Sudah tidak terlihat lagi salju. Puncak musim dingin baru saja lewat. Saya naik kereta cepat dari kota Qingdao ke Tianjin. Kawasan timur Tiongkok. Selama 4 jam.
Di sepanjang perjalanan terlihat bangunan green house. Sambung-menyambung. Tidak henti-hentinya.
Saya diskusikan itu. Lautan green house itu. Dengan teman seperjalanan saya. Yang dulu juga amat miskin.
Apakah bangunan itu kuat menahan salju? Tidak roboh? Atap plastiknya tidak robek-robek? Apakah waktu dia kecil lahan pertaniannya juga seperti itu? Dan banyak pertanyaan lagi. Sambung-menyambung. Sampai tiba di Tianjin. Masuk rumah sakit di situ.
Teman saya pun bercerita. Robert Lai, yang di sebelah saya, ikut menikmati jawabnya.
Robert lahir di Hongkong. Besar di Singapura. Tidak pernah bersentuhan dengan lahan pertanian.
Di musim salju, kata teman Tiongkok saya itu, adalah musim penderitaan. Dulu. Tiap hari hanya makan kentang. Tidak ada orang jual sayur. Tidak ada petani yang menanam sayur. Semua wilayah tertutup salju.
Sebelum musim salju tiba memang diusahakan beli sayur banyak-banyak. Tapi hanya ada satu jenis sayur yang bisa disimpan selama tiga bulan: kubis panjang.
Tidak busuk. Maklum, udara di dapur lebih dingin dari kulkas.
Selama tiga bulan, makanan di rumah hanya kentang dan kubis panjang. Itu pun harus sedikit-sedikit. Agar cukup untuk tiga bulan.
Kini sayur apa pun melimpah sepanjang tahun. Di musim salju sekali pun. Panen sayur jalan terus. Bangunan green housenya dilengkapi pengatur suhu.
Kisah hanya ada kubis panjang sudah terlupakan.
Maka ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan perang dagangnya, Tiongkok bergeming. Hari itu juga membalas: mengenakan bea masuk hasil pertanian Amerika sebesar 25 persen. Tiongkok begitu pede.
Minggu lalu perwakilan petani di Amerika sangat sibuk. Melakukan rapat-rapat koordinasi. Bagaimana menghadapi perlawanan Tiongkok itu.
Sepertiga hasil panen kedelai Amerika dibeli Tiongkok. Untuk 豆浆. Susu kedelai. Enak diminum. Panas-panas. Sebagai teman makan 油条. Di sini disebut cakue.
Itulah minuman yang lebih wajib di Tiongkok. Bukan kopi.
Kita belum tahu apa hasil perundingan petani di Amerika itu. Sementara ini masih ketutup berita kunjungan Kim Jong-un ke Beijing.
Tapi kehilangan pasar sepertiga produk nasional memang mengerikan.
Meningkatkan produksi pertanian memang tidak mudah. Tapi selalu bisa. Selalu ada jalan. Dalam keadaan sesulit apa pun.
Dalam kasus Tiongkok ini bukan lagi bagaimana meningkatkan. Lebih sulit dari itu: bagaimana menciptakan.
Tetap bisa tanam sayur di saat bumi dilapisi salju. Alangkah sulitnya. Tapi bisa. Dan berhasil. Bahkan berhasil menjadi senjata untuk menegakkan kedaulatan negara. Melawan adi kuasa sekali pun.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews