, memiliki sejarah yang sangat panjang. Pernah diaplikasikan untuk tanaman oleh Columella (De Re Natura) di awal abad masehi. Ide ini dan aplikasinya bagi kesejahteraan manusia mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan hingga tiba di era medsos, ditandai oleh Bill Gates yang mendanai program kemanusiaan melalui Proyek Janicki Omni Processor (JOP) hingga jutaan dollar.
JOP merupakan alat yang digunakan untuk mengolah limbah manusia menjadi air bersih. Saking bersihnya bahkan bisa diminum. Limbah yang diolah bebas dari bibit penyakit (patogen). Bill Gates sendiri setelah meminumnya mengatakan, "It was delicious".
Prosesnya relatif sederhana, efektif dan efisien.
Lumpur limbah manusia dikumpulkan dari pemukiman dan dimasukkan ke dalam sistem JOP. Setelah direbus, uap air dan padatannya dipisahkan. Uap air yang terbentuk disalurkan ke dalam unit destilasi. Padatan yang terbentuk dibakar, uapnya digunakan untuk mengaktifkan mesin pembangkit listrik tenaga uap.
Listrik yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan mesin itu sendiri, sedangkan sisanya disalurkan ke komunitas di sekitarnya. Sementara abu yang dihasilkan bisa digunakan sebagai tanah timbun dan untuk keperluan lainnya.
Bagaimana dengan Andrich Tech (AT) yang telah didanai Pemprov dan akan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan warga DKI Jakarta?
Secara prinsip, prosesnya sama saja dengan JOP. Sistem ini diciptakan oleh Andri dan Chairunnas, dua lelaki asal Sumatera Barat. Dari sisi ini, kita sudah sepatutnya bangga bahwa sistem ini murni karya anak bangsa. Satu hal lagi yang membuat kita semestinya makin kagum, biayanya jauh lebih murah daripada sistem yang sejenis di e-catalog, dengan harga Rp3 miliar untuk kapasitas 40 meter kubik.
Sedangkan Andrich Tech mematok harga setengahnya untuk kapasitas dua kali lipat lebih banyak. Dengan demikian, sudah selayaknya sistem ini diterapkan di seluruh Indonesia, menjadi program nasional, khususnya di kota-kota atau daerah yang padat penduduk.
Kembali ke awal. Lalu, mengapa mereka mengejek?
Selintas, rasanya tidak akan nyaman bila kita mengetahui bahwa air yang kita minum berasal dari olahan limbah manusia.
Nah, di sinilah letak persoalannya, di mana media-media pemberitaan memberikan kesan mengekspos sisi ini demi kepentingan bisnisnya. Para pembaca yang memang pada dasarnya tidak menyukai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta karena sesuatu dan lain hal, tanpa pikir panjang langsung menggunakan berita ini untuk mengejek atau membulli mereka. Banyak komentar-komentar bernada negatif di kolom tanggapan artikel-artikel terkait di media-media pemberitaan arus utama.
Padahal tujuan utama sistem ini bukan untuk pengadaan air minum.
Bill Gates pernah mengatakan dalam suatu wawancara bahwa tujuan utama JOP bukan pada limbah manusia jadi air minum, tetapi untuk mengatasi persoalan sanitasi lingkungan yang semakin kompleks seiring meningkatnya jumlah penduduk. Demikian juga dengan AT. Sandiaga Uno mengatakan bahwa air olahannya akan digunakan untuk menyirami lahan-lahan hijau di sekitar kota Jakarta.
Saya (kita) berharap, semoga Sistem AT ini akan menjadi program nasional dalam waktu dekat ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews