Kasus korupsi proyek Embung Pilangbango, Kota Madiun, ternyata melibatkan banyak pihak seperti yang disebut-sebut oleh terpidana 3 tahun Agus Subiyanto, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Madiun saat itu.
Menurut Agus, anggaran untuk proyek Embung Pilangbango adalah Bantuan Khusus (BK) Pemprov Jatim ke Pemkot Madiun. “Ini kan APBD Provinsi diserahkan BK Gubernur ke APBD Kota Madiun,” ungkapnya.
Jadi, “Uang itu masih ada di kas daerah, uang pribadi pelaksana itu diberikan kepada Bonnie Laksmana, dipanjar dulu gitu. Arahan langsung dari Walikota kalau ini Andik Sulaksono) akan pemenang lelang, semua perintah lisan,” cerita Agus.
Agus mengungkapkan, perintah Walikota Madiun Bambang Irianto kepada dirinya adalah untuk mengamankan pelaksanaan proyek. Urus bantuan dana ini langsung ke Gubernur ke Grahadi di Surabaya.
“Saya harus ketemu jam 7 malam dengan Pak Gubernur dan saudara Boni tadi. Karena nggak bisa ketemu dengan Gubernur Soekarwo, sehingga cukup ketemu dengan saudara Boni, ya itu urusan Boni,” kata Agus.
Saat ditanya, terkait pertemuan selanjutnya antara Boni dengan Walikota termasuk Andik Sulaksono, dia mengatakan bahwa Boni tidak ikut, namun dirinya mengakui ada dalam pertemuan tersebut.
“Itu anaknya loh. Boni nggak ikut. Ya hanya bertiga. Pertemuan kadang di rumah dinas atau di kantor Walikota,” ungkap Agus, seperti dilansir berbagai media seperti RadarMadiun.com.
Ketika ditanya lebih lanjut terkait besarnya HPS (Harga Perkiraan Sendiri), jumlah peserta lelang dan pemenang sebenarnya, Agus mengungkapkan, besarnya HPS adalah sebesar Rp 19 milliar dengan perserta lelang sebanyak 30 peserta.
“HPS-nya 19 miliaran. Jumlah pesertanya 30 orang, berarti 30 CV. Kalau pemenang yang sebenarnya adalah yang 16 milliar itu, saya nggak jelas siapa. Dia digugurkan karena faktor Admintrasi. Kalau penawaran PT Indah Cahya Madya Pratama Rp 18,750,” ungkapnya.
Ia tak mau dianggap hanya bertanggung jawab sendiri, sehingga dalam persidangan Agus pun membeberkannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terkait pemberian sejumlah uang oleh Andik Sulaksono, selaku pelaksana proyek kepada pihak Kejaksaan dan Walikota Madiun, pada Senin, 7 Maret 2016.
Dalam pembelaanya yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang diketuai Hakim Tahsin saat itu, Agus Subiyanto menyebutkan, berdasarkan cerita Sadikun (Kabag Administrasi Pembangunan Kota Madiun) kepadanya saat di rumah Wali Kota Madiun Bambang Irianto.
Bahwa untuk mengatasi permasalahan hukum atas panitia lelang yang masuk pokjanya, hal itu sudah dikondisikan ke Kejari Madiun melalui Kasi Pidsus, Kusuma Jaya Bulo.
Pada saat Kejari Madiun melakukan Pulbaket (pengumpulan barang bukti dan keterangan) pada Mei 2015, Agus diminta tolog oleh Andik Sulaksono, untuk menemani menghadap Kasi Pidsus dengan tujuan meminta bantuannya agar kasus embung bisa dikondisikan.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Agus, Kasi Pidsus itu akan membantu dengan catatan tidak recehan. Dalam pembelaannya, sesuai petunjuk Walikota, disarankan supaya dijadikan satu paket.
Sebelumnya, Andik Sulaksono sudah membicarakan mengenai penyelesaian kewajiban Pemkot sebesar kurang lebih Rp 6 milliar yang ditindaklanjuti dengan pertemuan untuk membicarakan permasalahan proyek Embung di Hotel JW Marriot Surabaya.
Saat itu dihadiri Kajari Madiun Suluh Dumadi di lantai 20, Kasi Intel Aliq Rahmat Yakin di lobi bawah dan Andik Sulaksono datang terakhir menyusul ke lantai atas bergabung dengan Jaksa Kejati Jatim Arief Irsaal, Walikota Madiun Bambang Irianto.
Inti dari pertemuan tersebut yang disampaikan Andik Sulaksono adalah menentukan jumlah yang disepakati kurang lebih Rp 1 miliar. Dari jumlah itu, Andik Sulaksono menyampaikan, ada kewajiban untuk menyediakan Rp 400 juta yang sudah disepakati oleh Kasi Pidsus.
Akhirnya, kata Agus, Kajari Madiun Suluh Dumadi mengatakan kepada Andik Sulaksosno, jangan pernah memberikan sesuatu kepada bawahannya tanpa melalui dirinya (Kajari). Agus Subiyanto, melanjutkan pembelaannya saat diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Pada pertemuan antara Agus dengan Kasi Pidsus Kejari Madiun Kusuma Jaya Bulo, di rumah kos Kasi Pidsus. Saat itu Kusuma Jaya Bulo mengatakan pada Agus tentang kekecewaannya kepada Walikota Madiun Bambang Irianto dan Andik Sulaksono.
Kusuma Jaya Bulo juga menyampaikan kepada Agus bahwa dia (Kusuma Jaya Bulo) ada koneksi di KPK dan mengancam akan melaporkan tentang permasalahan di Kota Madiun. Dalam pembelaannya, Agus merinci uang yang diterima “para pihak”.
Yakni: Kajari, Kasi Pidsus maupun Walikota Madiun dari Andik Sulaksono selaku pelaksana proyek melalui Dhata Wijaya selaku pemegang peran utama karena ia sebagai penandatangan dalam dokumen kontrak.
[irp posts="14089" name="Menyibak Benang Kusut Proyek Embung Pilangbango Kota Madiun"]
Dhata Wijaya mengambil alih peran Andik Sulaksono untuk melakukan koordinasi dengan Kasi Pidsus dengan biaya ditanggung Andik Sulaksono. Apa yang dilakukan Dhata Wijaya dengan Kasi Pidsus, menurut Agus telah menghasilkan kesepakatan pemberian uang.
Untuk Paris Pasaribu sebesar Rp 500 juta, Kasi Pidsus Kusuma Jaya Bulo Rp 350 juta dan perbaikan rumah dinas Kejaksaan di Jl. Abdul Rahman Saleh Madiun sebesar Rp 150 juta. Menurut Agus, keterangan Andik Sulaksono sebelumnya sudah pernah memberikan uang kepada Kejari Madiun untuk biaya operasional sebesar Rp 250 juta.
Menurut Agus Subiyanto, Andik Sulaksosno menceritakan kepadanya bahwa Walikota Madiun Bambang Irianto menolak uang kontan sebanyak Rp 1 miliar yang sudah disiapkan Andik Sulaksosno dalam sebuah tas.
Walikota Madiun justru meminta uang sebesar $100.000 kepada Andik. Atas saran dari pihak Bank Sinarmas di Jl. Sumatera Madiun agar ditukarkan ke Surabaya. Penukaran uang itu pun dilakukan Andik Sulaksono karena sudah ditunggu Walikota dan pihak Kejati.
Keterangan Andik Sulaksono kepada Agus, setelah dalam bentuk dollar, kemudian diberikan ke Walikota, yang dia (Andik sulaksono) ketahui, kata Agus, bahwa Suluh Dumadi menerima sebesar $20.000.
Terkait pengakuan Agus, Henru Purnomo dari Tim Penasehat Hukum (PH) Agus mengatakan sudah melaporkan hal itu ke KPK. “Kita sudah lapor ke KPK. Yang kita laporkan Kejari, dan semua yang terlibat, terkait suap Rp 1.250 miliar dan penyidikan kasus ini,” ungkap Henru.
Maidi yang saat itu masih menjabat Sekretaris Daerah Kota Madiun tentunya bisa dimintai keterangan terkait dengan proyek Embung Pilangbango tersebut. Pasalnya, Maidi ketika itu juga sebagai Kepala BPBD ex-officio.
Maidi mengatakan atas dasar surat permintaan dari Kejari Madiun, pihaknya memerintahkan Inspektorat untuk melakukan audit di proyek Bantuan Provinsi Jatim pada 2014 ini. “Karena ini permintaan dari pihak Kejaksaan, ya kita lakukan,” katanya dilansir Realita.com.
Menurut Maidi, audit yang dilakukan oleh Inspektorat, sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) lembaga tersebut. Hasil dari audit itupun nantinya juga akan dilaporkan ke Kejaksaan maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Tentunya Inspektorat kan tidak lepas dari BPK. Inspektorat kan laporannya juga ke BPK. Inspektorat ini juga bisa menghitung kerugian pemerintah daerah. Inspektorat kan juga punya tupoksi itu,” lanjut Maidi yang kini maju pada Pilkada Kota Madiun 2018 ini.
Kasus korupsi dalam proyek pembangunan waduk yang berlokasi di Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, yang dikenal dengan Embung Pilangbango, tersebut kini kembali mencuat ke permukaan kembali.
Penyidik Kejaksaan Negeri Madiun dalam menangani kasus proyek yang didanai dari APBD Jatim TA 2012 sebesar Rp 19 miliar itu, namun pelaksanaan proyek baru dikerjakan pada 2014, hingga saat ini tetap meninggalkan berbagai pertanyaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews