Perlunya Yusril Menjegal Ahok Sejak Dini Agar Ia Tak Bisa Jadi Capres

Kamis, 5 April 2018 | 08:30 WIB
0
870
Perlunya Yusril Menjegal Ahok Sejak Dini Agar Ia Tak Bisa Jadi Capres

Sulit untuk disangkal, Yusril Mahendra itu pintar sekaligus cerdas. Karenanya tidak diragukan lagi, ia menjadi aset bangsa yang sangat bernilai, khususnya soal hukum tatanegara. Orang Indonesia timur bilang, "seng ada lawan". Bukti kepintaran dan kecerdasan menjadi bagian dari Yusril adalah ketika partainya yang sudah dinyatakan tidak lolos menjadi lolos dan berhak ikut Pemilu. Partai Idaman dan PKPI mah cuma bisa gigit jari.

Yusril juga berani, paling tidak saat menjadi "singa podium" di depan massa. Keberaniannya ia tunjukkan dengan "menggoblok-gobloki" Presiden, meski ia tidak menyebut siapa presiden yang dimaksudkannya. Kalau anak sekolah dasar jaman now ditanya siapa Presiden RI, tentu jawabannya bukan Susilo Bambang Yudhoyono, apalagi Suharto.

Cara Yusril merendahkan seseorang, tidak peduli ia seorang Presiden, adalah salah satu kiatnya untuk menaikkan "derajatnya" kalau tidak mau dikatakan meninggikan popularitasnya. Menaikkan derajat, karena ia menganggap dirinya sederajat dengan orang yang dijadikan sasaran kritiknya. Meninggikan popularitas, karena publik mengingat Yusril untuk yang terakhir kalinya saat ia gagal menjadi calon gubernur DKI karena tidak adanya partai politik yang berminat.

Dengan cara itulah Yusril harus memanggungkan kembali dirinya sendiri, plus dengan memanfaatkan waktu yang mepet jelang Pemilu agar dirinya, secara pribadi, tetap diperhitungkan siapapun, agar orang-orang mengingat kalau dia masih ada dan masih bisa berbuat banyak. Bahkan bursa cawapres untuk Pilpres 2019 setidak-tidaknya masih terbuka, bahkan bursa Capres pun kalau ada partai yang menghendakinya maju, masih ada.

Yusril harus bicara keras dalam waktunya yang tidak banyak, setidak-tidaknya bisa mengumumkan kepada khalayak bahwa Partai Bulan Bintang, partai yang didirikannya, masih ada dan layak untuk dipilih. Selagi tidak ada tim marketing dan tim pemenangan partai, Yusril sudah memposisikan dirinya sebagai "sales" sekaligus ketua tim pemenangan yang baik. Yusril menjadi magnet dengan sendirinya.

Usaha lain Yusril selepas "menggoblok-gobloki" Presiden untuk menaikkan popularitasnya adalah lewat pidatonya pada acara pembukaan tablig akbar Kongres Umat Islam di Sumatera Utara, akhir Maret 2018 lalu. Yusril mengusik keluarga mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Tidak geledek tidak ada angin puting beliung, Yusril menyinggung soal kewarganegaraan ayah Ahok selagi Ahok masih dalam kurungan. Abaikan soal etika kejantanan atau kelelakian (melawan orang yang sedang dipenjara), fokus pada tembakan Yusril ke arah keluarga Ahok.

Tentu saja ayahanda Ahok hanya sasaran antara belaka. Sasaran utamanya tetaplah Ahok. Kenapa Ahok, sebab nama ini masih laku dijual meski masih dalam penjara, sebagaimana kalau mengusik Jokowi.

Siapapun yang memperkarakan kedua orang ini, apalagi menghinanya, pasti akan naik popularitasnya. Sudah banyak orang yang menghina Jokowi menjadi terkenal, tetapi di antara mereka masuk penjara.

Nah, dalam salah satu bagian pidatonya, Yusril tiba-tiba menyatakan bahwa Ahok tidak bisa jadi Presiden RI. Alasannya, Ahok bukanlah WNI asli karena sang ayah, Tjoeng Kim Nam, adalah warga negara Tiongkok saat Ahok lahir pada 1966.

"Ahok tidak lahir sebagai orang Indonesia, Bapak Ahok -Tjoeng Kim Nam- itu Warga Negara Tiongkok dan ketika ada penentuan kewarganegaraan tahun 1962, Tjoeng Kim Nam memilih kewarganegaraan Tiongkok. Ahok lahir tahun '66, otomatis jadi Warga Negara Tiongkok, bisa dilihat itu di catatan sipil," kata Yusril sebagaimana diberitakan Detik.com. Yusril kemudian menambahkan, Ahok baru menjadi WNI sekitar tahun 1980-an.

[irp posts="13729" name="Jokowi yang Jadi Bulan-bulanan Kesombongan Yusril dan Elite Politik"]

Video rekaman Yusril saat berpidato kemudian viral di media sosial. Anggota keluarga Ahok pun angkat bicara dengan menyatakan Yusril harus minta maaf atas tudingannya tersebut. Ada lagi adik Ahok lainnya yang mengatakan, apa yang disampaikan Yusril soal kewarganegaraan ayahnya adalah kebohongan publik. Faktanya, ayah Ahok menjadi WNI sejak 1961 atau sebelum Ahok lahir. Otomatis, Ahok adalah WNI sejak lahir. Ada juga seorang adik Ahok yang menyampaikan surat penjelasan kepada Yusril.

"Setelah jadi WNI tahun 1961, tahun 1967 papa ganti nama jadi Indra Tjahaja Purnama. Jadi sudah jelas kan kalau Papa (dari) Ahok tahun 1961 udah WNI! Jadi adalah kebohongan publik kalau bilang Papa Ahok baru jadi WNI tahun 1986 karena naturalisasi," ucap Fifi Lety Indra, salah satu adik Ahok, lewat satu unggahan di akun Instagramnya.

[embed]https://youtu.be/qWI1d4KQXCE[/embed]

Yusril sudah memberi penjelasan terkait pidatonya tersebut. Saat itu, ia mengaku menjelaskan soal syarat menjadi presiden dan hanya mengambil contoh soal Ahok karena, menurutnya, Ahok pernah mengungkapkan keinginan menjadi presiden. Ia juga menyebut ada SKBRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) pada 1986 yang menjadi bukti kalau ayah Ahok pernah menjadi warga negara Tiongkok.

"Ketika mencontohkan Ahok dalam kasus di atas, mau tidak mau saya harus menjelaskannya secara kronologis, sehingga menyebut nama ayah mereka, mendiang Tjung Kim Nam, tidak dapat dihindari. Hal ini semata-mata saya kemukakan sebagai contoh karena Ahok pernah menyatakan kepada publik keinginannya untuk menjadi Presiden RI. Dengan penjelasan kronologis itu, Ahok praktis tidak memenuhi syarat menjadi Presiden RI sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (1) UUD '45," demikian Yusril menjelaskan sebagaimana termuat di media yang sama.

Timbul pertanyaan, takutkah Yusril kepada Ahok kalau tiba-tiba Ahok mencalonkan diri sebagai Presiden RI? Bukankah kalau itu terjadi baru akan terlaksana pada Pilpres 2024? Apakah Yusril melihat Ahok sebagai pesaing terberatnya saat ia juga sama-sama mencalonkan diri sebagai Presiden pada Pilpres 2024 itu sehingga harus menjegal Ahok sejak dini?

Mengapa Yusril terlalu mengkhawatirkan kewarganegaraan Ahok dan ayahanda Ahok? Tidakkah Yusril mempersoalkan juga DPR dan pemerintah yang meloloskan Ahok sebagai anggota dan bupati bahkan menjadi Gubernur DKI?

Sebagai orang pintar dan cerdas, Yusril akan menjawab semua pertanyaan itu dengan mudah, semudah ia menjentikkan slilit di ujung jarinya. Semua argumen telah tersedia, "machine learning"-nya akan bekerja cepat mengumpulkan sejumput data untuk diolah menjadi jawaban yang jitu dan tepat.

Di luar itu semua, maksudnya soal kepintaran dan kecerdasannya yang tidak bisa dibantah, Yusril tetaplah memerlukan Ahok atau Jokowi untuk menaikkan popularitasnya, sekaligus meninggikan derajatnya. Sampai di sini apa yang dilakukannya selevel dengan Jonru Ginting yang rajin mempersoalkan asal-asul keluarga Jokowi yang dikatakannya berdarah Cinalah, berideologi PKI-lah, atau yang jelas memelihara kodok.

Tentu yang bisa dipastikan oleh siapapun, Yusril tidak akan mengalami nasib yang sama dengan Jonru Ginting. Lho, kenapa? Ya, karena kecerdasan dan kepintarannya itu.

Tapi ngomong-ngomong, sebaiknya mengkaji diri sendiri apakah ia bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres di sini mengingat istrinya warga negara asing.

Iya, toh?

***