Ada-ada saja ulah DPR. Sepertinya tidak ada sepinya mereka bikin wacana atau keinginan, sekalipun kontroversi. Memang mereka pinter "mengakali" supaya sesuatu itu bisa menjadi uang dan keuntungan bagi mereka.
Kalau sebelumnya anggota DPR minta gedung baru karena dianggap gedungnya sudah miring dan sudah tidak layak, kali ini para wakil rakyat meminta "uang tunjangan" sebagai pengganti rumah dinas. Ini sama saja minta "mentahnya". Alasannya rumah dinas DPR jarang ditempati karena rata-rata anggota DPR sudah punya pribadi yang lebih bagus dari rumah dinas DPR.
Wacana atau keinginan "rumah dinas diganti dengan uang tunjangan" diutarakan oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo, "Ada wacana agar pada periode DPR ke depan rumah dinas diganti dengan uang tunjangan."Alasan Bamsoet, lebih efisien bila tak diberikan rumah dinas. Tetapi, diberikan rumah kontrak anggota yang tidak tinggal di Jakarta.
Para anggota DPR lebih menuntut "haknya" dibanding "kewajibanya", mereka memburu uang pengganti karena dianggap itu haknya. Padahal rata-rata anggota DPR adalah pengusaha dan kaya raya. Tetapi masih ingin menggerogoti keuangan negara. Uang yang tidak seberapa juga mau ditelan.
Inilah kreatifnya para wakil rakyat, hak rumah dinas ingin diganti dengan uang tunjangan, kok terkesan "kere" banget para wakil rakyat ini.
Banyak anggota DPR yang malas datang menghadiri rapat atau sidang paripurna karena di antara mereka tidak tinggal di Jakarta dan lebih nyaman tinggal di daerahnya. Kalau memang tidak sanggup dan tidak bakat jadi wakil rakyat, lebih baik jangan jadi wakil rakyat.
Borosnya uang negara salah satunya, biaya gaji pegawai dan fasilitasnya, termasuk menggaji wakil rakyat dan fasilitasnya. Kalau para wakil rakyat yang sudah kaya, tidak meminta dan menuntut fasilitas dari jabatannya, pasti bisa menekan biaya yang harus ditanggung negara.
Katanya jadi wakil rakyat demi kepentingan masyarakat atau rakyat. Tetapi kalau uang yang tidak seberapa, untuk ukuran wakil rakyat masih diminta? Hampir pasti tipe wakil rakyat seperti ini akan korupsi atau menyiasati aturan untuk mencari keuntungan.
Bahkan atas wacana uang tunjangan ini menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak habis pikir mengapa DPR ingin pemerintah tidak usah menyediakan rumah dinas lagi. Sebagai gantinya, pimpinan DPR meminta uang tunjangan daripada fasilitas rumah dinas.
Menurut Tjahjo Kumolo, "Kalau dalam proses sekarang kata DPR, mayoritas tidak menggunakan rumah ya jangan salahkan pemerintah, terus minta lagi dibuatkan apartemen yang lebih, rumah sudah ada kok, tolong dimanfaatkan."
Jangan-jangan dalam pembangunan gedung DPR nanti plus apartemen, plus ruang pijet juga, maunya apa sebenarnya para wakil rakyat ini?
Permintaan-permintaan wakil rakyat ini tidak berbanding lurus dengan kinerjanya. Kalau kinerjanya bagus dan cemerlang sih tidak apa-apa. Lha ini setiap sidang paripurna anggota DPR yang tidak hadir mencapai 300 lebih.
Wakil rakyat bukannya memenuhi target membuat undang-undang yang tertunda atau menyelesaikan undang-undang yang masih terkatung-katung atau tidak jelas kelanjutannya, malah ngurusi haknya dulu,bukan kewajibanya.
Kebanyakan kualitas wakil rakyat kita memang "abal-abal" jauh dari harapan atau keinginan masyarakat. Tingkat kehadirannya pun sangat rendah, bagaimana mau membuat undang-undang, salah satu undang-undang yang sampai saat ini belum kelar adalah undang-undang terorisme yang melibatkan peran TNI.
Apa perlu di ruqiyah para wakil rakyat ini, siapa tahu ada jin yang bikin malas wakil rakyat ini?
Atau jangan-jangan malah Setan, sebab 'kan sudah ada Partai Setan kata si nganu....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews