Pembiaran oleh Orang Dewasa, Ikut Andil Merusak Jiwa Anak-anak

Kamis, 22 Maret 2018 | 08:47 WIB
0
747
Pembiaran oleh Orang Dewasa, Ikut Andil Merusak Jiwa Anak-anak

Pelecehan bukan hanya semata-mata di bidang seksual. Tapi bisa merambah keseluruh ruang hidup manusia. Antara lain, melecehkan orang sakit atau orang yang mengalami gangguan kesehatan, maupun yang memiliki kekurangan fisik.

Ironisnya, ketika terjadi pelecehan oleh anak-anak terhadap orang yang termasuk kategori di atas, orang-orang dewasa hanya ikut menonton, bahkan ketawa-tawa, seakan sedang menonton pertujukan lawakan.

Dan yang paling menyedihkan adalah ketika orang tua anak juga hadir di sana dan sama sekali tidak menegor, malahan ikut menikmati "permainan " anak-anak mereka.

Meniru Gerakan Orang Pincang

Ketika ada orang yang mengalami cidera pada kakinya sehingga berjalan timpang, di belakangnya ada 2 orang anak yang menirukan gayanya yakni berjalan oleng ke kiri dan ke kanan. Orang-orang dewasa yang berada di sekitarnya, sama sekali tidak berusaha menegor, malahan orang tua anak-anak tersebut yang tampak sibuk bermain dengan ponselnya, bersikap cuek. Seakan hal tersebut adalah hal yang biasa saja.

Malahan ketika saya menegor anak-anak tersebut, semua mata memandang ke arah saya, sepertinya saya sudah melakukan sesuatu yang salah langkah, yakni menghentikan "tontonan" menarik bagi mereka. Wanita yang mengalami gangguan pada kakinya, menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang. Tampak wajahnya sedih dan berkata "Ibu sakit, Nak, bukan lagi main main. Tidak baik mengolok-olok orang tua".

Suaranya terdengar bergetar, saking menahan rasa sedih dijadikan olok-olokan oleh anak-anak. Dan hal tersebut terjadi diruang tunggu keberangkatan di Bandara Soetta. Orang-orang asing yang juga duduk di sana, tampak mengelengkan kepala dengan wajah tidak enak dipandang.

Hanya Salah Satu Contoh

Hal tersebut hanyalah salah satu contoh nyata betapa telah terjadi pembiaran oleh orang-orang dewasa, bahkan orang tua anak sendiri terhadap pelecehan yang dilakukan oleh anak-anak. Pembiaran berarti membolehkan, bahkan dapat juga dimaknai "merestui".

Maka dalam diri anak-anak tertanam bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar atau setidaknya tidak salah. Meniru gaya orang timpang, meniru gaya orang gagap berbicara, bahkan meniru gaya orang yang  parkison, dianggap sebagai lelucon yang menarik hati.

Akibatnya ketika mereka dewasa, apa yang tertanam dalam diri mereka sudah tidak dapat diubah lagi karena sudah mendarah daging dalam diri mereka. Ibarat sebuah cabang, kalau sejak dari masih  muda sudah dibengkokkan, maka ketika sudah tumbuh menjadi dahan yang besar, tidak lagi mungkin untuk diluruskan kembali.

Kalau Saya Tidak Dapat, Maka Orang Lain Juga Tidak Boleh Memilikinya

Di kampung saya setiap liburan panjang maka pada waktu dulu diisi oleh anak-anak sekampung dengan adu layangan, dengan menggunakan "benang gelas" yakni benang yang diolesi dengan serbuk kaca yang sudah diaduk dengan lem. Ketika ada layangan yang putus, maka tanpa ada yang komando, anak-anak berlarian mengejarnya. Tanpa memperdulikan keselamatan diri mereka maupun pengguna jalan lainnya.

Bila salah satu dari anak-anak tersebut mendapatkan layangan putus tersebut, maka jangan harap ia akan dapat memilikinya. Karena entah siapa yang memberi  komando. Layangan yang sudah berhasil diperolehnya, direbut ramai ramai oleh anak-anak lain. Kemudian saling tarik menarik, hingga layangan tersebut hancur.

Semua anak-anak  puas, karena tidak seorangpun yang memilikinya. Dan orang-orang dewasa yang menonton keramaian tersebut, hanya tersenyum seakan menyaksikan petunjukan menarik. Oleh karena itu, bila kelak ketika dewasa dalam diri anak anak sudah tertanam "bila saya tidak  dapat memiliki, maka tidak ada orang lain, yang boleh mendapatkannya".

Refleksi Diri

Sifat melecehkan orang lain dalam berbagai cara dan sikap iri hati yang di kedepankan sejak masih kanak-kanak, akan menjadi kebiasaan bila mereka kelak menjadi dewasa akibat dari pembiaran orang orang dewasa. Mungkin hal ini dapat menjadi renungan diri bagi kita agar jangan sampai terjadi pembiaran semacam itu dalam lingkungan keluarga kita.

***

Editor: Pepih Nugraha