Mahalnya Demokrasi dan Politikus Polesan Konsultan

Selasa, 27 Maret 2018 | 18:42 WIB
0
787
Mahalnya Demokrasi dan Politikus Polesan Konsultan

Indonesia negara yang punya potensi terbaik, lihat saja luas daerahnya dan jumlah penduduknya. Kekayaan alam melimpah, itu yang menjadi potensi terbaik yang bisa dioptimalkan. Tetapi itu juga menjadi sandungan terbesar untuk bangkit. Kita masih ingat kenapa Negara tercinta terjajah lama, ya awalnya karena potensi alam yang melimpah tetapi sumber daya manusia belum mampu mengelola.

Tahun 2018 adalah awal dimulainya pesta demokrasi, pilkada yang menyedot hamper 80% pemilih yang ada di Indonesia. Keinginan memenangkan pilkada adalah cara terbaik agar menang di pileg dan pilpres 2019.

Melihat keadaan ini yang menjadikan para penikmat pesta berhamburan mencari hidangan terbaik agar puas menjalani proses pesta ini. Akan hadir pasangan calon yang memberi janji politik serta guyuran money politic yang dinanti oleh para calo penjual suara.

Inilah yang menjadi mahalnya demokrasi, selain proses yang butuh biaya tetapi juga pasangan calon yang mengelontorkan dana agar menang. Hadirnya konsultan yang meraup rupiah dari pasangan calon ini juga akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan.

Konsultan akan bekerja maksimal agar punya portofolio untuk keberlangsungan bisnisnya. Rakyat hanya menjadi korban tanpa merasakan demokrasi sesungguhnya, para elit yang hadir hanya untuk kongkalikong menghamburkan dana tanpa member perubahan nasib rakyat.

Apakah Indonesia masih seperti ini? Hadirnya pemimpin bukan dari seleksi terbaik. Hanya polesan belaka tanpa ada kerja nyata.

Rakyat sudah terlalu lama rindu akan stabilitas dan perbaikan nasib. Negara ini sudah lama rindu hadirnya demokrasi yang murah dan menghasilkan pemimpin terbaik agar Indonesia bangkit dan berdaya.

Jangan biarkan hadirnya pemimpin yang punya hutang,baik secara materi atau hutang budi. Pemmpin harus merdeka dari semua tekanan, agar langkah mengambil kebijakan tidak berat sebelah. Rakyat adalah pemilik kedaulatan, jangan jadikan mereka sebagai obyek tanpa diperhatikan nasibnya. Rakyat hanya butuh stabilitas dan kesejahteraan, Negara harus bisa member dengan segala kebijakannya.

Harusnya ketika mahalnya biaya demokrasi bisa berimbas dengan kesejahteraan. Rakyat tahu bahwa biaya demokrasi masih mahal untuk Negara kita,kalau misalnya biaya ini bisa dioptimalkan maka rakyat akan lebih senang dan tidak menjadi orang pinggiran dalam demokrasi.

Masih ada cita-cita Negara bangkit dan berdaya lewat demokrasi, karena inilah kesepakatan bersama yang harus dihormati. Mari jadilah rakyat cerdas agar negeri lebih berdaulat dengan kita berpartisipasi aktif dalam demokrasi. Jangan biarkan demokrasi diisi oleh orang-orang yang tak tahu diri.

***