Sederhananya cara berpikir orang-orang berpendidikan rendah sejujur pilihannya dalam melihat kebaikan dalam diri seseorang, tanpa pretensi dan tendensi politik, yang ada dalam diri mereka adalah sosok yang dipilih mewakili kesederhanaan mereka, itulah sejati hati nurani.
Konsistensi pemilih berpendidikan rendah tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena pemilih seperti ini tidak pernah terpesona oleh penampilan wah seorang pemimpin, karena mereka sudah sangat kenal dengan penampilan pemimpin yang seperti itu, tren penampilan Jokowi bagi mereka representasi dari keseharian kehidupan mereka, sehingga mereka merasa lebih dekat dengan pemimpin seperti Jokowi.
Hasil survey saat Pilpres 2014 menunjuk bahwa prosentase pemilih Jokowi didominan oleh kalangan lulusan SD, sebaliknya pemilih Prabowo didominan kalangan berpendidikan tinggi, begitu juga hasil survey yang dirilis oleh Media Survei Nasional (Median) 1-9 Februari 2018.
[irp posts="13879" name="Bahasa Cinta Sang Presiden dan Yusril yang Lebih Pintar dari Jokowi"]
Dari responden yang mengaku tidak tamat SD, sebanyak 40,9 persen memilih Jokowi. Lalu, dari responden yang mengaku tamatan SD, sebanyak 39 persennya juga menjatuhkan pilihan ke Jokowi. Basis pemilih Jokowi semakin kecil di tingkat pendidikan SMP (37,4 persen), SMA (27 persen), S1 (13,7 persen) dan S2/S3 (10 persen). (Kompas.com).
Inilah gambaran realitas keinginan masyarakat menengah kebawah terhadap sosok Kepemimpinan Nasional, gaya kepemimpinan yang merakyat ini pada akhirnya menjadi trend setter bagi para calon pemimpin dinegara ini.
Kita pernah menyaksikan seorang calon pemimpin yang ingin meraih simpati masyarakat dengan mengubah penampilan dan kebiasaannya dengan makan diemperan dan berpakaian kaos oblong bergambar Mickey mouse, hanya ingin merepresentasikan kesederhanaan.
Adakah yang salah kalau keterpilihannya seseorang hanya karena dipilih oleh kalangan berpendidikan rendah?
Tidak ada yang salah, karena dalam sebuah kontestasi yang dibutuhkan siapa yang menjadi pemenangnya, meskipun dipilih oleh mayoritas kalangan berpendidikan tinggi tapi tidak menang untuk apa.
Realitas ini harus menyadarkan kita, bahwa mayoritas rakyat Indonesia bukanlah dari kalangan elit berpendidikan, tapi didominasi oleh rakyat jelata berpendidikan rendah, adalah tugas pemimpin untuk meningkat kecerdasan mereka, sebagai mana yang diamanatkan UUD 1945, padahal porsi APBN untuk pendidikan menjadi prioritas utama, namun masyarakat yang berpendidikan rendah masih menjadi bagian dari mayoritas rakyat Indonesia.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews