Tahun 2009 saya diminta siapkan sekolah kejuruan, dan alhamdulillaah berjalan dengan siswa 3 kelas full ditahun pertama. Ditahun ketiga, ketika mereka mau ujian kelulusan, rasa sangat khawatir, apakah siswa-siswa tersebut akan lulus semua. Tanggung jawab kepada orang tua murid dan siswa-siswa tersebut, bikin susah tidur. Alhamdulillaah lulus semua.
Lalu saya mempersepsikan kekhawatiran tersebut, jika saya yang menjadi pemimpin negeri ini. Di mana bentangan wilayah dari Sabang sampai Merauke, yang panjangnya hampir sama dengan panjang negara Amerika. Apakah mampu merawat dan menjaga wilayah tersebut dari incaran negara tetangga. Sementara penduduknya sebesar 265 juta jiwa, menjadi negara populasi tersbesar ke-empat di dunia. Apakah mereka dapat makan hari ini?
Lalu ada seseorang yang mengatakan kekhawatiran di tahun 2030 jika situasinya seperti saat ini, Indonesia bisa bubar.
Bukannya saya memuji orang tersebut, tapi itulah cerminan rasa tanggung jawab yang amat besar. Rasa khawatir karena punya rasa tanggung jawab yang tinggi.
Di sisi lain, seorang profesor dengan tertawa malah membully, lalu menambahkan dengan bumbu mimpi 2045 Indonesia akan menjadi negara besar. Bumbu mimpi tersebut diberikan dari lembaga yang kredibilitasnya hancur, dan pernah membuat negeri ini bangkrut di tahun 1998. Apalagi ditambah statemen pemimpinnya yang lebih spektakuler, bahwa tahun 2030 Indonesia akan menjadi 7 negara besar.
Di satu sisi oposisi penuh kewaspadaan, di sisi lain, yang berkuasa malah tertawa dan loncat-loncat kegirangan. Padahal dengan utang yang sangat besar, korupsi di mana-mana, kemiskinan meningkat, sosial yang selalu panas, negeri ini sudah seperti dipinggir jurang. Kok bisa ya, sudah di pinggir jurang mereka tertawa-tawa, apa sudah pada gila?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews