Nur Muhis, kapan mampir ke Wisconsin University?
Tanggapan Dahlan Iskan:
Yang di Madison? Dekat danau itu? Anda alumninya? Ngerti gitu tanya-tanya Anda dulu. Lima tahun lalu saya ke sana. Ada rapat di situ. Dengan ahli dan penemu satu bidang teknologi. Tapi tidak bermalam. Langsung ke Milwaukee, kota di pinggir danau Michigan itu.
Kenapa itu disebut danau? Luasnya kan mirip laut Jawa? Karena airnya tawar? Hanya dua jam dengan mobil dari Madison.
Dua tahun lalu saya ke Madison lagi. Hanya berhenti sebentar di Vietnam food di simpang empat itu. Eh, ternyata pemilik dan pelayannya bukan orang Vietnam. Tapi orang Hmong.
Ternyata di Wisconsin dan Minnesota begitu banyak orang Hmong. Lebih 200 ribu orang. Blak-blakan baru sejak itu saya tahu ada suku namanya Hmong. Di sekolah tidak pernah diajari. Di berita tidak pernah baca.
Maka saya mulai mempelajari suku Hmong. Mengapa mereka sampai di Amerika. Mencari restoran Hmong lagi. Mirip dengan masakan Vietnam.
Di salah satu resto Hmong di Minneapolis bahkan saya melihat koran berbahasa Hmong. Ternyata suku ini dulu banyak digunakan/direkrut oleh tentara Amerika. Untuk perang melawan Vietnam utara.
Setelah Amerika kalah mereka dimusuhi penguasa baru Vietnam. Mengungsi ke Amerika. Mirip dengan mengapa banyak orang Turki di Jerman. Salah satunya Emre Can… hahahha ….pemain Liverpool itu.
Fariz, di MIT ada proyek mobil listrik ya pak? Hayuklah..
Tanggapan Dahlan Iskan:
Bukan soal mobil listrik. Soal lain. Yang lebih ke depan lagi. Nantilah diceritakan…kapan-kapan. Soal mobil listrik kita sudah kian ketinggalan. Jauh…jauh…jauh… Sayang… sayang… sayang…
Dian KP, Mantap banget… ribuan kilometer ngebonek di US…. btw masih ngikuti skor-skor Persebaya apa enggak selama belanja ide di sana?
Tanggapan Dahlan Iskan:
Lho kan ada streaming…. jaringan internetnya bagus lagi. Gambarnya bagus. Cuma layarnya kepenuhan. Kalau bola lagi di sisi dekat panggung tidak terlihat di layar. Kalau gerakan lagi di bagian itu sering secara tidak sadar saya berdiri. Ingin melongok ke bawah. Lupa kalau itu layar TV.
Saat saya menulis komentar ini pun saya agak ‘kesusu’. Terasa nggak? Sudah pukul 10 pagi. Atau pukul 10 malam WIB. Sebentar lagi kan final Champions. Liverpool vs Real Madrid. Atau Real Madrid vs Liverpool? Ini masih belum tanya-tanya di mana ada sport bar yang menayangkannya.
Zaenul, yang pasang plang ya? Pake bahasa "Masjid" bukan "Mosque"?
Tanggapan Dahlan Iskan:
Yang pasang bukan saya. Tapi kontraktor. Yang gendut itu. Yang baik itu. Memang ada beberapa perubahan dalam bahasa Inggris di Amerika. Entah di Inggris.
Kata Masjid sudah umum dipakai. Orang Islam tidak lagi ditulis Moslem. Tapi Muslim…. Tapi bahwa ada pembaca Disway yang menceritakan asal kata mosque itu mosquito saya baru tahu saat membaca komentar tersebut. Benarkah? Atau hanya kecurigaan?
Doglo, sebetulnya ide pakai hape untuk baca surah itu terbersit juga waktu saya mau jadi imam taraweh pertama mengingat hafalan surat pendek saya pas-pasan. Cuma tidak berani aja karena kuatir disawat kopiah oleh makmum kalau kelihatan utek-utek terus. Bukan oleh masyarakat karena sholatnya di rumah tapi oleh anak saya yang lucu-lucu itu, hehehe…
Tanggapan Dahlan Iskan:
Lucuuu…. hahahhaa Salam saya untuk yang lucu-lucu itu. Tolong ciumkan satu-satu. Anda tinggal di luar negeri?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews