Sangat menarik mengikuti mandeknya pembahasan Undang-undang Antiterorisme antara DPR-RI dengan Pemerintah.
Setelah menonton ILC tadi malam, saya baru paham bahwa terlambatnya pengesahan UU tersebut hanya karena Pemerintah dan DPR yang belum sepakat dengan Definisi dari Terorisme.
DPR menginginkan agar definisi terorisme perlu memuat unsur tujuan ideologi dan politik. Sebagai Ketua Partai Tirik Yaluk saya sangat sepakat, karena semua aksi terorisme menurut saya pasti berlandaskan ideologi dan tujuan politik tertentu.
Alasan Pemerintah yang khawatir akan kesulitan memproses kasus terorisme kalau dibatasi definisinya, hemat saya justru mengada-ada. Karena dengan mendefinisikan terorisme yang memuat ideologi dan tujuan politik berarti hukum kita akan lebih terang dan jernih memandang kasus terorisme serta tidak parsial dalam penanganannya.
Definisi yang memasukkan ideologi dan tujuan politik di pengertian terorisme juga sekaligus akan jadi pintu masuk TNI untuk bisa ikut berperan secara aktif membasmi teroris di negeri ini karena sudah masuk kategori ancaman yang membahayakan ideologi Negara (Pancasila).
Karena aksi terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang umumnya menggunakan senjata api bahkan bom dan peralatan standar militer lainnya, tentu saja dibutuhkan TNI bahkan bila perlu kesatuan-kesatuan elit TNI kita untuk turun tangan mencegah jatuhnya lebih banyak korban masyarakat yang tidak berdosa.
Saya sepakat bahwa semua aksi teror yang mengancam masyarakat luas dan keutuhan NKRI wajib dibasmi sampai ke akar-akarnya.
Tentu saja yang saya maksud adalah ISIS, NII, Papua Merdeka, RMS dan lain-lainnya
Bai de wei, pengertian Terorisme menurut Pemerintah yang diambil dari pasal 6 dan pasal 7 UU Terorisme , yang saya kutip dari Detik adalah :
"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional".
Maaf, membaca definisi terorisme di atas membuat saya yang teringat pertama kali justru adalah tindakan represif Pemerintah sendiri yang sering menimbulkan ketakutan bagi banyak rakyat khususnya emak-emak karena menyuarakan pergantian rezim.
Poinnya adalah, saya harap tuduhan terorisme harus jelas. Karena terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat serius dan tidak bisa dimaafkan, jangan sampai digunakan untuk menggebuk lawan politik atau untuk membungkam kebebasan bersuara di negeri ini.
Mungkin sebagai contoh, saya baca berita gara-gara DeSi menulis "Pilot Radikal Garuda", seorang Pilot Garuda yang memilih mendukung pergantian rezim di 2019 nanti kemudian dituduh sepihak sebagai simpatisan HTI, kemudian di cap radikal dan ujungnya dijatuhkan sanksi.
Narasi yang dibangun si DeSi begitu cantik dan ciamik, dia mengingatkan kita kepada kasus hilangnya Malaysia Airlines MH370 yang sudah pasti seakan-akan karena Pilotnya bunuh diri.
[irp posts="15682" name="Teroris Tidak Beragama, Itu Cuma Omong Kosong!"]
Tapi entah dari mana logika menyambungkannya, bagi DeSi hanya karena ada salah satu Pilot Gatuda yang jejak digitalnya menginginkan pergantian rezim, maka Pilot itu radikal.
Begitu mudahnya memberikan stempel radikal di negeri ini, bahkan dari seorang pegiat media sosial penjilat Pemerintah yang lucunya langsung ditanggapi Maskapai Garuda dengan merumahkan sementara Pilotnya. Tapi Garuda memang maskapai Plat Merah, mungkin ya wajar juga.
Terakhir saya berharap agar diskusi masalah radikal dan terorisme ini dibuat lebih terbuka. Jangan sampai Pemerintah atau rezim berkuasa sekarang yang merasa berhak sendirian menentukan definisi radikal atau terorisme.
Seperti kata Mantan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo tadi malam di ILC. Masalah terorisme adalah kejahatan terorganisasi skala Internasional, jangan sampai kasus terorisme menjadi jalan masuk kepentingan asing apalagi negara asing untuk ikut campur dan menguasai Indonesia.
Kita semua sudah sepakat bahwa NKRI dan Pancasila sebagai dasar Negara sudah final.
Semua aksi dan gerakan yang berpontensi hendak mengganggu, mengubah dan mengganti kesepakatan bersama para Fouding Father Negara kita ini, apalagi disertai menyebarkan ketakutan adalah aksi terorisme.
Semua aksi dan gerakan yang berpontesi menganggu kedamaian Negeri ini yang disertai menyebarkan ketakutan adalah aksi terorisme.
Tapi kalau ada aksi atau gerakan yang menginginkan perubahan rezim secara konstitusi karena dianggap gagal kemudian dituduh radikal, maka si Penuduh itu yang anti Demokrasi, salah satunya kau DeSi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews