Di samping muncul tagar dua periode untuk kepemimpinan Jokowi, muncul pula anti-tesis dengan tagar 2019 ganti presiden. Tapi, benarkah itu gerakan yang berbeda?
Secara normatif, tagar 2019 ganti presiden paralel atau sejalan dengan tagar dua periode. Karena memang pada dasarnya, Pilpres 2019 tentulah mencari presiden baru, bukan presiden lama. Siapa presiden baru?
Masa kepresidenan Jokowi secara konstitusional berakhir 2019. Bisa jadi diganti sosok lain, misalnya Prabowo atau Rizieq Shihab.
Tetapi bukan tak mungkin, atau tidak tertutup kemungkinan, presiden baru (yakni periode 2019 – 2024) adalah Jokowi, dengan label Presiden RI Periode 2019 – 2024, bukan periode 2014 – 2019 yang sudah lewat atau tergantikan.
Kita pasti akan mempunyai presiden baru, yakni presiden periode 2019 – 2024 mengganti presiden periode sebelumnya. Meski bisa jadi orangnya sama.
Mengerti? Jika tidak, mari belajar bahasa politik yang agak belibet.
Salah satu petinggi Gerindra (Dasco Achmad), juga petinggi PKS (Mardani Ali Sera), mengatakan kalau semua (presiden) ingin dua periode, di mana demokrasi? Jawabnya juga mudah, demokrasi tentu tetap pada tempatnya, jika proses presiden (entah 1 atau 2 periode) tetap melalui mekanisme pemilihan umum, dengan menempatkan kedaulatan rakyat. Karena yang menentukan dua periode atau bukan, bukan Gerindra atau PKS, tetapi konstitusi dan rakyat pemilik hak suara. Apakah dengan dua periode SBY dulu melanggar demokrasi?
Pernyataan Gerindra dan PKS itu, paradoks dengan pernyataan Fadli Zon, yang menginginkan presiden kuat, dengan contoh Putin. Contoh yang dimajukan, kebetulan Presiden Rusia yang hampir mirip Soeharto.
Putin menjajabat Perdana Menteri pertama (1999), pelaksana jabatan presiden (1999–2000), jabatan presiden pertama (2000–2004), jabatan presiden kedua (2004–2008). Karena tak ingin tampak berkuasa terus-menerus, pada periode berikut Putin “hanya” menduduki jabatan perdana menteri kedua (2008–2012) di jaman presiden Dmitry Medvedev. Tapi Putin kembali menduduki kursi presiden ketiga (2012–2018), dan memenangi lagi pilpres tahun ini untuk periode ke-empat.
Itukah maksud Zon soal presiden kuat? Ataukah Zon sedang hendak mencontohkan Soeharto, yang berkuasa 32 tahun, berkola-kali periode, dengan cara dipilih langsung parlemen, dan bukan rakyat?
Mangkanya kalau bisa, menurut Zon, bahwa 2019 Prabowo presiden, dan diharapkan bisa meniru kekuatan Putin atau Soeharto? Sampai Prabowo thuyuk-thuyuk, karena harus jadi presiden hingga usia 90 atau 100 tahun? Kini saja, tampilannya seolah sudah kembali menjadi anak-anak.
[caption id="attachment_13937" align="alignright" width="472"] Jokowi (Foto: Garisdua.com)[/caption]
Orang politik yang hanya berorientasi kekuasaan, ya, kayak gitu itu. Cenderung inkonsisten. Persis Amien Rais, juga Rizieq Shihab, ngotot anti PKI, tapi giliran Anies Baswedan memajang Nursyahbani Katjasungkana sebagai tim khusus Gubernur DKI, mereka diam saja. Padahal Nursyahbani paling ngotot soal pembelaan PKI dengan mengendors Pengadilan Tribunal untuk menekan Indonesia.
Persis juga ketika Amien Rais atau orang-orang FPI-FUI, menuding pemerintah menghina ulama. Namun senyampang itu, diam-diam, mereka mengakui kasus percakapan mesum Rizieq Shihab itu ada. Indikasinya? Amien Rais bilang dibanding kasus Alexis, apa yang dilakukan Rizieq Shihab tak ada apa-apanya. Jadi, ngakuin percakapan itu ada yah, meski keciiiiillll dan tidak dosa, untuk menegasi soal Alexis?
Apa yang bisa kita banggakan, dengan politikus somplak macam ‘gituan? Pada pilpres mendatang, kita memang butuh presiden baru. Yakni, presiden periode 2019 – 2024, untuk mengganti presiden lama periode 2014 – 2019. Kalau Jokowi yang terpilih lagi, jangan menuding masih sama, apalagi mengatakan melanggar demokrasi.
Kalau masih sama dan lama, ngapain Mahkamah Konstitusi mengeluarkan nomor pengesahan presiden baru, dan parlemen melantik serta mengambil sumpah untuk presiden baru? Lagian, toh apanya yang dilanggar? Aturan konstitusinya membolehkan to, Cuk?
Toh itu karena adanya pilpres hasil suara rakyat to, Cuk? Toh tidak sebagaimana Presiden Rusia, kebanggaan lulusan Sastra Rusia itu to, Cuk?
Kalau tiga periode, itu baru melanggar aturan. Apalagi kayak Mbah Harto to, Cuk!
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews